Chapter 128

6.1K 393 144
                                    

Selamat malam, Jones 😂
Lapak saya tiap malam minggu seperti wajib diupdate untuk mengurangi kesepian kalian ya 😅

Happy reading 😊

Tok tok!

Morgan mendongak ketika pintu ruangannya diketuk dari luar. "Masuk."

Edgar masuk ke ruang kerjanya dan segera berdiri di depan meja, rautnya tampak sedikit tak enak dilihat. "Tuan, di botol itu tidak ada sidik jari nyonya Anne. Sudah bisa dipastikan itu bukan milik nyonya, Tuan."

"Sudah tahu siapa pelakunya?"

"Kami mencocokkan sidik jari yang ada di botol itu dengan semua penghuni rumah. Hanya ada sidik jari saya, Anda dan pelayan yang menemukan obat itu. Beberapa sidik jari bukan dari orang dalam."

"Lalu?"

"Kami sedang memeriksa CCTV yang ada di dapur tapi keberadaan laci di mana obat itu ditemukan tidak sepenuhnya tertangkap CCTV karena berada nyaris di bawah CCTV, Tuan. Kami akan segera melapor jika sudah mendapat perkembangannya. Interogasi terhadap semua pelayan juga sedang berlangsung, Tuan."

"Jangan hanya pelayan, interogasi semua bodyguard juga tukang kebun. Jangan lewatkan satu pun."

"Baik, Tuan."

Morgan mengepalkan tangannya. "Ini berita baik atau buruk?"

"Maaf, Tuan?" tanya Edgar tak mengerti.

"Aku sudah terlanjur menghukum Anne. Tapi aku juga senang karena Anne tidak mengecewakanku."

"Maaf, Tuan, apa tidak sebaiknya Anda segera menemui Nyonya?"

Morgan menghela napasnya dan keluar dari ruangannya begitu saja untuk menuju kamarnya.

Morgan terkejut ketika pintu kamarnya di
kunci dari dalam.
"Anne!"

"Morgan! Tolong aku!" teriak Anne dari dalam kamar.
Morgan refleks mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga bahkan menendangnya berkali-kali.

Edgar yang mendengar keributan itu segera datang dan tanpa bertanya ikut membantu Morgan mendobrak pintu.

Akhirnya pintu terbuka dengan debuman keras.
Morgan juga Edgar sangat terkejut ketika mendapati seorang pelayan yang menodongkan sebuah pisau ke leher Anne.
Ujung pisau yang tajam itu sudah menempel di leher Anne dan Anne tak berani bergerak sedikit pun. Ia sudah merapat di sudut ranjang dan tak bisa menghindar lagi karena ikatan Morgan.

Morgan mencoba menguasai situasi. Ada bekas darah di leher Anne dan sepertinya sayatan itu tidak disengaja.
Morgan mendapati tangan pelayan itu yang bergetar sembari memegangi pisau dengan erat seolah ia bisa kehilangan pisaunya kapan pun.

Morgan menyimpulkan satu hal penting.
Wanita yang delapan tahun lebih tua dari Anne itu tak berani membunuh. Apalagi matanya yang berkaca-kaca.

"Morgan, tolong aku," ucap Anne begitu lirih. Ia ketakutan.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Morgan dengan nada yang begitu tenang dan terkendali. Jelas bertolak belakang dengan perasaan Morgan sebenarnya yang sangat mengkhawatirkan Anne. Morgan sangat takut pisau itu tak sengaja melukai istrinya.

Wanita itu semakin gemetar di tempatnya. Ia bahkan tak berani menatap Morgan.

"Kau tahu aku bisa membantumu, jadi jauhkan pisau itu dari Anne dan bicaralah." Morgan hafal orang-orangnya dan dia tahu pelayan itu sudah lama bekerja dengannya.

Brukk!
Wanita itu bersujud di lantai dengan menangis keras. "Maafkan saya, Tuan. Saya tidak berniat mencelakai Nyonya. Saya mohon, ampuni saya, Tuan." Pelayan itu menggosok-gosokkan kedua tangannya di atas kepalanya memohon ampunan Morgan dan berharap Morgan bisa membantunya.

PSYCHOPATH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang