▫ Selamat Membaca ▫
_____
Gladis tahu, cepat atau lambat ia pasti akan mendengar kabar itu dari mamanya sendiri. Tapi, kenapa setelah mendengarnya Gladis justru ingin meledak? Padahal, saat Dera memberitahunya terlebih dahulu ia bersikap biasa saja.
Gladis bersikap kekanakan lagi.
Gladis cemburu. Begitu mudah bagi mama memberi izin Bella untuk kuliah di London, sementara dirinya yang juga berkeinginan sama, selalu di cegah oleh mama. Bukan, bukan karena kuliah di Indonesia tidak berkualitas, hanya saja Gladis ingin lebih dekat dengan Oma di London.
Pikiran Gladis tidak bisa tenang, ia takut Juna tahu. Bagaimana jika Bella melakukan hal lain lagi seperti dulu, atau bagaimana jika Juna lebih memilih kembali dengan Bella karena cewek itu sudah berubah.
“Udah, Dis,” Ali menggeser cangkir kopi ke tiga yang hampir Gladis teguk.
Malam semakin larut, tapi Gladis tidak punya keinginan untuk kembali ke rumahnya sendiri. Ia justru berada di apartemen Ali, dan meminta lelaki itu untuk tidak memberitahukan keberadaannya pada kedua orang tua Gladis.
“Nanti lo nggak bisa tidur, gue yang repot.”
Gladis mengusap kasar air matanya. “Gue masih mau, Li,” rengeknya.
“Minum air galon aja, biar sehat,” Ali menunjuk satu galon yang masih tersegel di sudut ruangan.
“Lo bisa nggak sih, nggak bercanda,” Gladis merengek, mirip seperti anak kecil. Hidungnya sudah memerah, matanya sembab karena sedari tadi menangis.
“Gue nggak lagi bercanda,” Ali menaikkan bahunya.
“Gue lagi sedih, nih.”
“Cuma gara-gara mantan pacarnya Juna balik lagi? Lo ‘kan udah hampir tiga tahun sama dia, ya kali dia balik ke mantannya lagi.”
Gladis memainkan cangkir kopi di depannya sambil mengerucutkan bibir mungilnya. “Iya juga, sih.”
“Masa lo nggak percaya sama Juna. Terus buat apa dia lepasin selingkuhannya dan lebih milih bertahan sama hubungan lo?”
“Benar, sih.”
“Ya udah, sekarang kalau ada masalah di bawa santai aja, nangis terus emang bisa merubah keadaan? Nggak ‘kan. Mau berapa kali lagi lo nangis, gue yakin lo juga bakal sampai nikah dan punya anak sama dia.”
“Dih, cenayang lo!” suara Gladis terdengar serak.
“Ya, bukannya gitu. Dari sekarang aja kelihatan bucin banget,” Ali terkekeh.
Pada akhirnya, pembicaraan serius itu juga berganti dengan candaan. Malam itu Gladis merasa lebih lega, ia mendapat pencerahan. Bagaimana pun Gladis harus banyak-banyak berterima kasih pada Ali yang sudah mau memberikan solusi atas masalahnya.
❤❤❤
Semua berjalan semestinya, Bella hanya ingin menyelesaikan kuliah dan segera bekerja demi kelanjutan hidupnya. Ia tidak mungkin bergantung sepanjang hidup pada kemurahan hati mama Sarah, Bella juga sadar ia tidak mungkin seterusnya akan meminta ini itu pada mama Sarah, mengingat ia sudah memiliki keluarga utuh. Setelah melalui berbagai liku kehidupan, Bella harus segera sadar bahwa mau bagaimana pun ia tidak bisa seutuhnya memiliki seorang wanita yang sejak kecil ia panggil mama itu. Bella sudah memutuskan untuk tidak akan memberi beban lagi pada mama karena wanita itu berhak bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Fiksi RemajaCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...