(42) Pantangan

4.9K 302 115
                                    

Halooo...
Apa kabar guys ?
Gimana pada ikut sedih Deven-Anneth kembali ldr ?

Kalau iya berarti sama, atau jangan-jangan kamu adalah aku ? Ehehe

* * * * *

Satu bulan pertama rangkaian pengobatan yang Anneth jalani di rumah sakit tempat Deven bekerja. Sejauh ini Anneth masih terlihat antusias sekaligus disiplin menjalani saran dokter-dokternya. Jatah obat untuk satu bulan juga ia minum sesuai aturan. Tidak pernah sekalipun ia melewatkan moment minum obatnya. Karena Anneth punya alarm bernyawa yang selalu on time mengingatkan jadwalnya meminum obat. Ya, alarm bernyawa yang mengalahkan dering alarm gawainya adalah Deven. Jika sedang bersama Deven maka Deven pasti akan mengingatkannya untuk minum obat. Bahkan hebatnya jika sedang tidak bersama maka Deven akan menelponnya saat jamnya tiba.

Namun ada kendala lain yang harus diterima baik oleh Anneth maupun Deven. Kendala teknis yang lupa diperhitungkan sebelumnya seperti sekarang ini. Saat tiba saat jadwalnya menstruasi maka Anneth sangat-sangat sensitif melebihi sebelumnya. Menurut dokternya memang seperti itulah kinerja obat dan pengobatan mempengaruhi hormonnya.

"Sayang, iya aku makan sekarang tapi tunggu ya aku serahin laporan pasien dulu ke suster Hana" ucap Deven sangat lembut melihar Anneth yang sudah bersungut antara marah dan akan menangis. Anneth sedang ada di rumah sakit  mengambil obat untuk bulan depan. Berhubung kebetulan tepat jam istirahat Anneth ingin mengajak Deven makan siang di luar bersama.

"Aku maunya sekarang" suara Anneth berubah parau. Padahal belum genap sepuluh menit Anneth menunggu Deven menyelesaikan laporannya.

Jik sudah seperti ini maka apapun titah Kanjeng Ratu Anneth wajib diiyakan saat ini juga. Selesai membubuhkn tanda tangan di laporannya Deven segera meraih tas dan kunci mobilnya lalu merangkul Anneth keluar dari ruangannya.

"Sus, ini laporan pasien yang terakhir tadi. Saya pulang lebih dulu, bilang ke dr. Clinton kalau mencri saya, saya sedang ada urusan negara" titahnya dingguki saja oleh bawahannya.

Deven kembali melangkah menuju lift dengan tangan kokoh tetap di pundak Anneth.

"Udah dong sedihnya katanya mau makan di Kintan" bujuk Deven membelai lembut pipi Anneth. Tapi Anneth tidak menjawab, hanya semakin menyandarkan kepalanya pada bahu Deven.

"Aku gak suka sama suster lipstick merah tadi" gerutu Anneth tiba-tiba saat baru duduk di dalam mobil.

Deven melongok tak paham maksud Anneth " Siapa sayang?", tanyanya.

"Itu yang tadi matanya mau lepas liatin kamu terus" sambungnya melipat kedya tangannya di depan dada.

"Suster Hana ?" tanya Deven hati-hati.

"Bukan ih yang satunya yang lipsticknya kayak habis makan ayam hidup" protes Anneth.

"Oalah Suster Denti ? Ya ampun sayang aku kan gak ada kontak sama sekali tadi sama dia, kok kamu masih marah" jelas Deven.

Anneth melirik Deven sebentar, lalu meluruskan kembali pandangannya. "Ya emang kamu enggak, kan tdi aku bilang dia yang genit." bantahnya terdengar kesal.

"Yaudah-yaudah jangan marah lagi ya" bujuknya lembut membelai rambut Anneth.

Deven terkejut saat tangannya ditepis mentah-mentah oleh Anneth. "Aku gak marah sama kamu, gak ngerti banget sih" kesalnya.

Salah aja teros Dev, Dev...

Deven hanya menghela nafas penuh kesabaran dan melajukan mobilnya sebelum macan betina semakin mengamuk karena kelaparan.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang