◽ Selamat Membaca ◽
_____
Terhitung sudah setengah jam Bella menangis sampai sesenggukan di sampingnya. Botol mineral yang ia berikan masih di genggam erat oleh gadis itu tanpa berminat untuk meminum.
Malam semakin larut, getaran beberapa kali di ponselnya sengaja tidak ia hiraukan. Dia bingung, harus mulai bicara dari mana karena memang mereka tidak pernah bicara banyak sejak dulu. Jadi dia hanya menunggu sampai Bella tenang.
“Makasih.”
Bella menghapus sisa air matanya, membuka botol mineral yang sedari tadi ia genggam dan meneguknya hingga tersisa setengah. Sesenggukan setelah menangis belum hilang, Bella hanya diam sambil mengatur napas.
“Lo udah lama sama dia?”
Bella mengangguk.
“Kenapa masih bertahan sama hubungan toxic kayak gitu? Cowok kayak dia masih lo pertahanin.”
Bella tertawa pelan. “Anya beruntung banget punya lo Zil.”
“Ya, jelas dong,” Zildan menepuk dadanya.
“Sekali lagi makasih, Zil. Gue nggak tahu kalau nggak ada lo bakal jadi apa gue.”
“Jadi merah-merah.”
Bella menimpuk kepala Zildan menggunakan botol mineral. “Mesum lo, Zildan.”
“Sakit woy, dari SMA semua orang suka banget sama kepala gue,” Zildan mengusap kepalanya.
“Gemas aja.”
Zildan memutar bola matanya, malas. Ponselnya kembali bergetar, dan nama Dera terpampang di layar. Tanpa menunggu lama, Zildan mengangkat telepon itu setelah berpamitan dengan Bella.
“Lo di mana, udah malam bego,” sembur Dera.
Zildan menjauhkan ponselnya dari telinga. “Kuping gue lama-lama budek beneran, deh.”
“Buruan balik, gue bilang Anya nih, lo main ke klub.”
“Klub pala lo, gue masih ada perlu bentar, nggak usah nungguin apartemen. Tuh bangunan juga nggak bakal lari.”
“Dan, gue gorok lo nanti ya. Gue serius, Juna juga belum pulang dari tadi.”
“Ha?”
“Budek beneran, lo.”
Zildan mendengus. “Emang dia ke mana?”
“Mana gue tahu, sih.”
Zildan langsung mematikan panggilan telepon, berdebat dengan Dera tidak akan ada habisnya. Lebih baik Zildan mengantar Bella dulu sebelum pulang.
❤❤❤
Juna menyelesaikan tugasnya di salah satu cafe yang sering dia kunjungi. Karena terlalu fokus ia jadi lupa waktu dan tidak sadar jika ini sudah larut malam, bahkan pelayan mengatakan cafe akan segera tutup.
Setelah membeli beberapa camilan dan pizza untuk Zildan dan Dera yang ada di apartemen Juna memutuskan mengendarai mobilnya pulang. Di perjalanan pulang, Juna masih memikirkan Gladis. Ia masih penasaran dengan cowok yang mengangkat teleponnya kemarin. Terlebih lagi, setelah kejadian Gladis mematikan panggilan telepon, cewek itu sama sekali tidak menghubunginya sampai sekarang.
Sampai di apartemen, Juna berpapasan dengan mobil Zildan yang hendak mundur. Juna memberi klakson, menurunkan kaca mobil dan mengangkat pizza yang tadi dia beli.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...