Alhamdulillah (5)

243 9 0
                                    

Hamparan bangunan besar yang tertata sedemikian rupa, membuat kedatangannya ke jantung negara ini semakin bermakna. Saat kepergiannya dari rumah sakit menuju kediaman sang kekasih yang menawarkan sebagai tempat singgahnya sementara, namun ia tak dapat membuang prasangka yang tiba-tiba hadir dalam benaknya di karenakan paksaan yang ia rasakan.

Sementara itu di dalam mobil pribadi keluarga tersebut, ia teringat dan termenung sendiri, memikirkan siapakah seseorang yang di panggil oleh sang kekasih dengan sebutan yang dulu ia tahu hanya akan di berikan kepadanya. Ia teringat janji tersebut yang terucap lewat kabar dari goresan tinta-tinta cinta mereka. Kini di dalam fikirannya, ia hanya mencoba untuk berfikir secara logis. Agar emosinya yang mudah tersulut bagai bensin yang tersiram api, supaya tak menyakiti seseorang yang ada di sekitarnya, terlebih kepada kekasihnya.

"Dek Imam."

"Dalem."

Dengan kehangatan seorang ibu, beliau pun segera memperhatikan imam yang masih belum dapat menggerakkan kakinya dengan leluasa. "Inilah rumah kami." Ujarnya menunjuk sebuah rumah sederhana berdesain rumah adat jawa yang terdapat dua kursi kayu dan satu meja bundar di teras depannya. Keluarganya yang telah mempersiapkan ke datangan pasien ini, kini hanya tinggal mendudukkannya dalam kursi rodanya agar kakinya yang masih lemah tak mendapat beban yang begitu berat dari tubuhnya.

"Subhanalloh.. rumahnya bagus sekali." Pujinya melihat dekorasi tata letak taman dan rumah yang begitu asri karena tak ada dominasi asap kenalpot motor yang mengeluarkan gas karbon monoksida. Dan perubahan yang signifikan dari pemandangan yang di lihatnya dulu, dimana pemandangan yang menjulang hanyalah gedung-gedung. Disini, ia hanya melihat rentetan rumah yang memiliki banyak pohon-pohon rindang yang mengelilinginya.

Begitulah respect setiap orang yang datang ke rumah ini, karena gaya rumah yang telah mengalami revolusi, yang tak dapat di lepaskan dari dua bola mata. "Terima kasih atas pujiannya. Ini adalah ide ratna." Ucapnya bangga atas selera putrinya yang begitu bagus. Sembari mendorong kursi roda, pak Ghofur menceritakan setiap detail dari penataan ruangan agar tidak kontras dengan halaman rumah yang memiliki dua pohon yang telah tertanam sejak lama. "Dek Imam disini dulu ya.. paman dan bibi mau menyiapkan kamar dan makan siang kita." Jelasnya pergi bersama istrinya ke dalam rumah untuk melakukan kegiatan akhir dari jadwal mereka perihal keperluan teman spesial dari anak mereka ini.

Ia seolah-olah tengah terbang ke masa depan membayangkan kejadian apa yang akan ia alami, saat bertemu dengan teman-teman pesantrennya, gurunya, dan wanita itu. Tak di pungkirinya, hal yang dilakukannya ini merupakan sebuah tindakkan egois dan tak masuk akal. Hingga ia harus memfikirkan jawaban berbagai kemungkinan pertanyaan yang akan menembak dirinya kelak.

Seperti, kenapa kamu mau melakukan hal yang bisa membahayakan hidupmu? Tapi, balasan apa yang kamu dapat? Ternyata ia tak seperti yang engkau duga, apa kamu mengerti siapa yang ada di hatinya? Apakah benar, engkau satu-satunya yang ada di hatinya?

Mas Imam...

Suara semilir yang mengikuti langkah angin berhembus memasuki gendang telinganya, kini kembali terdengar dalam relung tubuh yang tengah kembali termenung menyesali prasangka buruknya di waktu lalu kepada sosok yang telah ia sakiti hatinya. Ia sadar langkahnya untuk memenuhi hasratnya, telah mengorbankan seseorang yang begitu tulus mencintainya.

Kenapa bisa aku melakukan hal yang tak berguna seperti ini.

Mas Imam...

Suara yang kedua kalinya terasa familiar di telinganya. Melodi merdu dari sosok wanita yang ia sadari pernha hadir dalam mimpinya. Kini ia telah mulai mengusiknya kembali. "Ning Ulya." Ucapnya teringat pemilik suara yang syahdu ini. Matanya pun menargetkan ke segala penjuru, mencoba mencari dari manakah asal suara yang telah merasuki mimpi yang sulit untuk ia lupakan. Ia pun mencoba memejamkan matanya, dan berfokus untuk menajamkan pendengarannya. Agar mengetahui arah sumber suara itu. Bukannya suara itu yang kembali terdengar, telinganya malah mendengar suara kendaraan yang mendekat entah dari mana. Benar apa yang ditangkapnya. Kini ia melihat sebuah kendaraan roda dua yang terhenti di depan gerbang rumah yang bercatkan warna biru itu.

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang