53. Bungkam

2.9K 120 3
                                    

Setelah tangisan Baby reda Adry membopong tubuh Baby keluar ruangan. Baby merangkul leher Adry dengan lemas, meski tangisnya mereda sakit hatinya tidak sepenuhnya hilang dengan sempurna.

Baby masih merasakan ujung tombak yang menancap dihatinya, sayatan belati bahkan sudah ikut mendeskripsikan betapa hancurnya hati Baby.

Tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Adry , bahkan untuk menjawab ungkapan perasaan dari Baby pun lelaki itu tidak melakukannya sama sekali. Sampai dimobil, Baby didudukkan di kursi sebelahnya, kakinya sudah merah kebiruan sebentar lagi akan bengkak andai tidak mendapatkan perawatan .

Mobil itu perlahan membelah jalanan Denpasar, pergi kerumah sakit umum untuk mencari pengobatan. Sampai disana, Adry menggendong Baby dari belakang. Tidak ada kalimat apapun keluar dari sana, bahkan ketika dokter memeriksa Baby pun tidak ada percakapan yang keluar dari mereka, seolah keduanya memilih bungkam.

Kaki Baby harus di gips, mungkin butuh waktu beberapa hari untuk biasa sembuh, hanya terkilir sedikit tidak terlalu parah juga . Baby menggendong Baby lagi menuju kamar hotelnya, seperti bahu lebar lelaki itu selalu kuat untuk menompang tubuh mungil baby.

Baby di turunkan pelan pelan di kamar hotelnya, mata sembab, hidung merah mewarnai wajah Baby.
Adry tersenyum tulus, sangat tulus karena hatinya juga ikut tersenyum untuk mengatakan kalimat sederhana ini.

"Ini salep untuk kakimu, saya sarankan jangan bergerak terlalu berlebihan. Jangan beraktifitas yang bisa membuat kakimu tambah parah" peringat Adry.

Baby masih menunduk, menatap kaki kirinya yang di perban, meski dia sedang mengamati kain putih itu matanya yang berair perlahan lahan terjatuh.

"Saya pamit" ujar Adry berbalik badan.

Srek

Lagi lagi Adry tidak bisa bergerak barang selangkahpun. Hati dan tubuhnya seolah terkunci pada gadis ini. Baby memeluk Adry dengan perasaannya. Begitu tulus karena dia memejamkan mata saat memeluk pinggul Adry juga meneteskan butiran bening dimatanya.

"Gue sayang elo Om" kata Baby lirih dengan suara mendayu

Adry meremas tangannya sendiri, dia menarik nafas. Meyakinkan perasaannya sekuat tenaga. Tidak, baginya jatuh cinta dengan Baby adalah sebuah kesalahan, mengenalnya pun sebuah kesalahan.

Perlahan Adry melepaskan pelukan Baby dari pinggulnya. Adry berbalik,dia berjongkok, menompang segala kekuatan bahkan perasaannya dengan tumit. Ditatapanya wajah Baby yang sudah basah, rambut berantakan dengan air mata bercucuran.

"Dengarkan saya Baby" kata Adry sangat lirih

Kali ini Adry akan mencoba berbicara dengan Baby menggunakan hatinya, bagaimana pun gadis kecil seperti Baby butuh perlakukan seperti itu. Dia belum sepenuhnya mengerti tentang kehidupan apalagi mengenai hati dan perasaannya.

"Saya tidak tahu perasaan kamu ke saya itu apakah benar sebuah cinta atau hanya perasan kagum saja" Adry memegang tangan Baby dengan lembut

Gadis itu perlahan mengangkat kepalanya, menatap kedua mata Adry yang tajam, penuh dengan kesedihan dan selalu membuat baby jatuh cinta.

"Gak Om, Baby tulus suka sama om, Baby__" Baby berhenti ketika Adry sedikit menekan tangannya.

"Kamu tahu, saya sahabat papa kamu, saya seorang duda, punya anak satu, saya lebih tua dari kamu. Bagaimana mungkin, orang yang seharusnya jadi ayah kamu malah menjadi orang yang kamu sukai?" Adry menatap a
mata Baby dengan tulus "tolong fikirkan mengenai perasaan kamu, bisa jadi itu hanya perasaan kagum kamu ke saya, tidak lebih"

Adry harus mempertegas hubungan mereka, bagaimana pun perasaan kagum bisa tubuh menjadi suka dan Adry tidak mau hal itu terjadi, terlebih gadis didepannya ini anak dari sahabatnya. Bagaimana mungkin? Mengenal Baby adalah sebuah dosa yang besar dan untuk mencintai gadis itu, Adry tidak bisa memikirkannya.

"Om tapi__"

Adry sudah berdiri merapikan jasnya dan menatap mata Baby setegas l mungkin.

"Tolong jangan salah paham kan kebaikan saya menjadi sebuah perasaan untuk mu" kata Adry perlahan menjauh dengan hati nya yang remuk.

Adry keluar dari pintu kamar hotel Baby tanpa bisa dicegah, meninggalkan isak tangisan yang semakin menjadi, Baby berusaha mengejar namun sia sia saat pintu tertutup saat tubuhnya perlahan ambruk.

**

Jam sepuluhan Thea mengetuk pintu kamar Baby, gadis itu menyelinap masuk, ditatapanya wajah Baby yang sudah bengap dengan tatapan kosong.  Thea berjalan dengan perlahan, hampir terlihat mengendap endap kalau saja Baby tidak menoleh kearahnya.

"Lo kenapa Beb?" Tanya Thea ikut duduk di sisi Baby.

Baby tidak menjawab, menjatuhkan tubuhnya diatas kasur tanpa suara. Matanya menerawang jauh ke langit kamar, membayangkan mengenai ucapan Adry yang selalu terlintas di kepalanya.

Meyakinkan dirinya? Sudah sejauh apa Baby meyakinkan dirinya sendiri kalau perasaannya ke Adry bukanlah sebuah cinta namun hanya sebuah rasa penasaran saja. Sudah berapa kali Baby meyakinkan kalimat bahwa dia tidak akan bisa bersama lelaki itu? Sudah sekeras apa Baby menempa hatinya hanya untuk mengungkapkan sebuah perasaan ke Adry. Dan lelaki itu bilang, ini sebuah kesalahan dalam menjabarkan perasaan.

"Beb, jangan diem aja sih, gue jadi serba salah disini" Thea mengguncangkan tubuh Baby.

"The" panggil Baby tanpa bangkit

Thea menoleh, mengalihkan mata dari tatapan ponselnya.

"Salah gak sih kalau gue suka sama oom oom?" Tanya Baby masih menerawang jauh ke langit kamar

Thea terdiam sejenak, mungkin sedang memikirkan jawaban apa yang pantas untuk Baby.

"Gak salah sih Beb, gue juga pernah suka sama oom oom, suami orang bahkan" ujar Thea selanjutnya membuat Baby tersenyum meringis.

Ah salah memang jika menanyakan soal ini kepada Thea, si cabe cabean yang sering menjadi pelakor di rumah tangga orang.

"Lo bisa gak sih kasih gue saran sebagai orang dewasa, jangan sebagai cabe cabe an" cicit Baby akhirnya mendudukan tubuhnya.

Baby bersandar di dinding, meletakkan bantal di atas paha sebagai tempat sandaran siku tangannya. Matanya masih fokus menatap kearah Thea, menunggu gadis itu barang sedikit saja berfikir bijak.

"Gue gak tahu si Beb" Thea justru yang berganti tertidur terlentang, ditatapanya langit langit kamar penuh kekosongan.

"Yang namanya suka sama oom oom, apapun alasannya tetep aja salah sih" nada suara Thea terdengar melemah

"Apalagi sama suami orang, secinta apapun Kita ke dia, status kita gak lebih dari seorang pelakor, perusak, dan penggoda. Meskipun kadang kita gak sepenuhnya berniat merusak, kadang, suami dia yang kegatelan ke kita atau paling gak suami dia dan kita sama sama cinta" Thea menarik nafas "Salah beb, apapun status oom oom itu , Suka sama oom oom suatu kesalahan, dan butuh upaya buat ngebenarin kesalahan itu" Thea menatap Baby dari posisi tidurnya

"Lo dengerin gue gak sih beb?" Tanyanya

Baby tersenyum smirk, tidak menjawab barang sepatah pun kalimat Thea. Gadis didepannya ini sebenarnya benar, mencintai seseorang apalagi seorang duda memang sebuah kesalahan, dan tidak ada kalimat terbaik sekalipun rasa cinta untuk membenarkannya.

First Love Duda (Squel BARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang