Siang dan malam yang memberatkan beban yang deven tanggung. Bahunya masih berguncang meski tidak terdengar isakannya. Tapi ia masih menunduk tergugu sangat terpuruk.
Semua hening, hanya detik jarum jam yang sejak tadi berisik. Hingga akhirnya suara ketukan langkah kaki terdengar jelas. Langkah kaki anneth menuju meja makan yang semula ia hias rapi.
Taaak...
Bunyi korek api beberapa kali dinyalakan, kembali menghidupkan lilin di meja. "Makan dulu ton, zar, dev" panggil anneth dari meja makan.
Clinton masih menatap sahabatnya yang tergugu dalam diam. Sedangkan zara terperangah heran melihat tindakan anneth yang seakan tak memedulikan kondisi deven.
"Neth..." panggil zara.
"Makan dulu zar, gue tau lo juga laper nungguin mereka pulang" sahut anneth.
Zara menggeleng melihat anneth yang tampak lebih menyayangi hasil masakannya dibanding deven. Apa anneth tidak tahu bahwa deven sedang berada di titik terendahnya ?
"Neth, lo gak waras ?" tegur zara kembali meski lengannya sudah ditahan oleh clinton.
"Iya kayanya gue gila setelah nunggu berjam-jam di meja makan" timpal anneth tanpa peduli.
Deven sudah meremas tangannya kuat-kuat. Ia beranjak dari tunduknya , melangkah cepat meraih piring yang ada di deoan anneth.
Praaaakk....!!!
Pecahan kaca berserak dimana-mana. Deven baru saja melemparkan piringnya ke tembok. Semua kembali hening, bahkan anneth sampai memejam rapat dan kaku. "Biar gue sekalian ternilai brengsek di mata lo neth" ucapnya tandas kemudian pergi menuju kamarnya.
Emosi deven sudah kalap tidak bisa lagi ia bendung. Tingkah anneth benar-benar diluar dugaan. Deven paham ia salah tidak sempat menghubungi anneth atas keterlambatannya anneth. Tapi apakah nyawa Ibunya Airish bisa ditukar dengan sepotong tenderloin ? Tentu saja tidak.
Deven sudah tidak bisa menahan kekecewaannya yang meledak saat anneth seolah mementingkan masakannya dibanding menguatkan deven. Tidak mungkin anneth tidak paham apa yang menimpa deven. Sedangkan zara yang tidak lebih pintar darinya dapat menangkap makna hanya dari satu kata jawaban dari clinton.
Brraaak...!!!
Anneth sempat terhenyak nafasnya mendengar suara bantingan pintu kamar deven. Sedangkan deven langsung menuju kamar mandinya membersihkan diri dan ingin segera meluruh di kasurnya.
"Neth..." zara mendekat mengusao bahu anneth. Anneth tidak menangis, tetapi tatapannya hampa ke depan.
"Kenapa jadi gue yang salah ?" gumamnya lirih.
Zara masih mengusap bahu anneth. "Bukannya lo salah, tapi tadi situasinya lagi kurang pas kalo reaksi lo gitu neth" jelasnya lembut menarik kursinya di dekat anneth.
Anneth menunduk menopang kepalanya dengan kedua tangannya. "Lo liat kak clinton yang biasa tengil aja bisa selemah itu neth. Ini berarti mereka lagi ada masalah besar" ujarnya halus.
Anneth melirik ke arah zara seakan meminta penjelasan lebih. "Lo gak liat baju mereka banyak noda darah? Mereka baru ngelewatin sesuatu yang berat neth. Lo kan udah lama jadi pasangan kak deven masa gak ngerti gesturnya tadi?" kata zara membuat anneth tertohok dalam.
Apa iya yang zara katkan itu benar? Apa iya ini perihal anneth yang tidak mengerti deven?. Anneth tahu deven pulang dengan keadaan tidak baik-baik saja. Tapi memangnya apa anneth juga baik-baik saja menunggu berjam-jam ? Begitu pikir anneth tadi.
Malam itu, selesai membersihkan badan , deven langsung menuju kasurnya. Hanya itu yang mengerti deven saat ini, selain clinton. Sedangkan anneth terbaring di kamar tamu bersama zara, namun pikirannya tak tenang memikirkan mengenai tindakannya yang dianggap salah.
"Tidur neth, besok kita ada meeting sama model-model yang mau pake rancangan kita" tegur zara dengan suara yang sudah setengah tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn you, doctor !!!
Teen Fictiondr. Deven Putra Tanuwijaya Seorang dokter muda idaman semua pasang mata kaum hawa. Muda, tampan, cerdas merupakan daya tarik utamanya. Tidak hanya perempuan muda yang selalu berdecak tiap melihat kharisma dirinya yang menguar. Bahkan anak kecil pun...