■ Selamat Membaca ■
_____Handika duduk dengan gelisah, menunggu dokter selesai memeriksa Gladis yang tadi pingsan. Entah kenapa, Gladis bisa mimisan sebanyak itu, Handika sendiri baru pertama kali melihat itu terjadi, pikirannya sudah melalang kemana-mana karena takut terjadi sesuatu. Apalagi, dulu Gladis sempat menjalani operasi kecil pada bagian kepalanya saat kecelakaan.
“Dok, bagaimana keadaan anak saya?”
Dokter tersenyum ramah. “Dia baik-baik saja, hanya dehidrasi. Apakah akhir-akhir ini dia sedang diet ketat?”
“Diet?”
“Sepertinya Gladis sedang tertekan dan kurang memperhatikan pola makannya. Mohon untuk tidak menambah beban pikirannya ya, Pak.” Jelas Dokter.
Handika masuk ke dalam ruangan Gladis dan langsung mendekat ke ranjang. Gladis sudah siuman sejak tadi, ia menatap Papanya dengan mata sayu. Lalu pandangannya beralih pada kemeja Papa yang kotor.
“Udah mendingan?” tanya Handika.
Gladis mengangguk.
“Gladis diet?”
“Nggak.”
“Kok nggak makan?” tanya Handika, tidak berhenti mengusap puncak kepala Gladis.
“Papa kenapa nggak pulang?”
“Papa minta maaf, ya.” Handika mengecup kening Gladis yang terasa hangat begitu lama.
“Pa, kenapa dia datang lagi di hidup aku?” Gladis mulai menangis lagi.
“Mama, pernah mikir perasaan aku nggak, sih? Kenapa setiap hari Bella terus. Setiap pagi Gladis nggak sarapan karena Mama sibuk urus Bella yang sering muntah, malamnya Mama juga nggak sempat bikin makan malam karena urus Bella yang mengeluh punggungnya sakit.”
“Aku sayang sama Mama, Pa. Aku diam aja tentang masalah ini karena nggak mau Mama mikir aku egois. Aku sebenarnya nggak rela Juna tunangan sama dia, tapi aku takut kalau nggak setuju Mama bakal pergi lagi.”
Handika semakin mengeratkan pelukannya pada Gladis, mencoba menjadi pendengar yang baik untuk putrinya.
“Aku udah berusaha lepasin Juna, Pa. Asal Mama masih mau ada di sini sama aku. Tapi, kenapa harus Bella, kenapa dia rebut semua yang aku punya?”
Handika mengusap air mata Gladis yang terus mengalir. “Mama pasti bimbang antara Bella sama Gladis. Mama nggak bermaksud gitu ke kamu, di sisi lain Bella juga masih jadi anak Mama ‘kan?”
“Gladis tahu, Pa. Apa salah Gladis egois?”
“Nggak ada yang salah, Gladis mau diperlakukan Mama dengan sayang ‘kan? Gladis mau di manja Mama kayak anak pada umumnya. Nggak salah kok, Gladis punya hak atas Mama karena Mama itu Ibu kandung Gladis.”
“Papa tahu Gladis cemburu, tapi untuk saat ini mohon mengerti dulu ya, Nak. Mama pasti juga berat ambil keputusan ini.”
Tidak ada yang tahu seberapa hancur Gladis, mungkin ucapannya barusan terlalu berlebihan. Tapi jujur, ia juga tidak selalu bisa membohongi perasaannya. Ia masih butuh Mama, di banding Juna, ia lebih tidak rela berbagi Mama dengan siapa pun. Terlebih dengan Bella yang memang sejak dulu sudah bersama Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
TroubleMaker Girl 2 (TRUST) 💋 (COMPLETE)
Teen FictionCerita ini diikutsertakan dalam event #gmghuntingwriters2021 . . . Kepercayaan layaknya cangkang telur, kamu harus menjaganya supaya tetap utuh. Jika sampai kamu membuatnya pecah, segalanya tidak akan berjalan seperti semula lagi. Meruntuhkan keperc...