Chapter 141-END

19.9K 909 595
                                    

Baca sampai bawah ya

Happy reading 😊

Langit mulai gelap. Para pelayat berbaju hitam satu persatu meninggalkan tempat peristirahatan terakhir terelit di ibu kota.

Bisma masih menatap langit yang tak menjanjikan kebahagiaan malam ini. Suasana mendung sangat mendukung perasaannya saat ini.
Kaca mata hitamnya menutup sempurna kesedihan di matanya.
Hingga sebuah jemari hangat menyatu dengan jemarinya, membuat Bisma menoleh pada sang istri kemudian tersenyum lembut.

"Ucapkan salam terakhir pada ayah. Setelah itu kita akan pulang," ucap Key dengan suara halusnya.

Bisma mengangguk kemudian membalik tubuhnya untuk menatap foto ayahnya. Pria itu memejamkan matanya dan memanjatkan doa dan beberapa kalimat terakhir untuk sang ayah.
Key berdiri di sebelahnya, ikut memejamkan mata untuk mengamini doa Bisma.

Setelah cukup, Bisma menoleh ke arah Key kemudian mengusap sisa air mata istrinya. "Ayo." Bisma menggandeng jemari Key untuk keluar dari pemakaman itu.

Kedua orang tua Key menunggu mereka di depan mobil bersama John dan Edgar. Edgar mengatakan bahwa Morgan dan Anne tidak bisa datang karena masih ada di Maldives. Tentu saja Edgar berbohong karena perintah Morgan. Di saat seperti ini sepertinya mustahil Morgan dan Anne bisa datang bersama.

Bisma dan Key akan mengantar Dina dan Dion ke bandara karena urusan mereka di Indonesia sudah selesai sedangkan Edgar akan ke tempat Anne untuk mengantarkan beberapa barangnya.
*
*
*
Puas menangis 4 jam di makam kedua orang tuanya, Anne pulang dengan mata sembab juga perut kelaparan. Tak peduli pada perutnya yang mulai perih, Anne langsung menjatuhkan dirinya di ranjang dengan posisi tengkurap.

Beruntung Anne masih membayar seorang perawat rumah yang datang seminggu sekali hingga ia bisa menempati rumahnya tanpa harus membersihkannya dulu.

Wanita itu mencari-cari ponselnya tapi ia baru ingat ponselnya tertinggal di rumah Morgan.

Anne menenggelamkan wajahnya di bantal, menyesali beberapa hal yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini.
Jika saja kemarin ia tak termakan rayuan sialan Morgan, mungkin lukanya tak akan separah ini. Jika saja Anne tak memberi maaf pada Morgan dan kembali percaya, mungkin hatinya tak sehancur sekarang.
Menikmati kesakitannya seorang diri saat tahu Morgan bercinta dengan wanita lain seharusnya membuat Anne membuka matanya lebar-lebar bahwa Morgan bukan pria yang pantas mendapatkan kesempatan kedua darinya.

Anne kemarin sudah remuk tak berbentuk lalu mengambil risiko dengan kembali pada Morgan dan berkeyakinan Morgan mampu menyembuhkan lukanya. Tapi nyatanya luka itu tambah menganga sebelum selesai diobati.

Pintu yang diketuk dari luar membuat Anne mengangkat wajahnya dari bantal dan berjalan ke pintu untuk membukanya. Ia menduga jika itu adalah anak buah Morgan yang mengantarkan barangnya.

Anne tersenyum ketika membuka pintu. Ada Edgar bersama 2 orang bodyguard juga 2 pelayan wanita di sana.

"Nyonya—"
"Terima kasih. Letakkan saja di sana," potong Anne sebelum Edgar melontarkan basa-basi untuk menghangatkan suasana dingin di antara mereka.

"Baik, Nyonya."

Anne hanya menatap kosong pada mereka yang membawa masuk barang-barangnya kemudian menerima ponsel dari Edgar. Wanita itu bertanya paspornya dan Edgar menyerahkannya dari kotak berisi beberapa dokumen milik Anne.
Hati Anne tercubit melihat paspor di tangannya. Morgan sama sekali tak menghalangi atau mempersulitnya untuk pergi.

Edgar menatap Anne sekali lagi. "Izinkan kami membantu merapikan barang-barang Anda, Nyonya."

Anne menggeleng. "Tidak perlu. Aku akan segera kembali ke London. Jadi barangnya tidak perlu ditata lagi."

PSYCHOPATH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang