(48) Menuju Misi

4.4K 278 36
                                    

Selamat malam ...
Waaah 2 bulan vakum dari update-an dunia orange. Mohon maaf kerjaan benar-benar sulit kasih celah buat jiwa-jiwa halu bercerita ini hidup.

Realitas bikin jiwa halu yang menyentuh ini luntur kawan, makanya buat update 1 part aja, selain susah cari senggang, susah banget juga dapet inspirasi.

Jadi maaf sekali kalau tidak mengena sama sekali...

* * * * *

Udara kota Bogor masih cukup menyengat kulit dengan hawa dinginnya pagi ini. Terlebih lagi pagi-pagi buta sekali mereka sudah bersiap kembali ke ibu kota. Mereka lebih tepatnya Deven dan Friden sengaja memilih pulang sepagi ini supaya jalanan masih lengang. Bahkan Airish masih tertidur pulas saat Friden menggendongnya ke dalam mobil.

Kali ini jiwa baik dalam diri Deven sedang berfungsi, dengan sukarela menyuruh Friden dan Nashwa duduk di bangku tengah. "Udah siap neth?" tanya Deven memastikan Anneth sudah selesai memasang seat beltnya. Setelah mendapat anggukan dari Anneth Deven mulai melajukan mobilnya menerobos jalanan kota bogor yang masih lengang.

"Kamu nanti langsung ke butik ?" tanya Deven melirik ke arah Anneth.

"Nggak deh kayaknya, Anneth mau ke kampus urus administrasi buat sidang skripsi" jawabnya, dianggukin oleh Deven. "Kamu langsung ke rumah sakit kak?" tanya Anneth.

"Iya, ada meeting dengan petinggi-petinggi rumah sakit. Kamu kapan jadwal sama dr. Leona lagi?" tanyanya lagi.

"Besok kak, Anneth gak bakal lupa jadwal terapi kok. Oiya kak, persiapan acara apa gak sebaiknya kita mulai cicil beberapanya dari sekarang?" tawar Anneth mengisi perjalanan pulang dengan bahasan rencana keduanya. Sedang di bangku tengah Friden masih setia menenangkan Nashwa yang masih tampak sendu.

"Kita fokus kesembuhan kamu dulu sayang, persiapan acara kita serahin aja sama mama, kamu gak perlu ikut repot, kamu tinggal bilang ke mama venue dan tema yang kamu pengen. Kamu gak boleh capek-capek" ujar Deven begitu protectiv kepada Anneth.

"Ya tapi masa semua mama yang urus, Anneth juga harus ikut turun tangn lah kak" protesnya.

"Kalo aku bilang enggak, ya berarti gak. Kesehatan kamu jauh lebih penting dari pestanya" tegas Deven tak mau kalah.

Anneth menghembus nafas kalah dan mengusap lengan Deven beberapa kali. "Iya, aku gak capek-capek kok" tuturnya bersandar manis di lengan Deven. Deven tersenyum hangat mendengar Anneth menuruti titahnya. Bukannya Deven bermaksud keras kepada Anneth, tapi Deven hanya tidak ingin Anneth kenapa-kenapa.

"Wa, udah dong lo jangan sedih mulu gitu. Berabe nih gue diintrogasi mami pulang-pulang bawa anaknya kek ayam kena tifus" celetuk Deven melirik dari kaca. Refleks saja satu cubitan kuat mengenai perutnya, tentu saja dari Anneth.

"Sakit yaaaang" keluhnya.

"Ya kamu liat dong Uwa masih aja gitu mukanya dari semalem. Gak usah lo pikirin  apa yang dibilang Fatih wa. Kalo lo udah yakin sama Iden yaudah bodo amatin si Fatih, lo fokus menata hubungan lo sama Iden." tegur Deven cukup frontal. Tapi mulut Deven memang memiliki ciri khas ceplas-ceplos jadi seberapa banyak kode dari Anneth tidak ada pengaruhnya.

"Kasian Iden dong wa, kalo lo murung terus gitu, secara gak langsung lo nyudutin posisi Iden juga. Lo gk kasian Iden dari semalem udah berusaha stand by you banget gitu?" celetuknya lagi.

Nashwa seperti mendapat tamparan dari perkataan Deven. Ada benarnya, Friden pasti merasa bersalah jika ia terus-terusan sendu seperti sekarang.
Perlahan namun semakin jelas senyum Nashwa terkembang menatap Friden dan menggenggam kuat jemarinya. "Thanks ya den" ucapnya lirih. Tidak ada sahutan, hanya anggukan dari Friden yang kemudian menarik Nashwa dalam rengkuhannya.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang