Rumah Kenangan (4)

141 10 0
                                    

"Dewi...."

Sepenggal nama yang membahana sepanjang komplek putri pondok pesantren Al-fattah ini, terasa merobek keheningan malam bernuansa liburan semester pertama sekolah formal. Liburan yang tengah menjamur di berbagai pesantren salaf, membuat nuansa mengaji yang dulu begitu ramai dengan dentuman para santri yang menghafal nadzom-nadzom wajib ala pesantren batik ini. Kini menjadi sepi hanya tertinggal beberapa puluh santri yang ingin tirakat.

Sang pemilik nama itu pun segera mengalihkan pandangannya kepada seseorang yang tengah berlari meraih tangan kanannya, di iringi senyuman yang begitu lebar. "Ada apa rul, kenapa teriak-teriak kaya wong edan?" Tanyanya yang menghentikan membaca buku saku kitab al-imrity di asrama mereka.

Tingkahnya yang berubah, seolah membuat wanita yang tenggah muroja'ah ini harus menghentikan fikirannya sejenak dalam menghafal untuk mencurahkan perhatiannya kepada seorang sahabatnya. Sahabatnya satu-satunya ini yang biasanya pendiam, sekarang malah jingkrak-jingkrak kesana kemari sambil tersenyum lebar memamerkan tangan kanannnya yang ia rasa tak ada yang berbeda dengan miliknya. "Kamu kenapa rul? kesurupan jin opo?" Ejeknya melihat keanehan yang menurutnya telah mejadi fenomena yang langka.

"Biarin.. yang penting tangan ini.." Ucapnya melihat tangan kanannya seraya tersenyum sendiri, melupakan kalau seseorang yang ada didepannya inilah yang telah membiarkannya membereskan rumah batik sendirian dengan alasan sepele, sakit perut.

"Kenapa kamu sih rul? cerita dong..." Pintanya ingin mencoba mendapatkan kegembiraan dari sahabatnya ini.

Nurul pun menyongsong duduk di depan seseorang yang tengah dalam kehausan akan cerita bahagianya. "Tadikan kamu ninggalin aku beres-beres rumah batik sendiri.. trus mas Imam datang."

"Kok bisa?!"

Dengan bangga ia mempraktekkan posisinya dan kedatangan lelaki pujaan menggunakan kedua tangannya. "Bisa dong.." Ucapnya meninggikan kedua alisnya di sertai dengan lirikan manjanya. "Terus mas Imam bantu aku deh.. dan ndak sengaja dia..." Ucapnya melihat sejolinya ini menahan nafas beratnya menanti kelanjutan ceritanya.

Tatapan indah nan mempesona itu pun memperhatikan tajam kedua bola matanya yang berbinar menanti kelanjutan kisah ini. "Dia.. dia ngapain?" Tanya Dewi penasaran tak sabar menanti kejutan yang masih di simpan sahabatnya.

"Mas Imam menyentuh tanganku.." Jawabnya sambil memperlihatkan tangan kanannya seraya tersenyum gembira. Seraya mendekap tangan itu penuh erat dalam semua bagian tubuhnya.

Eeemmmmm..... so sweet....

Maklum saja, sebagai seorang santri dari kalangan orang-orang awam terasa begitu terhormat dapat menyentuh tangan dari anak sang guru. Apalagi seseorang yang berlainan jenis seperti dua insan itu, baginya sendiri kejadian ini sungguh tak pernah terbayangkan. Keadaan dimana ia mampu berdekatan kembali dan bercanda gurau dengan seseorang yang telah menjadi idolanya sejak menginjakkan kaki di pesantren ini, tempo masa lulus Madrasah 'Ibtidaiyyah dulu.

Dengan wajah kecewa karena menelan pil pahit yang tak dikiranya, hingga rona matanya kembali menuju pada kitab yang telah di tutupnya. "Halah.. kayak gitu aja.. biasa.." Ucapnya seraya membuang wajah acuhnya. "wong dulu... kamu sudah sering kan saat di MTs?" Ketusnya seraya meruncingkan pandangannya.

"He..he.. Iya sih, tapikan itu dulu cinta monyet, sekarang sudah berbeda cintanya.. aku kan telah menjaga cintaku hanya untuknya." Tegasnya gembira.

"Halah brekitissss.... lah wong kalian kan pisahnya masih cinta monyet. Masa dia masih menjaga cintanya untukmu... ngak mungkin...." Potongnya cepat. "Padahal dia sudah minta putuskan?" Tanyanya sambil menaruh jari telunjuk pada dagunya. "Kalau ngak salah, alasannya dia bilang sulit untuk hubungan jarak jauh. Takut hanya memberimu sakit, iya kan?" Rentetnya menuding orang yang dimabuk asmara ini dengan jari telunjuk yang ia arahkan tepat ke wajahnya.

"Bukan gitu.. mas Imam kan bilang hubungan kita break dulu. Ketika mau berangkat mondok dan mas Imam ingin aku menjaga cintaku hanya untuknya." Belanya seraya mendekap jari telunjuk itu.

"Norak kamu rul."

"Biarin.. yang penting happy.."

"Norak kamu rul." Sambungnya tuk kedua kali.

"Biarin.. yang penting ya wi.. ngak kayak kamu sama Soleh." Ejeknya sambil memeletkan lidah, membuka gosip yang menjadi jalan perjodohan ala anak khas pesantren Al-fattah. Dimana mereka saling menjodohkan antara seorang santri dengan santriwati begitu pula sebaliknya.

Dengan wajah terkejut, ia serasa mendapat tamparan telak dari sahabatnya. Hanya dengan sekali ejek, sudah mampu membuatnya geregetan. "Ikh.. aku sama Soleh itu gak ada hubungan apa-apa." Jelasnya seraya mengejar sahabatnya yang telah melakukan jurus seribu langkah andalannya.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang