Bu, perkenankan kami anakmu berziarah. Sepeninggal engkau beras hanya dapat kami tebus dengan peluh menderas. Kami anak-anakmu masih susah beli susu untuk segenap cucumu.
Tiada beda dengan zaman engkau pemodal adalah kiblat bagi tulang punggung kami yang bengkok. Istana berganti penghuni namun kemiskinan untuk kami abadi.
Jemari kami haram mengepal. Muka penuh coreng oleh fitnah makar. Suara dianggap menista raja dan koleganya.
Bu, sungguh malang nasib putra dan putrimu yang memutuskan khatamkan kelanamu. Diam bermuara peras sementara gerak berhilir tindas.
Banyak orang pura-pura amnesia terhadap lelah kami yang telah suburkan kapitalis kaya. Bagi manusia nihil simpati sejahtera haram kami petik, badan dibuat tak berkutik.
Bu, perkenankan ziarah kami agar seumpama juang kami serupa juangmu kelak dalam pembaringan kau kenali wajah anak-anakmu.
XXII/X/MMXX