54

1.3K 174 47
                                    

■ Selamat Membaca ■
_____

Bahagia sederhana versi Gladis adalah semua orang bisa tersenyum lebar di hari ini. Hari yang paling ditunggu dan terasa begitu mendebarkan untuk Gladis. Hari pernikahannya dengan Juna.

Papa datang ke kamar Gladis malam ini dengan memberikan sebuah bingkisan kado berukuran sedang dengan pita biru muda—warna kesukaan Gladis. Papa duduk di pinggir ranjang, memperhatikan Gladis yang sedang menaruh bingkisan itu di nakas, katanya Papa tidak ingin melihat Gladis membukanya di depan Papa.

Waktu begitu sangat cepat berlalu. Seperti baru kemarin Papa merasa bahagia mendengar tangisan pertama Gladis, sekarang gadis itu sudah sebesar ini, dan juga hampir menikah dan akan menjadi milik laki-laki lain seutuhnya.

"Rasanya, baru kemarin Papa lihat kamu teriak-teriak heboh di taman belakang karena bisa naik sepeda roda dua." Ucap Papa bernostalgia, setelah lama terdiam.

Gladis tersenyum manis, ini akan jadi obrolan paling emosional setelah obrolan-obrolan tempo dulu mengenai cita-cita dan apa yang Gladis harapkan untuk ke depannya.

"Rasanya, baru kemarin Papa gendong kamu karena kamu nangis jatuh dari sepeda. Sekarang kamu udah mau nikah aja, Dis?" Papa terkekeh.

Gladis memeluk Papanya dari samping, masih dengan senyuman yang tidak luntur dari wajah manisnya. "Gladis sayang sama Papa."

"Harus, harus sayang sama Papa."

"Papa jangan nangis, dong." Gladis terkekeh karena ia tidak sengaja menemukan air mata yang keluar dari mata Papa.

Bukannya menjawab, Papa justru menarik Gladis dalam dekapannya. Dekapan hangat yang menemaninya sampai Gladis menjadi wanita seperti sekarang. Rasanya tidak ada yang berubah, dekapan Papa selalu jadi solusi terbaik saat dunia memberinya sebuah kenyataan yang pahit.

"Papa nggak pernah nyangka kamu bakal nikah secepat ini, di mata Papa kamu selalu jadi Gladis manja yang nangis kalau nggak di beliin boneka." Papa mengusap punggung Gladis.

"Papa selalu jadi lelaki terfavorit di hidup Gladis, sampai kapan pun. Gladis beruntung punya Papa."

Gladis mengurai pelukannya, mencium pipi Papanya dengan lembut dan tersenyum begitu manis. "Papa nggak boleh nangis."

"Jangan sedih-sedih lagi, bilang ke Juna kalau dia berani bikin kamu nangis, lagi. Papa bawain golok ke rumah kalian."

Gladis tertawa. "Iya, Pa."

"Jangan iya-iya aja, ini Papa serius. Jangan main-main sama Handika, kalau urusan Gladis udah pasti Papa maju paling depan."

Gladis benar-benar tertawa geli mendengar Papanya bicara seperti itu.

"Thanks you very much. Without you, I could not be like now." Bisik Gladis.

Berat bagi seorang Ayah untuk melepas putri mereka menikah. Tetapi, mereka harus mengorbankan perasaan mereka untuk kebahagiaan putrinya, untuk pilihan putrinya dan segala yang terbaik. Mereka hanya berharap semua akan baik-baik saja, putri mereka tidak akan tersakiti dan hidup semestinya. Dengan kebahagiaan yang selalu menyertai.

"Be happy always with your choice, Dear. Me blees it and i love you." Papa menghadiahkan ciuman di pipi dan kening Gladis begitu lama.

Bahkan Papa menemani Gladis tidur, mengusap rambutnya sampai Gladis terpejam. Lalu tersadar, bahwa memang jalan satu-satunya harus merelakan. Putri kecilnya harus bahagia bersama pilihannya, putri kecilnya butuh seseorang yang bisa diandalkan selain dirinya.

Handika mengusap kasar air matanya, menutup pintu kamar sambil mengatakan "Semoga Tuhan selalu memberikan jalan, di setiap apa yang kamu mau."

TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang