Tersanderalah tubuh tanpa berkesudahan. Kerangkeng membuat hayat tiada lagi dapat mengindera waktu, termutasi menjelma badan yang tiada lelah terjaga dan tabah menjalani dera keabadian agar jiwa tidak pernah menguap, menyublim dalam malam gelap. Jeruji berkarat yang angkuh menetaskan dua dunia: peradaban yang dihuni oleh kaum yang tinggi menjulang dan perbiadaban yang diperuntukkan kepada mereka yang kalah dan terbuang.
Tersanderalah tubuh tanpa berkesudahan. Biru lebam. Sedu memuncak tragis. Bertekuk kepada yang menang, memerankan lakon yang eksistensinya dipaksa terhapus dalam aksara ruang-waktu. Bersama lebam badai indoktrinasi menghebat, dipaksakan masuk melalui pori-pori agar menjalar di sekujur pembuluh darah, agar meretas sepenjuru syaraf, agar bertahta di semesta pikiran.
Dera beranak pinak dalam pembuangan. Indoktrinasi dan lebam terpaksa dikunyah dalam pemasungan. Namun demikian dinding dingin tebal dan jeruji angkuh senantiasa karib dengan doa yang tiada pernah putus: sebuah kemerdekaan.
XXVI/XII/MMXIX