20

1.9K 147 18
                                    

Selamat Membaca

_____

Ruangan bercat abu-abu itu menambah kesan kelam, bau obat-obatan menguar menusuk indra penciuman. Gladis tidak pernah suka ruangan seperti ini dan bau khas yang ada di dalamnya. Gladis benci berada di tempat ini, bahkan tidak ingin lagi masuk ke dalam. Sudah sekitar setengah jam, Gladis menangis di samping ranjang pesakitan Oma.

Alat-alat yang terpasang di beberapa bagian tubuh Oma, menjadi hal penting untuk penopang hidupnya.

Kenapa mama tidak langsung bicara saja, mengenai kondisi Oma yang sebenarnya sangat tidak baik-baik saja. Kenapa mama dan papa berbohong tentang penyakit Oma yang sebenarnya sangat serius, bahkan kemungkinan Oma untuk sadar dari komanya sangat kecil.

Penyakit itu sudah tidak bisa disembuhkan lagi.

Ali hanya bisa diam, menatap Gladis yang masih saja menangis. Ia belum begitu dekat dengan Oma, terakhir kali dia bertemu Oma saat tante Sarah memintanya mengantar oleh-oleh dari Indonesia.

“Udah, Dis,” Ali menepuk bahu Gladis.

“Li, kita keluar aja apa?” Gladis mendongak, matanya sudah sangat sembab. “Biar Oma istirahat.”

“Iya, tapi lo jangan nangis lagi,” Ali menunjuk sisa air mata di sudut mata sipit Gladis, bahkan gadis itu masih sesenggukan.

Gladis menghapus air matanya. “Nggak, kok.”

Ali merapikan rambut Gladis yang terlihat sedikit berantakan. Lalu Gladis mendekat ke arah Oma, sekilas ia melihat monitor detak jantung Oma yang masih stabil. Tangannya mengusap surai putih Oma, ia juga mendaratkan kecupan yang sangat lama di dahinya.

“Cepat sembuh Oma, biar bisa datang ke wisuda Gladis tahun depan,” bisiknya.

Setelahnya, Gladis dan Ali keluar dari ruangan.

Tanpa mereka sadari, sudut mata kanan Oma yang tertutup rapat, menitikkan air mata.

❤❤❤

“Lo tahu jalannya nggak? Nanti kesasar lagi.” Celetuk Dera.

Gladis hanya nyengir, ia memandangi selembar kertas di tangannya, alamat apartemen Juna. “Kan ada penunjuk jalan,” tunjuk Gladis pada Ali yang sedang minum.

“Nggak, gue nggak mau terlibat acara bucin, lo.”

“Antar doang.”

Dera menoleh pada Ali yang bersikukuh tidak ingin mengantar Gladis ke apartemen Juna. “Heh, lo bayi. Antar teman gue!” ucap Dera.

Ali yang merasa tersindir menatap Dera dengan pandangan bingung. “Bayi?” tanyanya, menunjuk dirinya sendiri.

“Kalau bukan bayi, terus apa?”

“Gue udah dewasa ya, 17 tahun!”

“17 tahun?” Dera terkekeh.

Terpaut 3 tahun dari usia Dera dan Gladis. Ali masih tetap bersikukuh dirinya sudah dewasa dengan usia itu.

“Baru puber aja bilang dewasa,” Dera tertawa.

“Eh,” Ali melotot. “Gue udah boleh nonton video gituan. Jadi gue udah dewasa.”

Cuttt...

“Sakit, Dis!” Ali mengusap perutnya yang di cubit kecil Gladis.

“Mulutnya di jaga!”

“Ya ‘kan emang benar.”

Plak... plak...

“Dis! Nanti gue jadi bego.” Ali merengek, mengusap kepalanya yang di jitak Gladis.

TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang