Indah dunia terasa mereka nikmati berdua, memang Sang Maha Adil tidak pernah menolak untuk memberikan suatu kebaikan di balik setiap musibah. Dalam hal sekecil apapun, Ia akan selalu memberikan ibrah bagi setiap orang yang mau memperhatikannya. Karena ia ingin dimengerti bahwa selain diriNya Maha Kuasa, Ia juga ingin di kenal oleh hamba-hambaNya.
Begitu pula dengan ia, yang kini mendapatkan suatu anugrah yang tak pernah ia rasa mungkin ada dalam kamus rencana hidupnya. Kini, sang pujaan hati yang begitu setia mendampingi dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, membuatnya tak ingin beranjak dari kehidupan yang seperti mimpi ini. Terlebih saat ini, bidadari tercantik yang ia temui sedang menyuapinya agar mampu menegakkan tubuh yang terasa sudah lebih baik.
"Mas Imam tahukan kalau ning Ulya sudah dua kali masuk ruang oprasi?"
"Rat, apa kamu akan kembali ke pesantren?" Tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.
Ratna pun hanya terdiam menghentikan gerak sendok yang ada di tangannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Terasa begitu berat beban yang biasanya ia sembunyikan dalam senyumnya. Namun, semua itu terasa bertambah berat. Karena keluar dari mulut seseorang yang sangat berharga baginya. "Insyaalloh, mas." Ucapnya sambil tersenyum indah penuh makna. Tapi, senyuman itu terasa begitu beda di tangkap oleh sang kekasih. Ia merasa, jika senyuman kekasihnya kali ini bukan berasal dari lubuk hatinya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Abah.. Ummi.." Sambungnya beranjak dari tempat duduk tuk menyalami kedua orang tuanya yang tercinta.
"Bagaimana keadaanmu dek Imam?" Tanya lembut sang ayah sedari menyalami pasien ini yang sudah terbisa untuk mendudukan dirinya. Walaupun kakinya masih tak merasakan apapun.
"Alhamdulillah sudah lebih baik, pak... bu..." Jawabnya sambil tersenyum sepi menandakan masih difikirkan jawaban yang tepat untuk orang tua dari kekasihnya.
"Kami ada kabar baik untukmu."
"Alhamdulillah dek Imam sudah bisa rawat jalan." Sambung sang istri.
"Dan untuk sementara kamu bisa tinggal di rumah kami. Tapi jika kamu mau tentunya." Jelasnya memberikan sebuah pilihan bagi imam setelah ia diskusikan dengan sang istri.
"Alhamdulillah..."
Kedua insan ini pun dapat tersenyum lega dengan berita yang di bawa oleh kedua orang yang telah mengarungi bahtera rumah tangga ini. Seolah mengerti tentang apa yang mereka berdua inginkan. Yaitu waktu bersama di tempat yang mendukung untuk memadukan cinta kasih mereka. "Dan terima kasih sudah mau merawat dan menjaga saya selama di rumah sakit ini." Ucapnya membawa seluruh ungkapan kegembiraannya.
"Sama-sama." Ucapnya mewakili seluruh anggota keluarganya. "Kita kan diajarkan agar selalu tolong-menolong dalam hal kebaikan."
Meskipun begitu, mata hatinya terasa mau mengungkapkan hal lain. Sesuatu yang terasa berat untuk di ucapkan lewat bibirnya. "Tetapi mungkin lebih baik untuk kita bersama, saya sebaiknya harus kembali ke pesantren."
"Jangan khawatir... untuk masalah pesantren, bapak sudah bicara dengan abah rosyid tentang musibah yang menimpamu. Beliau faham dan memakluminya, dan beliau menitipkan salam kepadamu agar lekas sembuh." Ujarnya mementalkan alasan imam.
Ia pun hanya menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa ia memahamnya, namun ia masih merasa keberatan untuk menerima penawaran ini. Walaupun sebagian hatinya berkata lain, mungkin inilah kesempatannya untuk dapat membujuk sang kekasih untuk kembali ke tempatnya dulu. "Tapi, sekali lagi saya maaf. Orang tua saya mungkin akan keberatan tentang penawaran ini."
Pak Ghofur pun tersenyum gembira melihat putrinya yang sudah nampak cemas karena penawarannya selalu di tolak mentah-mentah. "Oh.. abahmu... Beliau sudah tahu tentang musibah yang menimpamu, dan beliau sudah mengizinkan dek Imam untuk tinggal di rumah kami sampai kuat untuk perjalanan pulang yang sangat panjang." Jelasnya mematikan segala langkah Imam untuk menolak penawarannya.
Sementara itu, ratna tak bisa lagi untuk menyembunyikan kegembiraannya atas keberhasilan abahnya tercinta yang mampu membujuk kekasihnya untuk tinggal di rumahnya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa kebahagiaan yang akan ia dapati, bila setiap hari bertemu dan bercengkrama, selain rasa cinta yang semakin tumbuh rindang dengan buah-buah kasih sayang yang semakin banyak. Getaran benda yang ada di atas meja, membuatnya harus menjeda momen kebahagiaan itu.
"Dari siapa rat?" Tanya bu Siti yang melihat putrinya sedang mengambil sebuah alat komunikasi yang sedang bergetar itu, tanda bahwa alat itu dalam keadaan di silent.
Ia pun segera melihat dari siapakah panggilan itu. "Mas Tofa." Jawabnya singkat sambil mengangkat telepon, seraya melangkah menjauh agar tak mengganggu orang-orang yang ada di sekitarnya. "Wa'alaikumsalam, mas." Jawabnya kepada seseorang yang ada di ujung sana.
Mas?
Tangannya terasa bergetar tak kala mendengarkan istilah itu dari bibir kekasihnya. Bukannya Ratna itu anak tunggal? Prasangkanya dalam hati tentang panggilan yang ia tahu hanya di khususkan untuk dirinya seorang. Memang sebagai seorang lelaki, ia memiliki rasa ke cemburuan yang lumayan tinggi. Itu di karenakan ia sanggat ingin menjaga agar sang kekasih tak akan pernah bisa pergi lagi untuk meninggalkannya seorang diri. "Maaf pak, sebenarnya Tofa itu siapa?" Tanyanya penasaran akan sosok siapakah yang telah menjenguknya di tempo dulu itu.
"Tofa.. dia itu teman akrabnya Ratna, mereka selalu main bersama sejak masih orok. Ayahnya adalah pak Reza yang merawat kamu... dan dia adalah teman bapak waktu kuliah. Terus tofa itu...." Jelas pak Ghofur yang terpotong oleh ketukan seseorang di balik pintu.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Masuklah orang yang telah mengucapkan salam itu dengan senyuman yang begitu menyejukkan mata. "Ada pak Ghofur dan bu Siti rupanya." Ucapnya melihat keberadaan temannya selama masa pemantapan jati diri dulu.
"Mumpung hari libur." Jawabnya mencari alasan. "Sekalian mau membawa Imam pulang." Sambungnya yang telah mengantongi surat keterangan rawat jalan.
Sang doktor pun ikut gembira mendapati seorang pasiennya telah dapat beranjak dari tempat yang penuh dengan penyakit ini, tuk melintasi gemerlap dunia lagi. "Selamat kalau begitu, rajin-rajin ya minum obat." Nasehatnya kepada si pasien yang masih termenung memfikirkan sesuatu.
"Maaf dok, berapa besar biaya selama saya dirawat disini?"
Pak Reza pun melirik ke arah pasangan suami istri ini untuk mendiskusikan jawaban yang tepat hanya dengan bahasa mata. Agar tak ingin membebani fikiran pasien yang baru saja di perbolehkan pulang ini. "Masalah itu dek Imam tedak usah memikirkannya."
"Tapi dok, ini adalah ulah saya. Dan saya akan bertanggung jawab." Ujarnya yang tak ingin menjadi beban untuk siapapun.
"Iya kami tahu." Sambar si istri menjawab pernyataan yang sempat mengkagetkannya. "Yang penting sekarang dek Imam harus cepat sembuh agar bisa segera bersekolah lagi. Sebentar lagi kan mau ujian nasional." Sambungnya yang membuat Imam terdiam seribu bahasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]
SpiritualContact: via WA only: 085224018565 Kehidupan kota Jakarta yang begitu berbeda dengan kehidupan pedesaan, banyak membuat anak-anak mudanya berkembang menjadi momok yang menyeramkan. Namun di antara itu semua, terseliplah seorang wanita cantik yang ma...