Darah Buruh

39 3 0
                                    

Yang merah itu adalah darah kami mengucur dari luka yang menyesaki diri hadiah dari banteng keji dan kapitalis nihil simpati.
     
Bekerjanya kami diupah sekepal nasi, menunda mati biar kuat dijadikan babu produksi.
       
Yang tumpah itu adalah air mata kami. Dari Marsinah hingga anaknya hari ini, darah kekal diisap, mulut baka dijahit, jemari haram mengepal.
     
Dijadikan hamba selamanya, dipaksa suburkan kapitalis penuhan laba.
      
Yang keroncongan itu tentu saja lambung kami. Berpeluh dari subuh menuju subuh dengan mulut yang haram kidungkan keluh.
       
      
     
     
    
    
       
XVII/X/MMXX

Di Persimpangan RevolusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang