Obituari Marhaen

40 3 0
                                    

Peluh dari subuh ke subuh menjadi air yang memandikan mayat kami dengan tulang punggung bengkok sebab sepanjang usia dipaksa memperpanjang sujud kepada raja dan penuhan laba.
       
Kami belum sempat beli susu untuk anak saat pecut di punggung mendadak berakhir pecat.
         
Kami belum sempat bawa pulang nasi saat suara-suara dipaksa binasa dan peluru oleh mereka disuruh menghuni dada. Kami dibuang ke rimba menyusul Marsinah.
       
Tak ada kafan untuk kami hanya daun hutan dengan sisa darah peninggalan Suyat dan Wiji Thukul. Tubuh kami serupa mereka dimakamkan pada tanda tanya selepas mengimami gerilya agar Marhaen sejahtera.
      
    
       
     
     
     
      
IX/XI/MMXX

Di Persimpangan RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang