Rumah Kenangan (5)

141 9 0
                                    

Ia hanya bisa termenung sendiri mengenang kepergian sang kekasih saat menaiki gerbong kereta yang telah berbaris rapi dengan ratusan penumpang yang telah berada di dalam tubuhnya. Penyesalan yang tak mampu ia bayar sampai kapan pun, karena kepiluannya yang hanya mencoba menegarkan diri. Membuatnya selalu menyempatkan diri datang ke tempat, ketika ia memangku kekasih hati yang tengah dalam masa-masa kritis bersimbah darah di waktu yang lalu.

Sembilah pilu telah mematungku

Tuk hentikan suara cinta padamu

Engkau pergi bersama anganmu

Sepikan kesalahan menganggu

Hari-harinya kini hanya berisi warna-warna yang tak pernah memancarkan cahaya kehidupan, warnanya kini hanya di hiasi dengan corak kesedihan dan duka. Tiada kegembiraan yang tergambar sedikit pun pada wajah manis, yang telah tertutup rona mata sayupnya. Seolah kehilangan cahaya mentari yang telah menghidupi kegelapan hatinya di kala dulu telah menuntun dalam setiap langkah kecilnya.

Di sisi lain, perubahan sikap dari putri semata wayangnya ini membuat kedua orang tua ini kembali menjadi cemas dan khawatir. Rasa ketakutan mereka kembali menyerang, teringat dengan kejadian di waktu putrinya itu masih berumur empat tahun. Penyakit langka yang di derita telah memvonis putri tunggalnya ini akan hidup sampai masa pubertas saja. Namun, dengan berbagai usaha yang gigih dan bolak-balik membangun semangat. Akhirnya vonis itu mampu mereka patahkan bersama-sama.

Dulu, kegembiraan mereka semakin tertumpuk dengan sikap kedewasaan si buah hati yang tak menghiraukan sakit di tubuhnya dan semangat yang membara tuk bangkit. Kini terasa tertelan waktu yang seolah menghilangkan segala kenangan indah di masa lalu. Namun, sekarang putri mereka malah berbalik seratus delapan puluh derajat dengan kebiasaannya yang dulu. Ia kini sering waktu mengurung diri di dalam kamar, dan di akui kedua orang tuanya, ia susah untuk memasukan makanan dan minuman ke dalam tubuhnya. Bukan hanya itu saja, sekarang pilihannya untuk jarang bersekolah dan hanya menghabiskan waktu untuk menulis diary, serta mengenang benda pemberian dari sang kekasih.

Dengan desakan dan permintaan kedua orang tuan dan teman-teman sekelasnya, akhirnya ratna mau kembali untuk mulai berangkat sekolah. Namun, tak kala telah sampai pada bangunan pendidikan itu, jiwa dan pikirannya entah melayang kemana. Hanya bayang-bayang sang kekasihlah yang masih terus terngiang-ngiang dalam sanubarinya.

Keadaan seperti ini membuat teman-teman dan guru-guru sekolahnya khawatir kalau wanita ini akan menjadi stress atau bisa menjatuhkan keputusan pada keputusan singkat tuk mengakhiri hidupnya. Tentu rasa bersalah paling besar di rasakan oleh lelaki ini. Ia merasa perubahan sikap seseorang yang sebenarnya ia cintai setulus hati, karena kesalahannya. Ia telah berulang kali mencoba minta maaf terhadapnya di setiap kesempatan yang di milikinya, namun itu semua hanya bersambut dengan suara kehampaan.

Kembali ia memupuk semangat untuk menghadapi tembok besar itu. "Rat.. aku mohon.. maafkanlah aku." Ucapnya memelas seraya duduk di depan yang bersangkutan, yang tengah berada di taman kota bersama teman-temannya.

Namun, ia sendiri sudah berkomitmen untuk tidak pernah memberi maaf kepadanya. Janganpun bicara, melihat ke arah seseorang yang ada di depannya ini sudah terasa sakit, dan masih teringat jelas akan semua kesalahannya. Sehingga ia sudah tak sudi tuk bercakap-cakap dengannya.

Seperti angin yang coba memadamkan api, lelaki ini tetap bersih keras untuk meminta maaf di depan wanita itu. Walaupun banyak orang yang melihat merasa kasihan dengannya, bahkan teman-teman si wanita sendiri telah mengiyakan permintaan Tofa untuk memberi mereka waktu untuk berdua saja. Namun kini, mereka malah merasa iba dengan kondisinya yang masih didiamkan seribu bahasa.

Ratna yang sedari tadi melihat sepasang burung camar yang sedang berpacaran bermesraan di samping keran air yang meletus begitu teraturnya. Tanpa di sengaja air matanya mulai turun begitu deras dan tak mampu di hentikan mengingat masa-masa indah yang dulu ia lalui. Bagai mesranya kedua burung yang saling mengisi satu sama lain. "Fa.. sebenarnya aku tidak ingin marah sama kamu. Tapi hatiku masih sakit dengan sikapmu yang begitu tega kepadaku. Aku mohon dengan sangat. Tolong jangan dekati aku lagi." Ucapnya bersimbah air mata seraya menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya seraya memandang lelaki yang tengah bersimpuh, yang kini beradu dalam kesedihannya.

Keadaan seperti itu seperti melihat dan membuatnya semakin merasa bersalah. Hanya karena ingin mendapatkan hati seseorang yang ia cintai, ia telah menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Dan kembali ia harus melakukan kesalahan yang tak pernah ia harapkan. Kini ia di hadapkan dengan salah satu pilihan yang akan membuatnya kehilangan sosok indah didepannya, mungkin untuk selamanya.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang