(47) Pembuktian

6.2K 315 101
                                    

Haluuu....
Ketemu lagi ders, mumpung lagi sempet bikin part dan update. Nanti kalo pas padet dan gak sempet bisa hibernasi kaya kemarin ders..

Harap maklum

* * * * *

Langit sore yang abu-abu yang basah sudah mulai menggelap. Dingin dan gemericik kecil air juga masih setia terdengar samar di telinga. Anneth menyudahi obrolan sorenya bersama dua laki-laki bijak di matanya.

"Masuk kak maghrib" tegur Anneth saat tau Deven belum juga beranjak dari bangku yang ada di balkon.

"Iya sayang" jawabnya menurut ikut masuk, begitu pula Friden. Anneth sudah masuk ke kamarnya meninggalkan Deven dan Friden yang masih bercengkrama saat menuju kamar mereka.

"Padahal yang diingetin Anneth tadi gue bukan lo tau nyet" samar-samar Friden memulai perdebatan nirfaedahnya dengan Deven.

Pletakk...!!!

Sentilan perih sudah mendarat di kening Friden. "Lo siapa sih den jelas-jelas Anneth calon bini gue. Gak bakal ada yang bisa jadi pebinor gue mah" sombongnya sambil terus memiting leher Friden.

Anneth hanya menggeleng mendengar tengkar receh keduanya. Senormal apapun Friden pasti tetap akan mengeluarkan sisi recehnya saat bersama Deven ataupun Clinton. Sepertinya hal yang perlu dikaji lanjut adalah siapa virus utama dari pertemanan mereka Deven atau Clinton.

"Kak Uwa ngapain sih di kamar mulu dari tadi?" tanya Anneth meligat Nashwa duduk di tempat tidurnya.

"Gak tau nih kepala agak berat" keluhnya memijit pangkal hidung mancungnya.

Anneth langsung menghampiri Nashwa meraba dahi saudara perempuan kesayangannya. "Kak Uwa sakit ya ? demam ?" tanya Anneth yang tak mengerti hal-hal penyakit.

"Gak demam kok cuma pusing aja , lagian di luar kan dingin banget makanya kakak di kamar aja" jelas Nashwa.

Anneth terlihat mengangguk percaya, baginya Nashwa itu lebih tau tentang kesehatan dibanding dirinya yang lebih paham tekstur kain. "Yaudah habis shalat kita langsung makan ya , nanti Anneth minta Kak Deven buat periksa kakak deh" ujarnya diangguki saja oleh Nashwa.

Selepas keduanya selesai memanjatkan kalimat-kalimat doa dan harapnya kepada sang pencipta, Anneth bergegas menggandeng Nashwa menuju meja makan. "Kak Uwa duduk aja , biar Anneth yang bantuin Bi Tati" titahnya mendudukkan Nashwa di salah satu kursi.

"Bibi cantik..." sapa Anneth ramah kepada Bi Tati.

"Eh neng, ini makan malamnya udah siap" kata perempuan berusia 50 tahunan itu.

"Bibi masak apa nih sedap banget wanginya" Anneth tidak sungkan merangkul pelayan villa keluarga Deven itu.

"Masak sup non, sama seafood juga kesukaan den Deven. Mudahan non Anneth juga suka" jawab Bi Tati sambil mengelap piring di depannya.

"Ya pasti suka dong bi, masakan bibi nih kalo ikut lomba di tv beeuuuh.... jurinya bisa minta nambah terus. Sini bi Anneth bantu bawa ke meja" ujar Anneth.
Anneth memang tipikal orang yang mudah dekat dengan orang baru dan tidak pernah menilai orang dari status sosial. Baginya semua makhluk tuhan itu sama-sama harus diperlakukan dengan kasih.

"Kak, kakak bawa alat periksa gak ?" tanya Anneth saat mendapati Deven dan Friden menuju meja makan.

Seketika raut wajah Deven berubah tegang. "Kamu sakit sayang ? gimana apa yang dirasain ?" paniknya segera mendekat ke Anneth yang baru saja meletakkan sepiring udang saos padang di meja.

"Bukan aku sayang, Kak Uwa itu katanya kepalanya sakit" jawab Anneth menahan tangan Deven. Nafas lega segera berhembus dari bibir Deven.

"Kenapa wa ? Kamu gak makan ya tadi siang ?" tanya Friden memijat tengkuk Nashwa dengan perlahan.

Damn you, doctor !!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang