Alhamdulillah (2)

536 17 0
                                    

Hampa.

Merupakan sebuah keadaan dimana kita takkan menemukan apapun didalamnya. Entah dalam dunia nyata hal itu ada, namun dalam perasaan kita itu semua hanyalah kosong. Layaknya luar angkasa yang memiliki ruang hampa, yang menjadi penghalang utama dalam menikmati berbagai keindahan angkasa raya. Kehampaan itu pula yang begitu sunyi membisu terasa begitu menusuk dadanya. Jiwa yang masih belum mengetahui keadaan sekitar akan tanda-tanda suatu kehidupan kecuali dirinya sendiri, membuatnya terasa seperti didalam lautan luas dimana ia tak memiliki sedikit pun air untuk dikonsumsi. "Tempat apa ini?" Tanya seorang lelaki kepada dirinya sendiri akan ketidak-tahuannya, dengan tempat yang membuatnya terasa terombang-ambing dalam kebimbangan dan ketidak-pastian.

Mas Imam...

Terdengarlah suara lirih yang masuk dalam ruang pendengarannya dengan begitu lembut. "Siapa yang memanggilku?" Tanyanya sambil mencoba mencari asal suara yang tak menampakkan pemiliknya. Matanya pun segera menyapu kesegala penjuru yang mengakibatnya seperti inti roda yang memutar-mutar di sepanjang titik putarnya.

Mas Imam...

Untuk ke dua kalinya ia masih belum mampu mendeteksi asal suara yang telah menyebutkan namanya. Namun dari kejahuan, ia mulai melihat sosok yang begitu kecil yang ada di depannya. Dengan harapan orang itulah yang memanggilnya, ia mulai berlari mengarah tepat pada seseorang yang tersamarkan dengan pakaiannya yang seragam dengan tempat itu, putih.

Warna yang menjadi warna dominan di tempat itu, terasa dapat menyembunyikan sosok yang memakai gaun serba putih menandakan ia bukanlah makluk sejenis seperti dirinya. Perlahan, ia mulai mengetahui jika seseorang itu adalah seorang wanita yang begitu cantiknya dengan pakaian putih bersih yang tak menghilangkan ciri khasnya sebagai seorang muslimah sejati. Langkahnya pun terhenti tak kala kedua bola matanya menangkap sesuatu yang tak asing baginya. "Ning Ulya." Serunya tak mengerti mengapa putri gurunya ini ada di tempat seperti ini. "Kenapa ning Ulya bisa ada disini? ini tempat apa?" Tanyanya langsung menceritakan segala hal yang sedari tadi menjadi bahan fikirannya.

"Mas Imam. Mas Imam harus terus berjuang untuk hidup." Pinta perempuan cantik itu memakai mimic muka yang sulit di mengerti olehnya. "Kehidupan mas imam masih panjang. Jangan pernah putus asa." Sambungnya menyemangati lelaki yang masih binggung dengan keadaan ini.

Mendapat support dari putri gurunya, tak membuatnya menghilangkan puluhan pertanyaan yang tengah menumpuk dibenaknya. Pernyataan yang begitu aneh dan tak masuk akal yang tiba-tiba di ucapkan oleh seseorang dari masa lalunya. "Maksud ning Ulya apa?" Tanyanya semakin tak tahu maksud dari arah pembicaraan yang terasa asing baginya.

Wanita ini pun hanya tersenyum manis tak meninggalkan sepatah jawaban kepadanya, selain sebongkah senyuman indah untuk seseorang yang ada di depannya. Bersamaan itu pula langkahnya mulai menjauh meninggalkan Imam yang masih terpaku mematung dengan kepiluannya. Dalam hatinya ia berharap, sekejap perjumpaan ini mampu membuat seseorang yang ia temui mampu menemukan kembali kebahagiaan yang telah hilang darinya.

Aku harus bertahan hidup?

Kenapa dia menanyakan hal itu?

Terlepaslah lamunan singkat yang sempat membelenggunya, tak kala ia mulai teringat akan kondisinya sekarang dan dulu, saat dia telah memutuskan untuk melakukan hal gila itu. Membuatnya harus memilih pilihan yang sangat menyesakkan dadanya. Dan pilihan pahit yang tak ia pilih, tengah ia dapati di depannya ini. Menyerukan hal-hal yang menurutnya sangat tak masuk akal. "Ning Ulya... maksudnya apa?" Teriaknya seraya berlari, mencoba mengejar seseorang yang telah jauh di depannya. "Aku minta maaf ning... maafkan aku..."

Kepalaku...

Sakit yang datang tak di undang bagai terhujam panah yang dilesatkan begitu cepat, membuatnya terasa begitu sukar tuk tak menghiraukan satu hal yang tengah ada di bawah hitam rambutnya. Kepalanya terasa begitu berat bagai menerima beban berton-ton besi tajam menghujam ke titik-titik syaraf otaknya. Hingga kesakitan itu pun menjalar ke mata yang sedari tadi terkatup, yang mulai berkunang-kunang membuyarkan segala pandangan di depannya. Pada akhirnya pemandangan yang tertangkap oleh matanya pun mulai memadamkan dan mengelapkan segala warna cahaya yang terbias oleh retina matanya.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang