Entah siapa yang membawa neraka ke depan pintu-pintu rumah. Gedung-gedung disulap menjadi rimba reruntuhan. Ujung laras senapan didaulat menjadi penentu apakah nyawa tetap tinggal atau segera beranjak. Hujan bom dan badai desingan peluru melempar sauh ke tanah. Neraka bermukim bermusim-musim. Revolusi sedang bertunas ucap orang-orang yang mendaulat diri sendiri sebagai pemberantas tirani. Kami tidak tahu dan tidak ingin tahu. Yang kami tahu hanya Bapak dan Ibu kami gugur didakwa sebagai pemberontak, negeri kami sekejap menjadi tanah yatim piatu. Neraka bermukim bermusim-musim, darah tumpah di tanah-tanah.
Pembangkang segera tumbang tutur orang-orang yang mendaulat diri sebagai mandala penegak sentosa dan negara merdeka. Tiadalah kami tahu dan tiadalah ingin tahu. Yang kami tahu negeri kami menjelma kuburan kemanusiaan. Adab patah berganti biadab. Neraka bermukim bermusim-musim, welas asih punah, air mata mewujud mata air darah. Neraka bermukim bermusim-musim. Luka dan darah menjadi sahabat karib. Nyawa dihargai murah. Rumah-rumah dikerubuti api. Neraka bermukim bermusim-musim. Kota menjadi habitat peluru dan bom. Tiap jengkal tanah siap menjadi pusara. Anak-anak meraung saat resmi menjadi yatim. Entah siapa yang meninggalkan neraka di depan pintu-pintu rumah.
XXVI/X/MMXIX