■ Selamat Membaca ■
_____Dua bulan kemudian...
Menjadi arsitek adalah cita-cita Juna sejak kecil. Teman-temannya bahkan tidak pernah mengira jika cowok itu hobi gambar. Sampai ia masuk Universitas di London demi mengejar cita-citanya. Sekarang, Juna sudah diterima menjadi seorang arsitek dan bekerja pada salah satu perasaan ternama di Jakarta.
Siang ini, setelah menyelesaikan menggambar desain untuk pembangunan gedung baru, Juna memutuskan untuk ikut makan siang bersama rekan kerjanya. Ia lebih banyak menyimak obrolan daripada menimpali, karena jujur Juna lebih suka diam dan mengamati sesuatu.
“Iya?” Juna baru sana mengangkat telepon masuk dua detik yang lalu, ia berpamitan pada rekan-rekannya untuk kembali ke kantor duluan.
“Ada yang mau ketemu lo, nih.”
“Gue lagi sibuk, weekend aja kalau bisa.”
“Sekarang, dia udah ada di lobi tempat kerja lo. Buruan samperin, kasihan.”
Juna berjalan menuju lobi untuk memastikan yang dikatakan Tristan benar. “Jangan bercanda!”
“Nggak ada bercanda, ini gue udah jalan ke kantor habis antar dia.”
Benar, di pintu masuk kantornya, seseorang tengah berdiri sambil memainkan ponsel. Rambutnya yang panjang terurai, setelan jaket denim dan celana jeans panjang membuatnya masih terlihat seperti remaja. Apalagi, sepatu converse yang menambah kesan imut.
“Gue udah ketemu, dia.”
Juna berjalan mendekat, menyapa security sebelum akhirnya berada tepat di belakang seseorang yang mencarinya.
“Cari siapa?”
“Baru aja mau telepon.”
“Cari siapa, Dis?”
Gladis menggigit bibir bawahnya karena sedikit kecewa dengan respon Juna yang biasa saja saat bertemu dengannya. Memangnya mau bagaimana lagi. Hampir satu bulan mereka tidak bertemu, Gladis sibuk mengurus butik Mama dan Juna yang jarang mempunyai waktu karena sudah bekerja.
Segalanya berubah begitu cepat.
Dari SMA, kuliah, sampai sekarang bekerja dan mereka menjalani kehidupan yang nyata. Pahit, manis kehidupan yang sesungguhnya. Semuanya berubah, pertemanan mereka yang jarang sekali berkumpul sekarang karena urusan masing-masing. Sekarang, mereka sudah bisa menyebutnya sebagai sebuah kedewasaan.
“Cari Juna, lah.”
Juna tersenyum, menggandeng tangan Gladis tanpa bicara. Membawanya ke dalam kantor, lalu masuk ke dalam lift untuk sampai di lantai tiga, ruangan pribadi Juna. Juna sudah jadi karyawan tetap, maka dari itu dia sudah punya ruangan sendiri. Karena kerja kerasnya dia bisa membawa proyek besar untuk perusahaan.
“Kok, kita ke sini?” tanya Gladis, heran.
Juna duduk di sofa, setelah meminta dibawakan minuman ke ruangannya. “Mau kemana? Gue belum selesai kerja.”
“Gue tahu. Tapi, ini ‘kan jam makan siang, lo nggak makan?”
“Udah.”
Lagi-lagi Gladis harus menahan kecewa, niatnya ingin makan siang bersama, gagal. Ia tidak berharap lebih, ia tahu batasan antara dirinya dan Juna.
“Gue ke sini mau bilang, kalau Bella ngajak kita dinner.”
Juna terlihat mengangguk, entah kenapa aura cowok itu jadi semakin kuat. Jangan lupakan jika Gladis terpesona dengan Juna yang berbalut jas resmi seperti ini, wibawanya terpancar jelas dan terlihat begitu berkarisma.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...