Chapter 107

6.1K 431 93
                                    

300 komentar bonus 1 chapter😆

Gak mau komentar? Gak suka nunggu 300 komentar?
Mau unlibrary?
Mau unfollow?

Terserah😝😝

Aku gak pernah maksa orang buat baca ceritaku ya. Mau baca, syukur. Enggak ya gak masalah.

Karena selera bacaan tiap orang itu beda.

Makasih yang udah menyatakan cintanya dengan komen pedas, aku tahu itu cuma kecewa aja karena aku gak segera publish 😂😂

Dan lebih makasih lagi buat yang ngebelain. Kiran udah kuat kok sekarang. Komen2 begitu mah gak ada apa2nya😂

Happy Reading😍

Setelah berbicara pada mamanya, Key masuk ke kamarnya untuk memberi pengertian pada suaminya yang tersinggung dengan ucapan Dina tadi.
Key melihat Bisma yang sedang berdiri di balkon dengan satu batang rokok menyala di tangannya.

"Bisma."
Tak ada jawaban.
Key berjalan perlahan melewati pintu balkon dan Bisma segera mematikan rokoknya. Semarah apa pun ia sekarang, Bisma takkan membahayakan bayi mereka dengan asap rokok.

Key menggenggam kaos belakang Bisma, ia ingin langsung memeluk Bisma agar Bisma tenang tapi Key takut Bisma akan menolaknya nanti.

"Lucu sekali," gumam Bisma seraya menumpukan kedua sikunya pada tembok pembatas balkon.
"Mama tidak bermaksud seperti itu." Key semakin kuat memegangi kaos Bisma.

"Lalu?"
"Mengertilah kekhawatiran mama, Bis."
Bisma tersenyum sinis. "Kau menyuruhku mengerti sedangkan orang tuamu jelas meragukanku? Apa mereka pikir aku akan membunuhmu atau bayi kembar kita?"

"Bisma..."
"Masuklah. Udaranya mulai dingin."
"Mama hanya takut kejadian itu terulang."

Bisma membalik tubuhnya dengan kasar hingga pegangan Key di punggungnya terlepas begitu saja. "Apa kau juga sedang ikut meragukanku?" tanya Bisma tajam.

Key menggeleng cepat. Membalas tatapan Bisma dengan berani. Ia tak ingin Bisma salah paham jika ia menunduk. Key tak ingin Bisma merasa ia takut pada suaminya sendiri.
"Bisma, jangan egois. Jangan menyuruhku memilih antara kamu atau mama." Key mulai berkaca-kaca.
"Aku tidak menyuruhmu memilihku."

"Bisma." Key menyentuh jemari kanan Bisma dengan lembut. "Jangan seperti ini. Mama hanya bermaksud ingin membantu merawatku-"
"Karena dia sedang meragukan-"
"Bukan! Mama menyayangiku. Itu alasannya. Kudengar seorang wanita hamil seharusnya memang didampingi ibunya atau ibu mertuanya saat merawat anak pertama mereka. Mama hanya-"
"Aku sudah menyewa 3 orang baby sitter untukmu, Key. Untuk terus memantau keadaanmu, untuk persiapan persalinanmu, untuk membantu kita mengurus babies nanti. Apa itu tidak cukup? Katakan kau ingin berapa orang lagi untuk membantumu nanti."

"Beda, Bisma. Itu berbeda. Ya Tuhan, kenapa akhir-akhir ini kamu selalu mempermasalahkan hal sepele sih?"
"Persetan!" ucap Bisma tanpa sadar dan itu mampu membungkam Key seketika.

Mereka saling menatap. Key mencoba memasuki netra kelam suaminya yang sedang terselimuti emosi. Ia menghela napasnya.
"Ibu Rosa tidak bisa membimbingku sebagai calon ibu, jadi apa salahnya jika Mama Dina yang melakukannya? Aku butuh sosok ibu untuk hal ini, Bisma. Bukan orang-orang yang kau bayar, aku ingin seseorang yang membimbingku dengan benar-benar tulus. Aku sama sekali tidak meragukanmu dalam menjagaku juga babies. Tapi naluri seorang ibu-"
Bisma membawa Key ke dalam dekapannya. Tak perlu lagi mereka memperpanjang perdebatan ini. Bisma mengaku salah. Ia memang sangat mudah tersinggung akhir-akhir ini.

Key tersenyum lega dan membalas pelukan hangat suaminya walau sedikit terhalang oleh perut besarnya.

"Maafkan aku, Sayang," gumam Bisma sembari mengusap rambut coklat istrinya. "Maafkan aku."
"Bisma, jangan seperti ini lagi. Aku tahu akhir-akhir ini kamu sangat sensitif karena kehamilanku. Tapi bisakah kamu menyingkirkan egomu sedikit lagi? Aku selalu berdebar ketika harus mencari kalimat yang tepat untuk membuatmu paham."

PSYCHOPATH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang