Almamater Meminang Revolusi

34 3 0
                                    

Darah yang bersimbah mewarnai ulang jaket lusuh yang tercabik. Tubuh pemiliknya mencium aspal jalan, rubuh raganya selepas peluru memutuskan menginap di dada.
      
Bagi laki-laki yang dikafani almamater itu gugur bukan menjadi soal sebab gerilya selalu menuntut nyawa. Terpenting baginya besok cinta kembali mengufuk di timur dan tirani uzur lalu hancur.
      
Tunai sudah amanat manusia, rebut mandat yang dulu dirampok, dudukkan rakyat di kursi terhormat.
       
Almamater yang kini sesak oleh darah telah meminang revolusi dengan khusyuk. Tubuh yang gugur menjadi mahar.
       
Berpulang tak menjadi soal bagi pengiman gerilya untuk sejahtera manusia terpenting banyak raga telah merdeka dan kini kita bicara.
     
     
    
     
    
    
     
XXIII/X/MMXX

Di Persimpangan RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang