Surat Kenangan (3)

108 7 0
                                    

Satu malam yang begitu berat telah ia lalui dengan deraian air mata yang selalu membasahi pipi. Ketegarannya sebagai seorang wanita pun telah ia coba tegakkan untuk menghadapi mentari pagi yang begitu menyehatkan dari ujung timur. Membawa lembaran baru yang mampu menutup cerita lamanya.

Tujuannya kini ia arahkan untuk menemui sahabat yang selalu menemaninya di kala susah atau pun senang. Dengannya ia ingin mencurahkan hati yang tengah hancur atas kedua pertemuan yang meluluhkan seluruh semangat hidupnya. Harapannya untuk bertemu sang sahabat, selain untuk menjalin kembali tali persaudaraan. Ia juga ingin mendapatkan nasehat-nasehat yang tak pernah ia dapatkan lagi setelah ia meninggalkan pesantren ini.

"Ela..."

"Ratna..." Ucapnya memeluk sahabat yang jauh berbeda saat terakhir mereka berpisah. "Kamu kenapa rat? Kok bisa sampai seperti ini?" Tanyanya bersimpati dengan perubahan fisik yang tak pernah terlintas dalam benaknya.

"Panjang ceritanya el." Jawabnya lemas. "Maafkan aku el... aku telah meninggalkanmu." Sambungnya menyesali seluruh langkah yang ia buat tanpa memfikirkan hal itu untuk kedua kalinya.

"Iya udah aku maafin ko." Candanya mencairkan suasana. "Yuk jalan-jalan... aku dorong ya." Pintanya langsung menyambar kedua stir yang berada di setiap ujung belakang kursi roda itu.

Sorotan mentari pagi yang begitu menyilaukan mata, dentingkan seluruh hewan untuk beranjak keluar dari rumah kecil nan sederhana mereka. Datangkan senyuman berhias dzikir mereka tuk mengais rizki yang telah mereka yakini telah digariskan olehNya. Sisakan khusnudzon sempurna dengan tuntunan akal yang di jatah seperseratus dari semua kholifah yang merupakan setetes darah dari manusia tanpa ayah dan ibu. Ulasan cahaya ultraviolet yang temani untaian cerita kerinduan mengiringi langkah mereka untuk berkeliling mengitari pesantren yang telah bejasa mempertemukan mereka.

Awalnya, ia memulai bercerita tentang kerinduannya mengingat seluruh tempat yang membuatnya kangen akan suasana agamis di tempat ini. kemudian, dalam perjalanan mereka selanjutnya, ia mulai menceritakan segala problem yang telah di alaminya selama berpisah dengan sahabat tercita. Dengan tangis dan jeritan hati yang telah memuncak, ia mencoba menceritakan seluruh unek-unek yang ada di dalam hati dan fikirannya. Dan kisahnya terhenti sejenak, tak kala lidah ini kelu untuk memperkenalkan kepada sahabatnya. Sosok laki-laki yang telah menghancurkan impiannya. Laki-laki yang telah membuat sang pujaan hati pergi meninggalkannya atas dasar yang masih terigat jelas dalam fikirannya.

Sementara itu, sebagai seseorang yang tengah menjadi dinding pendengar. Ia hanya mampu memberikan support dan semangat kepada sahabatnya ini, agar ia tegar melewati kejamnya hidup yang sejatinya adalah tanda sayang dari Sang Pencipta kepada mereka. Puluhan nasihat telah diucapkannya, agar sahabatnya ini tak termakan oleh dinding amarah yang dapat merusak segalanya.

Pertemuannya dengan sahabat sekamarnya dulu, adalah secuil obat penyembuh lukanya yang telah membekas. Namun, segera ia membalikkan arah pembicaraan yang sedari tadi tak dapat membuat mereka tersenyum. Kenangan lucu yang mereka alami dulu, terasa berputar kembali dalam benak mereka. Meluncur deras dari file-file kenangan manis yang akan mereka ceritakan pada anak cucunya kelak.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang