39. Kampus Araba

2.8K 103 6
                                    

Baby sudah duduk disebelah Ardy, mengotak atik daksbor dan memainkan musik sesukanya. Adry tidak merasa risih dengan kehadiran Baby, tidak seperti pertama kali bertemu dulu. Adry hanya melirik apa yang tengah dilakukan Baby, tersenyum tipis karena tingkah anak disebelahnya.

Adry berhenti di kampus Araba. Kampus yang menjadi saksi dirinya pernah berjuang setengah mati. Baby mengikuti Adry dari belakang, seperti tengah mengikuti ayahnya.

"Kenapa disini?" Tanya Baby lirih

"Tidak apa apa" kata Adry terus berjalan hingga berhenti ke gedung fakultas kedokteran.

Baby menatap sekeliling, dimana bau obat obatan serta beberapa mahasiswa yang duduk dengan almamater di tubuh mereka. Adry menaiki tangga, lalu berhenti pada sebuah loker warna biru tua. Sepertinya loker ini sengaja di kosongkan. Adry meletakkan sebuah bunga didepan lokernya. Diam sejenak sambil menatap tulisan kecil yang tertempel di pintu loker

"Silvi Margareta" gumam Baby lirih.

"Dulu ini loker mendiang istri saya" kata Adry menjelaskan

"Oh" Baby hanya ber oh saja, dia masih tidak percaya kalau Adry akan kesini bukannya pergi ke makam istrinya.

"Kenapa Om pergi kesini bukannya kemakan istri Om?" Tanya Baby

"Makam istri saya ada di Bandung" jawab Adry "kalau saya rindu saya selalu menyempatkan kesini, setidaknya loker ini pernah menjadi saksi istri saya belajar" ceritanya sambil menatap arah loker dengan kosong.

Baby menatap loker yang tidak terkunci itu, menatap beberapa foto yang tertempel di pintu loker. Sedikit mengabur, dan sudah tidak jelas.

"Saya meminta pihak kampus untuk tidak menghilangkan loker ini" kata Adry bercerita lagi  "sejak saya lulus" lanjutnya

"Istri Om meninggal pas udah lulus kuliah?" Tanya Baby

Adry menggeleng "baru dua tahun yang lalu" katanya menjelaskan

Baby manggut manggut "terus kenapa loker ini masih ada?"

Adry menoleh Baby lalu tersenyum tipis "karena dia gak nyelesaiin study nya, dia harus berhenti kuliah karena masalah depresi yang dideritanya"

Baby menatap mata Adry, mata bulat tajam yang sedang memancarkan kesedihan. Baby tidak tega, sungguh. Lelaki sekuat Adry bisa memancarkan kesedihan melalui matanya. Meskipun bibirnya tidak mengatakan kalau dia tengah sedih.

"Saya meminta untuk tidak dipindah atau diganti, setidaknya nama istri saya masih ada di sini sebagai bagian mahasiswa sini" kata Adry dengan senyum getir.

Baby tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan, menghibur Adry atau diam saja mendengarkan. Baby juga tidak tahu apa yang dibutuhkan Adry saat ini, teman cerita atau teman menghiburnya.

"Ayo pulang" ajak Adry sudah lebih dulu berjalan.

Baby mengekori dari belakang, mengekori lelaki kekar didepannya ini. Adry tidak beranjak pulang, duduk ditaman dengan minuman cup yang dia pesan tadi. Baby duduk, menatap sekeliling yang sudah mulai sepi, matahari pun menggelincir kehilangan cahayanya.

"Kamu besok mau kuliah dimana?" Tanya Adry menatap lurus

"Gue?" Tanya Baby memperjelas apakah Adry bertanya padanya

Adry hanya mengaguk sebagai jawaban "ya" darinya.

"Masih belum difikirkan" kata Baby ikutan menerawang kedepan "Pengennya ke luar negri, tapi otak gue kayaknya gak sanggup deh Om"

Mendengar itu Adry tertawa renyah dan lirih meski begitu Baby mendengarnya.

"Kamu mirip teman saya" ceritanya

First Love Duda (Squel BARA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang