◾ Selamat Membaca ◾
_____Gladis bangun kesiangan, semalam ia baru bisa tidur sekitar jam dua pagi. Hari ini ia terpaksa tidak masuk kuliah, tidak akan terkejar juga mau bagaimana pun Gladis berusaha mengejar kelasnya, karena kelas akan dimulai lima menit lagi. Beruntung, teman satu kelasnya bisa diajak kompromi untuk membuat alasan jika dosen menanyakannya.
Baru saja ingin melanjutkan tidur, ponsel Gladis kembali bergetar. Ia mengusap lehernya yang pegal karena mungkin salah bantal semalam, dan mengangkat panggilan masuk dengan mata terpejam.
“Apa lagi? Gue janji besok bawain parfum, tolong absen nama gue,” kata Gladis tanpa melihat nama si penelepon.
“Oh, bolos ternyata.”
Gladis membuka matanya, terkejut. Ia sampai menjatuhkan selimutnya setelah melihat nama yang tertera di layar, Gladis kira teman kampusnya ternyata Juna.
“Juna, gue—“
“Kenapa bolos?”
“Kesiangan.”
“Kok bisa?”
Gladis meremas selimutnya. “Ya bisa!”
“Kok ngegas?”
“Juna! Gue masih ngantuk mau tidur lagi. Jadi, kalau lo nggak ngomong penting gue matiin.”
Juna di seberang sana menarik napas dalam. Siapa yang salah siapa yang marah. “Kok lo marah-marah, sih.”
Panggilan telepon diputus oleh Gladis setelahnya, ia menaruh ponsel dan menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Tidak peduli Juna akan kelimpungan berpikir kesalahannya di mana.
❤❤❤
Benar saja, setelah teleponnya dimatikan Gladis secara sepihak. Juna bergegas ke rumah Gladis dan mengganggu tidur cewek itu. Gladis membawa nampan berisikan jus mangga dan beberapa camilan di stoples yang sudah disiapkan mama. Cewek itu menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar, melihat jengah ke arah Juna yang masih berkutat dengan ponselnya yang sudah di miringkan. Sekarang cowok itu kecanduan game online.
“Game online terus,” protes Gladis.
Juna menoleh sekilas, tangannya terulur untuk menarik Gladis agar duduk di sebelahnya. Cowok itu menggeser sedikit duduknya, memberi tempat untuk Gladis yang sudah memegang ponselnya juga. Mereka yang akhirnya sibuk dengan dunia masing-masing, apakah ini yang dimaksud, ponsel mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat?
“Semalam mikir apa? Sampai bangun siang?”
Gladis yang bersandar di bahu Juna menggeleng.
“Gue tahu lo bohong,” Juna menepuk pipi Gladis dengan satu tangannya.
Gladis mendengus, Juna memang selalu tahu hal kecil tentangnya meski tidak di jelaskan. “Iya-iya, lo emang selalu tahu kalau gue lagi bohong.”
Juna mengangguk singkat. “Jadi mau cerita nggak?”
Tidak menjawab, Gladis justru menutup mata dan menghirup aroma parfum Juna yang tercium dengan jarak sedekat ini. Tiba-tiba pintu terbuka, sosok mama yang tersenyum menyembulkan kepalanya di pintu.
“Mama, ngagetin.”
“Sorry, Mama mau pergi sama Papa sebentar, kalian mau pergi atau di rumah aja?”
Gladis menoleh pada Juna yang masih sibuk dengan ponselnya. “Mau nonton di rumah, Ma.”
Mama mengangguk. “Ya udah, Mama pamit dulu.”
Gladis melambaikan tangan setelah mencium tangan mama.
“Hati-hati Tante.” Ucap Juna.
Gladis melirik Juna datar setelah menutup pintu. Kesal sekali, diabaikan.
“Apa?” tanya Juna, mengerti.
“Nggak jadi.”
Juna menepuk kaki Gladis, membuat cewek itu bingung dan hanya diam. Juna yang gemas jadi mengacak rambut Gladis pelan, dengan gerakkan lembut ia menarik kedua kaki Gladis agar lurus. Kemudian ia menidurkan kepalanya di paha Gladis. Walau pun Juna sering melakukan ini, tetap saja Gladis terkejut.
“Tegang banget,” celetuk Juna.
Gladis mengibaskan tangannya di depan wajah. “Biasa aja.”
“Gerah ya?” Juna terkekeh, tangannya ikut dikibaskan di depan wajah Gladis.
“Godain terus!”
Juna tertawa. Cowok itu menarik dagu Gladis agar menatapnya. Mata mereka saling bertemu, mencoba menyalurkan rindu tanpa kata yang selama ini tersimpan begitu nyata di perasaan mereka masing-masing. Sedetik kemudian, senyum keduanya terkembang.
“Manis,” bisik Juna.
Ia mendekatkan wajahnya, mengikis jarak antara mereka, menjadi semakin dekat hingga Gladis tanpa sadar menahan napas dan memejamkan mata. “Mikir ke mana lo?” tanya Juna.
Gladis seketika membuka mata, mencubit lengan Juna berkali-kali karena kesal. Ia ingin sekali menenggelamkan Juna ke laut karena sudah membuat pipinya merah seperti tomat, tapi tidak bisa, selain dia tidak bisa berenang, dia juga takut hiu.
Dasar Juna, suka bikin salah tingkah.
“Tunggu...” Gladis menarik rambut Juna lagi, agar ia mendekat. Sesuatu yang berbau membuat Gladis penasaran.
“Lo suka rokok ya?” tuduh Gladis.
Juna langsung terduduk. “Ya nggak lah.”
“Bohong ih, napas lo bau rokok tahu.”
“Serius, cium nih baju gue kalau nggak percaya.” Juna mendekatkan bajunya ke arah Gladis.
“Baju bisa di semprot pakai parfum, tapi mulut lo nggak bisa bohong!” gerutu Gladis. “Mulai bohong ya lo sama gue?” imbuhnya.
“Aku nggak bohong, sayang.”
Gladis berdecak, ia tidak akan luluh dengan panggilan sayang itu, apalagi Juna sudah mengganti lo—gue jadi aku—kamu. Ia tetap memasang wajah datar.
“Jangan marah, pwease!”
“Ya udah jujur sekarang kalau nggak mau gue marah.”
Juna menarik napas dalam, “Iya gue perokok sekarang.”
Gladis memejamkan mata lalu mengangguk. “Oke.”
“Mau ke mana?” Juna menarik tangan Gladis saat cewek itu mulai berdiri dari ranjang.
“Mandi, kenapa?”
“Jangan marah.”
Gladis menarik tangannya, ia berjalan tergesa setelah menyambar handuk di kursi belajar. Gladis menutup pintu kamar mandi setengah membanting, menunjukkan kekesalannya pada Juna karena sudah dibohongi. Sementara Juna sudah mengacak rambutnya, menyesal.
Sekecil apa pun kebohongan, pada akhirnya akan ketahuan. Tinggal menunggu waktu yang tepat.
_________.-tbc
Gomawo 💜
🍭Okta🍭
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...