13. Check Up

3.8K 280 16
                                    

Nathan mengantarkan Nacha untuk pulang ke rumah. Awalnya Nacha menolak karena tidak enak dengan Nathan yang selalu mengantarkannya pulang. Kali ini mereka mampir ke mall yang ada di daerah kota yang mereka tinggali dan memilih untuk pergi ke Gramedia terlebih dahulu. Nacha mencari notebook untuk 8 misi rahasianya nanti bersama Nathan.

Ia suka di sini apalagi sangat ingin rasanya memborong buku novel terkenal yang tersusun rapih di rak-rak buku tapi sayangnya uang yang papahnya berikan harus ia gunakan sehemat mungkin agar bisa memenuhi kebutuhan yang lebih penting kedepannya. Melihat Nacha yang masih fokus mencari notebook, Nathan menuju rak-rak buku novel, ia sebenarnya tak suka dengan novel tapi ia ingin membelikannya untuk Nacha.

Ia pernah mendengar dari obrolan grup kelasnya yang membicarakan Nacha waktu gadis itu memenangkan lomba membuat artikel antar sekolah dan membicarakan kegemaran Nacha pada novel. Nathan tak terlalu tahu tentang novel-novel fiksi remaja, ia membuka handphonenya mencari daftar novel remaja yang sangat terkenal. Ia membaca satu persatu sinopsis walau tidak semuanya ia baca tapi dapat di simpulkan Nathan memilih salah satu buku novel yang menceritakan tentang friend zone.

Entah tujuannya apa memilih novel itu. Ia mencari novel tersebut ke rak-rak buku dan akhirnya dapat. Lalu membayarnya tanpa sepengetahuan Nacha dan lelaki itu memasukkan buku tadi ke dalam tasnya dan segera  menghampiri Nacha.

"Udah dapet?" tanya Nathan pada Nacha yang masih fokus memperhatikan buku-buku.

"Belum, kalau cewek banget kan kasian lo nya juga Nat," jawab Nacha matanya tak lepas mencari buku yang pas untuknya dan juga Nathan.

Nathan hanya mengangguk lalu membantu mencari buku yang pas. Mata Nacha berbinar saat menemukan satu notebook yang tersisa di rak paling atas dan terlihat sederhana namun sangat bagus bisa di lihat dari kualitas dan motif buku tersebut.

Nacha berjinjit untuk meraih buku tersebut karena berada di jajaran rak paling atas sedangkan tingginya tak seberapa. Nacha menghela nafas tak bisa meraih buku tersebut.

"Eh?" Nacha terkejut saat di belakangnya ada Nathan yang mengambil buku tersebut.

Posisi Nacha seperti terkurung di balik badan Nathan yang tinggi. "Kalau butuh bantuan itu bilang,"  ucap Nathan sembari meraih buku yang hendak Nacha ambil tadi.

"Nathan jangan dempet-dempet!" Nacha mendorong pelan Nathan agar tak terlalu dekat dengannya karena seperti yang sudah Nacha rasakan jantungnya memompa lebih cepat.

"Kenapa?" pertanyaan Nathan membuat Nacha tak bisa menjawabnya.

"Kalau di tanya itu jawab bukan malah kaya patung," lanjutnya.

"Ya jangan aja kan malu di liatin orang!" jawab Nacha setengah berbohong tapi memang ada benarnya juga mereka menjadi pusat perhatian beberapa orang yang ada di sana.

"Bilang aja lo deg-degan di dempet kaya tadi," ucapan Nathan yang terlalu santai membuat Nacha melebarkan matanya dan menatap punggung Nathan yang menjauh dengan kesal.

Ia mengejar lelaki itu dan menggerutu di hadapannya. Tapi Nathan menulikan indra pendengarannya biarkan gadis itu mengoceh sendiri. Nathan membayar buku pilihan Nacha tadi, Nathan akui buku itu bagus kualitasnya juga. Berarti ia tak jadi menceramahi Nacha jika sampai gadis itu salah buku dan malah memilih yang jelek.

"Tumben selera lo bagus," Nathan dengan wajah datarnya membuat Nacha menghela nafas sabar.

"Emang bagus kali, lo nya aja yang gak tau!" Nacha membela dirinya.

"Bagus apa?"

"Seleranya lah!"

"Oh,"

Nacha mengepal tangannya andai Nathan bukan orang yang selalu membantunya pasti Nacha lepas kontrol emosi karena sikapnya. "Lo nyebelin banget sih," ucap Nacha pelan. Sudah jelas ia tak berani mengucapkan itu secara terang-terangan.

"Ngomong apa?" Nacha gelagapan dan segera menggeleng.

"Engga kok!"

Nathan hanya tersenyum miring karena ia tahu apa yang di ucapkan gadis di sampingnya itu. Penjaga kasir menyebutkan total harga buku tadi dan segera di bayar oleh Nathan.

Mereka keluar dari gramedia, "Mau makan dulu?" tanya Nathan takutnya gadis itu menahan lapar sekarang ini.

Nacha menggeleng, "Gue gak laper sih, lo kalau laper makan aja nanti gue temenin kalau gak mau di temenin yaudah gue pul-"

"Secara garis besar aja," Nathan memotong ucapan Nacha.

"Enggak!" Nathan hanya mengangguk. Mereka berjalan menuju ke arah parkiran untuk segera pulang.

**

"Nathan, thanks ya!" ucap Nacha sembari memberikan helm pada Nathan.

"Gue masuk dulu!" Nathan mencekal tangam Nacha agar gadis itu tak buru-buru masuk ke dalam rumahnya.

Nacha menoleh dan menatap bingung ke arah Nathan, lelaki itu segera membuka resleting tasnya dan mengambil sesuatu dari dalam.

"Buat lo," Nathan memberikan buku novel yang cukup tebal pada Nacha. Novel yang ia beli saat di gramedia tadi.

"Serius? Padahal gak usah Nat, nanti sayang uang lo. Padahal di tabung aja buat keperluan sekol-"

"Cerewet, secara garis besarnya aja, mau apa engga?" tanya Nathan to the point.

Nacha tampak berfikir menerima novel itu apa tidak, "Kalau gak mau ya gue buang," Nathan hendak menarik kembali novel tersebut tapi segera di cegah oleh Nacha.

"Eh! Iya iya di terima. Sayang tau kalau di buang, makasih ya Nathan!" ucap Nacha sekali lagi. Nathan mengangguk.

Tiba-tiba ada yang mengirim pesan di handphone Nathan, lelaki itu terkejut tapi kembali ke wajah datarnya. "Gue balik dulu," pamit Nathan dan Nacha hanya mengangguk sebagai jawaban.

Setelah Nathan pergi gadis itu segera masuk ke rumahnya karena terdengar suara bising. Sudah di duga, ayah dan ibu tirinya bertengkar lagi. Nacha lelah mendengar perkelahian ayah dan ibu tirinya. Ia terfikir Jihan, adiknya itu pasti ketakutan. Nacha segera berlari ke lantai 2 dan masuk ke kamar Jihan.

"Jihan!" Nacha mendekat pada Jihan yang menangis sembari menutup kupingnya.

"Lo jangan deket gue! Semua karena ada lo di rumah ini! Lo anak penyakitan yang selalu bikin papah sama mamah berantem. Pergi lo dari sini!" bentak Jihan, hati Nacha sakit sebetulnya tapi ia memilih pergi dan menuju kamarnya.

Tapi ia terkejut dengan ayahnya yang ada di depan pintu kamar menahan amarah. "Ganti baju! Sekarang kita ke rumah sakit!" Farel meninggalkan putrinya setelahnya.

**

Nacha dan Farel masuk ke ruangan dokter spesialis kanker setelah menunggu beberapa saat yang lalu. Nacha di periksa oleh dokter perempuan yang di ketahui namanya adalah Dr. Sita.

"Pak kondisi Nacha nampaknya semakin memburuk. Seharusnya Nacha lebih rutin kemoterapi," ujar Dr. Sita dengan nada sedikit khawatir dan melihat ke arah Nacha dengan wajah putih pucatnya.

"Kita jadwalkan besok Nacha harus kemoterapi lagi," Dr. Sita tampak menuliskan sesuatu dalam lembar check up Nacha.

Nacha menderita kanker hati yang mengharuskannya untuk rutin check up dan kemoterapi tapi gadis itu selalu mempunyai alasan untuk menghindari itu semua. Karena ia paling tak suka rumah sakit.

Nacha tak berbicara apapun semasa di ruangan dokter. "Ini demi kesehatan kamu Cha," Dr. Sita menggenggam tangan Nacha.

Gadis itu adalah pasien terdekatnya, yang menjadikan Dr. Sita tahu apa yang tak di sukai Nacha termasuk tak suka dengan rumah sakit dan segala hal yang ada di dalamnya.

Nacha beserta ayahnya keluar dari ruangan. "Pah, plis Nacha gak mau. Nacha sehat pah, Nacha merasa baik kok. Papah harus percaya!" Nacha menahan air matanya.

Farel memeluk putrinya dengan erat, "Papah pengen kamu sembuh! Apapun bakal papah lakukan biar kamu bisa sembuh Cha, tapi kamu harus mau kemoterapi, papah gak mau kondisi kamu memburuk lagi," Farel, lelaki itu menahan tangisnya.

**

-8 Misi Rahasia-

Vote+comen

8 Misi Rahasia [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang