22. Bolos

3.1K 108 0
                                    

"gila Lo beb, nekat amat nikung si Lydia" komentar Vio ketika mereka berjalan untuk kembali ke kelas

"Lagian jadi cewek sok cantik banget" Baby tersenyum sambil memainkan ponselnya

Di depan toilet, Lydia tengah berkacak pinggang bersama Vera dan Maudi. Baby hanya melirik sekilas lalu tertawa secara tiba tiba yang di Tatap dengan tajam oleh Lydia.

"Lid" panggil Baby ketika Lydia sudah melangkah pergi.

Lydia menoleh, melirik Baby dengan tajam.

"Pacar Lo boleh juga" teriak Baby yang membuat Vio dan dirinya tertawa bersama.

Lydia tidak banyak menanggapi dia langsung berjalan pergi tanpa meladeni omongan Baby. Yah, karena Manik tengah menunggunya didepan kelas.

"Bolos kuy"

Tiba tiba Vio mengerem langkahnya, dia menoleh kanan kiri.

"Sekarang?" Tanyanya memastikan

"Tahun depan. Ya sekarang lah"

Vio diam sejenak. Mungkin tengah berfikir, keputusan mana yang harus dia ambil. Mengikuti pelajaran biologi yang membosankan atau ikut membolos dan menambah daftar hitam di catatan BK.

Biologi, duduk mendengarkan pak Heriyat yang super duper mesum. Seluruh pembicaraannya akan mengarah ke hal mengenai mesum. Katanya edukasi tapi edukasi setiap jam yang isinya selalu mengenai hal hal yang tidak disenangi kaum perempuan

Tidak, itu keputusan tidak tepat.

"Kuy" Vio menarik sudut bibirnya

"Ambil tasss"

Baby dan Vio bergegas ke kelas sebelum ketahuan guru, dia membawa tas ransel diatas pundak. Mereka menuju ke belakang sekolah dimana pagar yang paling pendek berada, pagar ini adalah satu satunya pagar yang tidak diberi kawat kawat besi, dan temboknya pun tidak terlalu tinggi.

"Lo lompat duluan apa gue?" Tanya Baby yang sudah mengangkat roknya

"Lo dulu aja"

Baby langsung memanjat kursi lalu naik keatas dibantu dengan dorongan dari tangan Vio.

"Ati ati Beb" kaya Vio memperingati

"Bentar dulu, rok gue nyangkut" Baby menarik roknya yang sedikit tersangkut di salah satu paku yang ada diatas tembok.

Happ

Baby berhasil turun dengan melemparkan tasnya terlebih dahulu. Disusul Vio yang melakukan hal yang sama, Vio sudah berada diatas tembok.

"Lempar dulu tas elo" ujar Baby memberitahu.

Brukk

Tas ransel berwarna hitam itu sudah mendarat didepan Baby. Giliran Vio yang terjun kebawah.

"Beb gue takut" kata Vio ragu ragu ketika hendak turun

"Tinggal lompat aja sih. Susah amat" kata Baby menunggu

"Tinggi anjir, gue takut mati"

"Mati tinggal kubur Vio, buruan, pegel gue udahan"

Vio melirik kanan kiri, menarik nafas dan menguatkan diri untuk terjun kebawah. Sebenarnya ini bukan bolos pertama kali bagi Vio maupun Baby, namun ini bolos pertama yang harus melalui tembok, biasanya juga lewat gerbang depan. Berhubung kemarin Rindu memperingati sekolah untuk menjaga ketat Baby, jadinya susah lewat depan.

"Ngapain kamu"

Saat Vio berniat melompat. Tiba tiba suara dari Bu Adel terdengar nyaring hingga membuat Baby langsung tegang.

"Lompat" kata Baby meminta lompat Vio

Vio sudah hendak melompat. Tapi kaki sebelah kirinya dicekal Bu Adel dengan kuat.

"Gak bisa, kaki gue di pegang badak" teriak Vio dengan wajah pucat

"Turun" titah Bu Adel menarik narik kaki Vio

"Sory Vio, gue harus kabur"

Baby merampas tas Vio yang ada didepannya lalu berlari menjauh dari pagar sekolahan. Bodo, yang penting menyelamatkan nyawanya terlebih dahulu sebelum tertangkap oleh bu Adel yang lebih menakutkan dibandingkan setan.

Baby berlari sampai dijalan raya, jauh dari sekolahnya. Dia ngos ngosan, berhenti sejenak untuk mengatur nafas yang terengah-engah.

"Gila si Vio, kenapa gak di tendang aja sih Bu Adel nya" dia mengatur nafas

"Bolos tanpa temen tuh rasanya kayak makan Indomie tanpa bumbu"

Baby menegakkan tubuhnya, menoleh kanan kiri.

"Mau kemana nih gue, temen gak punya "

Dia melirik ke jam tangannya, sudah pukul dua belas lebih sepuluh menit. Seketika itu bayangan Ara terlintas dibenaknya.

Karena tidak memiliki tujuan, lebih baik dia menjemput Ara dan mengantarkan Ara ke perusahaan Adry, siapa tahu dengan kebaikannya itu Adry memikirkan kembali untuk memberi tumpangan hidup pada Baby.

Baby mencari taksi, meminta sopir untuk membawanya ke alamat sekolahan Ara. Tidak lupa juga, Baby mencampur isi tas Vio dengan isi tasnya, supaya tidak banyak bawaan.

Sampai di sekolahan, seperti dugaan Baby, Adry terlambat menjemputnya. Ara berdiri menunggu didepan pagar, menatap kaos kaki putih tingginya

"Hoy anak kecil" Baby melambaikan tangan kearah Ara.

Suara itu, suara yang sangat Ara kenal, Ara mendongak, menatap Baby dengan lengkungan senyum paling tulus yang pernah Ara temui.

"Tante bunda" Ara langsung berlari seolah itu adalah ibunya.

"Jemput Ara?" Tanya Ara berlonjak senang

"Ya dong" Baby buru buru menarik tangan Ara dan membawanya menaiki taksi.

Taksi itu yang akhrinya membawa Ara dan Baby menuju perusahaan Adry.

"Disuruh papa Tante Bunda?" Tanya Ara sambil melepaskan tasnya

"Enggak"

"Terus nanti kalau papa nyariin Ara gimana?" Tanya Ara dengan wajah polosnya

"Tenang aja, kita kan otw ke perusahaan papa lo"

Beberapa menit taksi itu berhenti didepan perusahaan Adry. Baby menuntun Ara, menuntun dengan menggenggam tangannya seolah itu adalah adiknya. Menaiki lift sambil sesekali bercerita dan tertawa. Sedekat itu rupanya hubungan keduanya.

"Ara" panggilan dari Sinta sekretaris Adry terdengar di lorong

"Siang Tante" sapa Ara ramah

"Siang kembali" Sinta melirik kearah Baby

"Gak ketemu papa ya, papa tadi jemput Ara" tukas Sinta tanpa menyertakan Baby dalam obrolan mereka.

Ara menggeleng "Ara dijemput tante bunda" katanya

Sinta mengernyitkan dahi, sempat heran karena yang di panggil Tante Bunda adalah orang yang tidak Sinta kenal dan baru beberapa hari ini ditemui Sinta.

"Ra, masuk yuk" Baby langsung menarik tangan Ara untuk masuk kedalam ruangan Adry.

Membawa Ara dan ikut duduk menunggu kedatangan Adry. Baby tidak banyak menjelajahi ruangan, melihat dekor dekor yang rasanya sudah menjadi tidak asing untuk dirinya. Entahlah, sejak kapan Baby merasa dia mengenal Ara lebih dari siapapun. Merasa bahwa anak kecil yang tengah mengerjakan PR di depannya ini adalah anak yang harus dia jaga.

Sejak semalam atau hanya karena perasaan hutang budi karena Ara membantunya sembunyi dari Rindu dan Baskara.

"Lo gak pengen punya Mama?" Tanya Baby dengan suara lirih

Ara berhenti menulis diatas bukunya, dia menatap wajah Baby. Tatapan yang berbeda, ada tidak senang dan  terluka bersamaan

"Tante bunda Mama Ara cuman satu"
Ara langsung bangkit menutup bukunya dan memasukan kedalam tas.

"Lo marah? Kan gue cuman nanya" ujar Baby dengan suara meninggi

Ara hanya diam saja, diam dan keluar ruangan tanpa membawa tasnya.

First Love Duda (Squel BARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang