Muhammad Lutfi (6)

119 6 0
                                    

Goretan pena yang begitu lincah menari-nari di atas kertas putih, membuatnya semakin indah. Tak kala muncul lukisan indah dari setiap jejak yang telah ia lalui. Lukisan yang nampak mewakili kerinduan yang telah bersarang di benaknya, membuatnya menitikan air mata yang ikut mewarnai lukisan abstrak ini.

"Ulya lagi apa?"

"Tidak Mi." Jawabnya menutup buku yang ada di atas pangkuannya, serta menghapus sungai kecil yang telah terbentuk di kedua pipinya.

Hatinya ingin menjerit di suatu tempat sunyi dan sepi. Dimana tak akan ada orang yang mendengar semua luka dan isi hatinya. Agar dunia tahu tentang seberapa berat beban yang harus ia emban, seberapa sakit dan lemahnya ia melewati semua masa ini. Derita yang kini tengah ia jalani, terasa begitu mencekik leher sampai pada urat nadinya. Hal ini yang mengakibatkan semua jeritan hati ini tak pernah bisa sampai ke mulut ronanya.

Hanya goretan tanganlah yang mampu menyampaikan seluruh jeritan sunyinya, agar terbawa sang angin. Semoga angin ini sampaikan salam penantian atas jawaban yang setiap harinya ia nanti. Hari hari yang telah terlewat, membuatnya semakin tipis harapan tuk keluar dari sangkar emas ini. "Mi... kenapa Ulya harus dijodohkan?" Tanyanya membuat perhatian sang ibunda terperangah dari tempatnya mengupas buah-buahan yang baru sedikit ia kupas.

"Maksudnya Ul?" Tanya beliau mencoba menyuapi putri terakhirnya dengan sepotong kecil buah yang telah beliau iris. Ia pun menolak suapan dari tangan orang yang telah melahirkannya ini. Dengan pandangan rasa kecewa yang tertangkap oleh beliau, ia berharap mendapatkan penjelasan agar rasa sakit di hatinya agak terobati.

Dengan pasrah, ummi Rofi menjelaskan sebab musabab kenapa putrinya harus dijodohkan dengan pilihan abahnya. Awalnya beliau pun menolak perjodohan ini. Namun, berbagai alasan yang telah di utarakannya selalu di tolak oleh sang suami. Agar segera membatalkan perjodohan antara putri kesayangannya dengan lelaki yang beliau akui telah mendekati kesempurnaan. Kegigihan beliau pun kandas oleh keagungan pemimpin pesantren ini. Dengan berat hati beliau pun memilih untuk diam melihat semua yang di alami putri tersayangnya.

Ummi Rofi yang terkenal menyayangi semua santrinya, kini tak bisa menolong putrinya sendiri agar bisa membebaskan hati sang putri kesayangan. Beliau merasa juga merasa kecewa dan menahan pedih yang di rasakan darah dagingnya ini. Melawan keinginan semata dari seorang kepala rumah tangga yang harus mereka patuhi. "Maaf ul, ummi tidak bisa menolongmu..." Sesalnya menahan isak tangis yang tak ingin menambah kekecewaan putrinya.

Hancur dunianya saat ini, saat melihat hak seorang anak yang terbaring lemah di atas paksaan orang tuanya. Begitu kejamnya dunia yang telah mempertemukannya, dengan sosok orang yang tidak akan pernah ia lupakan. Namun, tak pernah bisa ia miliki. Isak tangis yang kian menjadi, menandakan dirinya yang tidak berdaya melawan kepatuhan orang tua. "Mi, Ulya boleh meminta satu permintaan?" Ucapnya berharap.

"Apa itu ul?"

"bolehkah Ulya menemui Imam?"

Nadzom-nadzom Cinta Jilid 2 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang