Chapter 140

8.4K 442 191
                                    

Happy reading 😊

Pagi itu, Anne tak bisa kembali tidur. Ia menikmati luka di hatinya seorang diri sampai terdengar kicauan burung pagi.
Saat melihat ponselnya, Anne mendapati jam menunjukkan pukul 6. Wanita itu segera beranjak untuk mandi dan pergi ke meja makan. Ia sangat lapar karena semalam dalam keadaan terjaga.

Nihil, suaminya belum ada di sana.

Ia duduk terdiam di kursi yang sudah dihidangkan banyak sarapan yang menggugah selera. Di kepalanya terdapat banyak tanda tanya tentang Morgan.
Wanita itu menggelengkan kepalanya untuk mrngusir pikiran buruknya pada sang suami. Anne kemarin sudah memutuskan untuk memberi Morgan kesempatan jadi ia akan percaya pada Morgan.
Mungkin Morgan sedang banyak masalah di kantor dan tadi malam ada aroma alkohol dari tubuhnya. Anne yakin mereka akan segera baik-baik saja.

Setelah setengah jam berlalu, Anne mendengar suara langkah yang sangat familiar untuknya menuju ruang makan.
Wanita itu berdiri dengan riang dan menyambut kedatangan Morgan yang sudah rapi dengan setelan jasnya.

"Kita akan ke mana? Aku memakai dress dari Key. Katanya aku harus bisa lebih feminin saat pergi denganmu." Anne memutar tubuhnya di hadapan Morgan. "Bagaimana?"

Morgan hanya mengangguk kecil tanpa ekspresi. "Kita pergi sekarang."

Anne menahan pergelangan tangan Morgan yang sudah melangkah hingga Morgan kembali menatapnya. "Kita tidak sarapan dulu?"

"Kamu bisa makan dulu, aku akan menunggu di mobil." Morgan melepaskan tangan Anne dari pergelangan tangannya lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Anne menggelengkan kepalanya di belakang Morgan. "Aku tidak lapar. Kita bisa pergi sekarang," ucapnya sembari menggigit pipi dalamnya.

Mereka memasuki mobil yang sudah siap dipakai dengan Edgar sebagai sopirnya.

Anne ingin suasana di antara mereka mencair, tapi itu sungguh mustahil karena Morgan hanya menatap ke luar jendela juga posisi duduk yang menjauhi Anne.

Anne menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan mata terpejam karena air matanya sudah berlomba ingin keluar. Bisa saja Anne berteriak pada Morgan agar tak memperlakukannya sedingin ini tapi nyali Anne langsung menciut setiap menatap mata Morgan yang tak lagi terdapat kehangatan untuknya. Sama sekali.
Jelas statusnya adalah istri Morgan, tapi perlakuan pria itu seperti membatasi mereka dengan jarak yang begitu jauh. Morgan membuat mereka menjadi asing hingga Anne merasa ia tak berhak lagi.

"Edgar."
"Iya, Nyonya."
"Pinjami aku pistolmu."

Edgar terkejut dan melirik kaca depan untuk melihat apa yang terjadi di belakang. Raut Anne sangat menyedihkan saat membalas tatapannya dari kaca. Tapi Morgan tampak diam saja di posisi awalnya. Tidak menunjukkan reaksi apa pun. Jadi Edgar memilih kembali fokus pada jalanan di depannya.

Diam-diam Anne mengembuskan napasnya agar emosinya lebih terkontrol. Selain itu, Anne merasa ia tak bisa menangis di hadapan Morgan. Bukan karena kehebatan Anne menahannya, hanya saja Anne tak ingin mengambil risiko terparah jika ia menangis. Anne takut, Morgan sama sekali tidak akan peduli pada air matanya. Anne tak siap untuk itu. Apalagi saat Morgan bahkan tak peduli saat ia berniat meminjam pistol Edgar. Harga dirinya dilukai.

Kemudian pikiran konyol melintasi kepala Anne. Morgan beberapa hari lalu berulang tahun, mungkinkah Morgan mengerjainya?
Mungkinkah Morgan sedang menyiapkan kejutan untuknya?
Mungkinkah sikap dingin Morgan sejak kemarin hingga Morgan mencekiknya adalah bagian dari kejutan ini?

Anne berharap pikirannya benar.

"Morgan," panggil Anne pelan seraya mendongakkan kepalanya ke samping.

PSYCHOPATH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang