◽ Selamat Membaca ◽
_____
Kenyataan pahit setelah menelan begitu banyak pil kebahagiaan, seperti sebuah mimpi buruk untuk Juna. Pembicaraan yang menurutnya omong kosong itu terus berputar di kepala, semakin jelas terdengar di kesunyian malam, semakin jelas pula luka yang tergores begitu dalam di hatinya.
Mengapa harus pergi tanpa alasan? Mengapa harus mengakhiri tanpa tahu seberapa besar kesalahan? Apakah menurut Gladis ini yang terbaik?
Bagi Juna, Gladis hanya mementingkan perasaannya sendiri tanpa berpikir perasaan Juna. Ia sering membuat keputusan sepihak tanpa melibatkan Juna.
Apa salah, jika ia ingin penjelasan? Sekian lama bersama, seperti semua terlihat baik-baik saja. Sekarang, dunianya begitu terasa runtuh saat Gladis dengan mudahnya memutuskan ikatan mereka.
Setelah tersadar setengah jam yang lalu, Juna tidak mengatakan sepatah kata pun. Makanan yang sudah di siapkan oleh rumah sakit juga tidak disentuh, bahkan ketiga manusia yang menunggunya di ruangan seperti tidak di anggap.
Zildan berdeham, ini tidak bisa dibiarkan. “Udah mendingan?”
Juna menoleh sekilas, menghela napas sejenak lalu kembali terpejam. Dera dan Anya sedang berusaha menghubungi Gladis yang sejak semalam tidak ada kabar. Mereka memang sempat bertemu untuk berpisah di bandara, tapi Gladis juga tidak menjelaskan apa pun. Seperti ada yang janggal di antara mereka berdua.
“Gue pengen sendiri,” kata pertama yang diucapkan Juna.
“Ya udah kita keluar dulu, kalau ada apa-apa kita di luar, ya.” Kata Dera.
Sekian lama berteman dengan Gladis dan Juna, Dera tahu jika sudah seperti ini ada hal yang sedang tidak berjalan baik-baik saja.
Anya menghela napas, setelah mendaratkan tubuhnya di kursi tunggu depan rawat inap Juna. “Gue heran, kenapa Gladis sama Juna jadi kayak menghindar gini?”
Zildan mengedikkan bahu, sementara Dera hanya merespon dengan mengangguk. Sepertinya, harus ada yang diluruskan dan Dera harus mencari tahu.
❤❤❤
Gladis menyeret kopernya ke sudut ruangan, ia duduk di meja belajar sambil bertopang dagu. Lima belas menit setelah sampai di Jakarta, banyak pertanyaan dari Mama dan Papa yang terpaksa Gladis jawab dengan berbohong.
| Juna masuk rumah sakit
Pesan singkat yang di kirim Dera beberapa menit yang lalu, sama sekali tidak berubah meski Gladis sudah membacanya berulang kali. Sesak di dadanya semakin bertambah karena kabar itu, Gladis tidak bodoh, setelah keputusan yang dia pikirkan matang-matang kemarin pasti akan melukai Juna.
Ia pergi, tanpa alasan.
Ia pergi, tanpa sebuah pengakuan.
Gladis menggaruk pipinya, bosan. Menangis pun sudah tidak bisa, air matanya sudah terkuras untuk Juna. Perasaan hampa tiba-tiba saja hadir, saat Gladis mulai menelusuri bagian kamar dengan matanya. Kisah mereka, banyak dihabiskan di sini.
“Sayang, masakkan Mama udah matang. Kamu mau makan sekarang atau nanti?” tanya Mama, kepalanya menyembul dari balik pintu kamar Gladis.
“Gladis mau mandi dulu Ma.”
“Nanti turun, ya.”
Gladis mengangguk. “Nggak usah di tunggu Ma. Makan duluan aja.”
Mama menutup pintu dan Gladis mulai berdiri, mengambil handuk lalu berjalan ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...