Bagi guru honorer merdeka itu imajiner. Bertahun-tahun mendidik anak bangsa sepanjang waktu pula perut didera lapar badan dihajar sengsara.
Negara lupa, bagi mereka manusia Indonesia pintar dengan sendirinya.
Bagi buruh merdeka itu dongeng lusuh. Berwindu-windu cari laba gemukkan saku bos besar. Sial sejahtera sekadar utopis, buruh disuruh memanjangkan perbudakan oleh kapitalis.
Negara lupa, bagi mereka produksi dilaksanakan pemodal yang berjampi-jampi.
Bagi anak proletar merdeka itu bual dalam keseharian belajar. Pendidikan dikapitalisasi, tanpa upeti maka Saudara dilarang masuk kelas lagi. Lacur memang, raup laba berkedok cerdaskan bangsa.
Negara lupa dan selalu amnesia.
Bagi nelayan merdeka sebatas khayalan. Apa guna arungi samudra jika ikan habis dirampok banyak Rahwana.
Negara masa bodoh, penyamun didiamkan. Abai nelayan terjang badai dengan jukung yang kayunya lapuk tercerai berai.
Bagi tani merdeka adalah basa-basi. Sawah dirampas, disuruh ikhlas demi pembangunan katanya. Beringas! Tani diusir oleh bahasa peluru, dipasung hingga membiru.
Negara lupa, bagi mereka kita tidak mengunyah nasi namun remah aneka industri.
Lacur memang, negeriku kotor dan merdeka hidup pada koruptor yang bebas menggarong lalu balik ke kantor.
Sundal memang, di sini merdeka milik kapitalis tambang yang bebas membuat bumi penuh lubang, bebas derma derita kepada rakyat, tumbang.
Sengsara memang, menjadi manusia Indonesia artinya menerima bahwa merdeka adalah maya.
XI/VIII/MMXX