Yonggi tersedak sebagai reaksi spontannya. Terkejut mendengar ucapan Lisa. Dia buru-buru menghabiskan air putih yang diberikan oleh Jungkook. Namun Yonggi tampak masih terkejut karena dua baru mengetahui fakta Wendy akan pergi dari Korea ke Amerika. Hingga lamunan Yonggi kala Eunbi membuka suara.
“Yonggi,” panggilnya membuat Yonggi tersadar dari lamunannya. “Kau baik-baik saja?” sambungnya dan Yonggi berusaha tetap tenang, mengangguk. Walau jantungnya masih berdetak kencang dengan perasaan gelisah.
“Iya. Aku baik-baik saja,” jawabnya. Kemudian dia memandang Lisa yang tengah duduk di brankar bersama Jungkook disampingnya. “Tapi apakah yang dikatakan kau itu benar, Lisa-ssi? Wendy akan ke luar negeri? Pergi dari Korea ke Amerika?” tanyanya memastikan dan Lisa mengangguk.
“Dia mengatakannya kepadaku,” ujarnya setelahnya sukses membuat Yonggi panik. “Kemungkinan besar dia tidak akan kembali lagi. Aku kemarin sudah membujuknya agar tidak pergi. Dia tidak mau. Dia bisa saja tidak pergi. Tapi jika dia memang pergi, maka dia tidak akan kembali ke Korea,” sambung Lisa dengan raut wajah sedihnya.
Dia bahkan tak bisa membuat wajahnya tetap terlihat tenang. Yonggi sendiri juga tidak tahu kenapa dia bisa sepanik ini. Seharusnya dia tidak usah panik. Wendy ingin pergi kemana, jelas bukan urusannya. Malah seharusnya baik karena dengan begini Wendy tidak akan menganggunya dan keduanya bisa hidup tenang karena Wendy tidak mungkin akan terus mencintai Yonggi sampai dia mati.
“Yonggi, ada apa?” tanya Hoseok ketika menyadari raut wajah Yonggi berubah. Bukan hanya dia yang menyadarinya, tapi juga semua orang yang sekarang memandangnya.
Yonggi agaknya tidak menyadarinya atau memang dia tidak peduli dengan orang-orang yang tengah menatapnya. Sekarang pikirannya tengah berlarian kemana-mana. Yonggi sendiri menggeleng pelan—sebagai isyarat tidak ada apa-apa. “Tak apa. Hanya saja aku ada urusan. Aku permisi.”
Setelah mengucapkannya dengan terburu-buru, Yonggi lekas pergi setelah memberikan membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat. Dia bahkan berlari. Sangat terburu-buru. Whan dan Jae yang melihatnya lekas mengikuti pemimpinnya yang tampak panik. Sampai mereka keluar ruangan, keduanya melihat Yonggi yang terus mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan wajah gelisah, cenderung ke panik. Ini langka mengingat Yonggi selalu memasang wajah datar dan tenang, walau ada masalah. Yonggi akan selalu menyembunyikan ekspresinya dengan wajah tenangnya. Tapi sekarang wajahnya terlihat jelas gelisah.
“Yonggi-ssi, ada apa?” tanya Jae akhirnya. Heran karena Yonggi hanya berlari dan terus mengedarkan pandangan tanpa berbicara apapun sejak tadi.
Yonggi sendiri menoleh ke arah Whan dan Jae, sebelum berucap tegas, “Sekarang cari Wendy. Beritahu aku jika kalian menemukannya.”
“Wendy-ssi? Itu dia ada di belakangmu,” ujar Whan seraya menunjuk ke belakang Yonggi membuat Yonggi sontak menoleh dan menemukan Wendy tengah berjalan ke arahnya.
Yonggi terang-terangan menghela napas dengan raut wajah lega. Kemudian dia lekas berlari ke arah Wendy cepat membuat Wendy yang awalnya sedang mencari sesuatu di tasnya seraya berjalan terkejut ketika Yonggi berhenti didepannya, sangat terburu-buru. Wendy sampai menghentikan aktivitasnya dan menutup kembali tasnya dengan sebuah kotak di tangannya.
“Ada apa Yonggi-ya? Terjadi masalah?” tanyanya dengan kening berkerut.
Namun tak ada jawaban dari Yonggi. Yonggi hanya memandangnya lekat membuat Wendy lama-kelamaan tak nyaman juga. Aneh ada apa dengan Yonggi. Namun dia berusaha tetap tenang.
“Ah ya. Ini untukmu, Yon,” ujar Wendy dengan senyumannya, mengulurkan kotak yang dipegangnya kepada Yonggi. Yonggi memandang kotak itu dengan tatapan datarnya dan napas terengah karena sejak tadi mencari Wendy. “Ini hadiahmu. Aku memberikanmu jam tangan. Aku tak pernah melihat kau memakai jam tangan. Padahal kau itu bodyguard. Seharusnya kau memakai jam tangan untuk melihat waktu. Itu cukup penting.”
“Aku tak mau,” ujarnya sukses membuat mata Wendy melebar.
“Ya!” Raut wajah Wendy berubah menjadi kesal, senyumannya hilang seketika. “Kenapa kau menyebalkan sekali? Aku kan sudah membelinya. Bahkan ketika memikirkan mengenai hadiah, aku sampai pusing sendiri. Kau sekarang—”
“Jika aku menerimanya, kau akan pergi kan? Ke Amerika?” tanya Yonggi dingin sukses membuat mata Wendy kembali melebar terkejut. Terlebih tatapan Yonggi sangat serius. Tak terlihat bercanda.
“K-Kau tahu—”
“Kau tidak boleh pergi,” selanya.
“Yon—”
Wendy berhenti bicara dan kembali terkejut untuk kesekian kalinya ketika Yonggi mendadak menariknya dan memeluknya. Astaga. Apakah Wendy bermimpi? Lee Yonggi es batu itu memeluknya? Jika dia tidak bermimpi. Apakah Lee Yonggi sedang kerasukan? Atau jika tidak kerasukan, kepalanya terbentur? Aneh sekali. Tapi Wendy menyadari jika dia sangat menerimanya. Jantungnya berdebar kencang, wajahnya memanas dan pasti memerah. Kesenangan dirasakannya.
“Y-Yonggi-ya. Sebenarnya kau kenapa?” tanyanya gugup.
“Kenapa kau ingin pergi ke Amerika?” Yonggi malah kembali bertanya. Mengabaikan pertanyaan Wendy barusan.
Yang ditanya, menarik napas pelan. “Aku hanya mengabulkan permintaanmu. Kau ingin aku pergi. Ini kesempatan yang bagus. Aku juga bisa melupakanmu.”
“Kau tidak boleh pergi.”
Suara dingin itu melewati telinga Wendy sukses membuatnya terkejut untuk kesekian kalinya. Dia bisa merasakan pelukan Yonggi yang semakin erat. Apakah dia bermimpi? Lee Yonggi es batu itu melakukan ini kepadanya? Bahkan terang-terangan mengatakan jangan pergi. “Y-Yonggi—”
“Aku salah karena sudah membentakmu dan memperlakukanmu kasar. Tapi aku benar-benar tidak sengaja saat itu. Aku sedang gelisah dan cemas, kau datang, dan aku melampiaskannya kepadamu. Itu memang salah. Tapi jangan pergi, Wen. Kau menghindariku, itu hukumanku. Aku tak mengizinkanmu pergi.”
Wendy benar-benar merasakan jantungnya bisa saja bermasalah jika Yonggi terus memberikan hal-hal mengejutkan seperti ini. Seorang Lee Yonggi memeluknya, meminta maaf, tak mengizinkannya pergi? Ini benar-benar langka. Saking terkejutnya Wendy hanya bisa mematung dengan lidah yang terasa kelu—tak tahu harus bicara apa. Jantungnya juga berdetak dua kali lebih cepat. Sejak tadi. Sudah berpacu.
Wendy merasakan Yonggi melepaskan pelukannya, kemudian melihat tatapan Yonggi yang begitu tegas. “Kau tak boleh pergi. Aku tidak mengizinkanmu.”
“K-Kau sebenarnya kenapa?” tanya Wendy. Tak bisa menahan rasa penasarannya sekaligus kesal juga karena Yonggi seakan-akan mempermainkan perasaannya. “Kau yang ingin aku pergi. Ketika aku ingin mewujudkannya. Aku menganggumu kan?” tanyanya.
“Dulu. Sekarang tidak,” tegas Yonggi. “Aku tak akan masalah jika kau ingin melakukan apapun kepadaku untuk melampiaskan kekesalanmu, tapi kau tidak boleh pergi. Kau mengerti?”
Suasana hening sejenak karena Wendy tak kunjung menjawab. Tampak masih terkejut. Dia menelan ludahnya kala tatapan Yonggi benar-benar serius. Keduanya hanya saling berkontak mata. Hingga ketika Wendy hendak membuka suara. Sudah ada yang menyelanya membuatnya menoleh. Tepatnya karena suara tepukan tangan. Yonggi juga turut menoleh. Dalam hati menggeram kenapa saat suasana seperti ini ada yang datang dan memberikan tepuk tangan. Yonggi sedang serius. Wendy mungkin akan menolak kalau saja tidak ada yang menganggunya.
Ketika menoleh, keduanya menemukan teman-temannya sudah ada disana seraya menepuk tangannya. Lisa juga ada disana. Tadi pagi, memang Lisa sudah boleh melepaskan jarum infusnya karena keadaannya yang semakin membaik hari ke hari. Tapi Jungkook juga dengan sigap merangkul Lisa. Mengecilkan resiko Lisa yang mendadak terjatuh karena lemas atau mendadak tak ada tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life [LK]✅
RomanceJeon Jungkook, yang biasa dipanggil Jungkook adalah anak yatim-piatu sejak kecil. Jungkook menggantikan posisi Ayahnya sebagai CEO, karena Ayahnya yang meninggal beserta Ibunya dalam kecelakaan. Jungkook menikah dengan gadis bernama Lalisa Manoban...