Muhammad Lutfi (5)

115 6 0
                                    

Hari ini nampak berbeda dari hari-hari biasa yang telah setia menemani keasrian lingkungan, yang begitu terjaga. Ndalem yang biasanya tanpa keheningan, hanya berhiaskan kicauan-kicauan burung dalam sangkar. Mereka membentuk melodi penyihir telinga agar sejenak merilekskan setiap otot-ototnya untuk menikmati benda tak berwujud ini.

Terkadang, kendaraan beroda dua maupun empat datang silih berganti, mengisi lahan parkir yang tak seberapa besar itu. Menambah warna kehidupan khas ala pondok pesantren ini. Mulai orang-orang berjas mahal, sampai orang-orang berkemeja sederhana. Silih berganti datang untuk sekedar meminta barokah doa, ataupun mencari wejangan-wejangan yang ingin mereka ketahui guna menjawab setiap problematika hidupnya.

Namun, ada yang terlihat berbeda dari pemandangan yang tertangkap untuk beberapa hari ini. Acara yang belum pernah di selenggarakan, kini tengah berlangsung, beberapa persiapan yang sudah di rencanakan oleh keluarga ndalem. Mulai dari atap-atap alumunium sewaan yang lumayan besar. Panggung kecil untuk menghibur tamu undangan kelak, dan banyaknya perabotan acara yang berserakan disana sini memancing mata mereka untuk sejenak diam mengamati.

Tak ayal, itu semua menjadi buah bibir para santri yang bertanya-tanya akan diadakan perayaan apakah di kediaman guru mereka ini. Salah satu tanda tanya mereka adalah mengapa keluarga ndalem sampai menyewa alat-alat mahal semacam itu. Bagi mereka berdua, hal ini juga suatu hal jarang yang tertangkap oleh mata mereka. Dan kegiatan mereka sekarang adalah ngerumpi sebagai penganti waktu diniyah yang diliburkan khusus untuk menghormati acara ini. Dan di tengah-tengah kerumunan manusia itu, muncullah sahabat ndalem mereka yang sedang menyuguhi para pekerja dengan membawa sebaki makanan ringan dan beberapa minuman dingin.

"Din kemari..." Teriak Rizal memberi isyarat.

Dengan tergopoh-gopoh, lelaki itu berlari mendekat seraya masih membawa nampan kosong yang di selipkan di ketiaknya.

"Ada acara apa din?" Tanya Imam penasaran.

"Acara tunangan."

Mereka berdua pun terkejut mendengar berita tersebut. Karena dari dua putra putri abah mereka, belum ada yang tuntas menyelesaikan jenjang pendidikan mereka. Yang satu tengah berada di timur tengah, sementara yang lain tengah terbaring lemah di rumah sakit.

"Siapa yang tunangan?" tanya Imam mendahului pertanyaan yang ingin di ucapkan oleh sahabatnya.

"Ning Ulya."

Deg...

Hentakan keras pada jantungnya lah yang membuat seluruh desiran dalam tubuhnya kini mulai memanas. Meningkatkan sel-sel darahnya untuk memancarkan gelombang penghantar panas. Berita yang membuatnya terkejut setengah mati, dan rasa kemuskhilan yang masih besar begitu bercokol di hati untuk menolak berita ini. "Jangan ngawur kamu din." Ucapnya tak percaya.

Kenapa ia begitu cepat melepaskan masa bebasnya?

Apa yang sebenarnya tengah terjadi?

Udin pun hanya menganggukkan kejelasan berita yang telah santer tersebar di dalam dapur ndalem. " Dengan siapa?" Timpal Rizal penasaran.

Sejenak, mata dengan bola mata hitam legam itu pun menyusuri setiap orang yang tengah bekerja itu dengan seksama. "Itu...itu..." Tunjuknya pada sosok gagah perkasa memakai kaos putih bersarung yang sedang ikut membantu pekerjaan tukang blandongan.

"Siapa dia?"

"Namanya gus Lutfi... dia itu putranya kyai..." Jawabnya menjelaskan orang yang dipilih ning Ulya sebagai pendamping hidupnya dalam bahtera kesunahan sang nabi. Kapal yang mengarungi lautan berbahaya di dunia ini.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang