Berakhir Sudah (2)

101 6 0
                                    

Akhirnya hari-hari menentukan dalam hidupnya pun telah terlewat. Kini, hasil kerja kerasnya akan di umumkan tiga bulan ke depan dari sekarang. Semangat yang kini mulai tumbuh menjalani hidup, terasa membuatnya ingin segera bangkit dan melangkah kedapan lagi. Walau kakinya kini tak dapat menginjakkan ke terjalnya dunia. Namun, semangat dari kedua orang tuanya, telah membuatnya bangkit dari lembah keterpurukan yang telah menyita sekian lama waktu berharganya.

Hari ini, kembali ia harus melakukan terapi rutinnya, agar ia mampu kembali untuk berjalan. Namun, kali ini ayahandanya tak dapat menemaninya di tempat terapi sampai selesai. Rapat kantor yang begitu mendesak, membuatnya harus rela di tinggal sementara oleh ayah tercinta.

Begitu sakitnya terapi yang ia jalani, tak memeadamkan api semangat yang ia sulut dalam gelap hatinya. Perlahan ia mencoba menapakkan ke dua kakinya di atas hamparan bumi. Kedua tangan yang bertopang kepada ke dua tiang yang terlentang. Mencambuknya agar segera dapat melangkah kembali.

"Bagus... Perlahan-lahan saja... Jangan memaksakan diri."

"Iya, dok."

Waktu pun berlalu dengan beratnya, meninggalkan setiap masa lalu yang takkan terulang kembali. Keringat perjuangan yang di titih, membuat semangatnya berkobar tak kenal putus asa. Menginginkan rasa geli di kaki, tak kala menginjak pasir pantai yang begitu dingin.

Akhirnya, selesai juga perjuangannya kali ini. Rasa puas terpancar jelas di wajahnya. Wajah yang berseri-seri ini pun mulai menampakkan keindahan yang sempat tertutup awan kesedihan. Kini, saatnya ia harus pulang kekediamannya. Dengan pertolongan dokter yang merawatnya, ia pun harus menunggu kedatangan orang yang tak kenal menyerah dalam mensupportnya di atas kursi rodanya di depan rumah terapi ini.

"Aduh, maaf ya rat. Dokter lagi ada rapat di dalam."

"Ngak apa-apa dok, Ratna berani seorang diri."

"Yakin?"

Ia pun mengangguk yakin melihat sang dokter yang begitu menghawatirkannya. Dengan berat hati, dokter itu pun meninggalkannya seorang diri di depan gedung terapi. Dari kejauhan, ia melambaikan tangan seraya memberi semangat padanya agar selalu berjuang tanpa kenal putus asa.

"Liontin... sekarang aku sudah bisa bangkit." Ucapnya lirih memandang benda yang tak pernah lepas dari dirinya dengan senyuman kegembiraan. "Pasti, aku akan bisa berjalan dan kembali untuk mencari pemilikmu." Sambungnya terbayang orang yang begitu ia cinta.

"Ratna.."

Terasa ada yang memanggilnya. Dan ia pun segera menoleh ke arah suara yang nampak tak asing di telinganya. "Tofa." Ucapnya kaget melihat lelaki yang telah lama tak ia jumpai.

Dengan mata bersalah. Lelaki ini pun memberanikan diri untuk meminta maaf kepadanya untuk kesekian kali. "Rat.. aku minta maaf atas ke salahanku selama ini." Pintanya berharap seraya mendudukkan dirinya di depan wanita ini.

"Masih pantaskah kamu menemuiku?" Tanyanya memandang dengan rasa kepedihan yang mendalam. "Sudahlah fa... Aku tidak mau membahasnya lagi." Ujarnya mulai mengayuh roda itu dengan perlahan.

Dengan cepat, ia pun mencoba mencegah kepergiannya. Kini dengan bersimpuh di depannya, seraya mencoba menghentikan laju kursi roda itu. "Rat, aku tahu aku itu salah. Maafkan aku yang telah memisahkanmu dengan Imam. Maafkanlah aku yang membuatmu sakit seperti ini. Aku sangat menyesal. Tolong maafkanlah aku."

"Ratna.."

"Bah.. cepat bawa Ratna pulang."

Beliau pun segera memenuhi keinginan putrinya, walau pun ada putra dari seseorang yang begitu akrab dengannya.

"Paman, tolong nanti dulu." Pintanya memegang tangan lelaki yang telah memegang krusi roda putrinya ini.

"Bah, sudahlah.. Ratna sudah capek."

Akhirnya tanpa memperdulikan lelaki ini, beliau pun membawa putrinya ke dalam mobil. "Maaf ya fa. Kamu harus lebih sabar lagi." Ujar beliau meninggalkan lelaki itu mematung sendiri dalam rasa bersalahnya

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang