■ Selamat Membaca ■
_____Gaun dengan potongan sederhana yang tidak terlalu mencolok dan terlihat elegan, membalut tubuh mungil Gladis. Ia berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri yang sudah siap dan rapi.
Di bawah, sudah banyak mobil tamu yang berjajar rapi, terlihat dari balkon Gladis yang terbuka. Gladis menghela napas, ketika ia turun dari alat penimbang berat badan.
“Turun lagi?” gerutunya pada diri sendiri.
Hampir seminggu, Gladis tidak makan dengan teratur, dari kemarin pun dia hanya makan satu kali sampai sekarang. Berat badannya turun drastis, entah itu terlihat mencolok atau tidak. Gladis merasa tubuhnya masih terlihat normal, meski pipinya kelihatan sedikit tirus.
“Dis, lo udah makan?”
Gladis menoleh saat Dera dan Anya masuk ke kamarnya sambil membawa piring, bau rendang langsung bisa tercium olehnya. “Udah.” Jawab Gladis.
“Beneran?” Anya memastikan.
“Lo pucat banget gue lihat.” Dera menaruh piringnya, mendekat pada Gladis yang masih setia berdiri memperhatikan keadaan luar dari jendela kamarnya.
“Gue belum pakai lipstik.” Gladis berusaha menghindar saat Dera mencoba mengecek suhu tubuhnya.
“Lo sakit, ya?”
“Nggak Ra, cuma pusing dikit, soalnya semalam gue begadang nulis skripsi.”
Anya dan Dera saling pandang, mereka juga tidak ingin bertanya seolah-olah menyinggung perasaan Gladis. Meski sebenarnya, banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan.
Mereka menikmati makanan dengan Gladis yang sibuk menelepon Papanya. Handika masih tidak bisa dihubungi sampai sekarang.
Tiba-tiba, Tristan masuk ke kamar Gladis dengan napas ngos-ngosan. “Dis, gawat. Bella nggak mau naik panggung kalau bukan lo yang dampingi dia buat tukar cincin.” Katanya.
Gladis menaikkan sebelah alisnya sambil meremas ponsel yang ia genggam lebih erat. “Maksudnya?”
“Bella minta lo dampingi dia buat tukar cincin.” Ulang Tristan, tak enak hati sebenarnya, tapi harus dikatakan.
Dera langsung saja menaruh piring setengah membanting. “Enak aja, nggak bisa.”
“Gue nggak tahu anjir, gue yang kena marah.” Tristan jadi ngotot.
“Nih anak di kasih hati minta jantung.” Geram Anya.
Gladis menoleh sekilas ke cermin, tanpa sadar kedua tangannya sudah terkepal di samping badan. Apalagi sekarang, apa tidak cukup seperti ini.
“Mama kemana?” tanya Gladis, kali ini dengan nada datar.
“Tante tadi nggak sengaja lihat Om Dika. Dia kejar Om, nggak tahu kemana. Ini waktunya udah mepet banget, Dis.” Tristan meneguk air mineral di botol entah milik siapa.
Keadaan di bawah sangat kacau karena Tante Sarah yang menghilang tiba-tiba. Belum lagi, Juna dan keluarga sudah perjalanan ke sini.
Gladis berdecak, kenapa jadi seperti ini. Apakah Mama juga sekarang sedang bersekongkol dengan Bella untuk membuat Gladis lebih terluka? Kenapa Mama seperti berpihak pada Bella, lalu Gladis ini apa?
“Jalan sendiri apa nggak bisa, dari dulu minta banget buat di tuntun.” Gladis berjalan keluar dan membanting pintu kamarnya dengan keras.
Dera, Anya dan Tristan sampai berjengit, terkejut. Mereka tidak heran jika kali ini Gladis menunjukkan kemarahannya, berjalan dengan mengentak dan tatapan mata tajam. Siapa juga yang tahan pada sikap Bella yang seenaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...