52. Kabar Baik dan Buruk

3.7K 294 92
                                    

"Jangan mencoba memaksakan kehendak kalau nggak bisa jamin buat berhasil!"_Nathaniel Rafandra.

Semua terdiam sembari berdoa dalam hati. Pintu coklat terang itu belum juga terbuka. Mereka semua menunggu dokter yang menangani Nacha keluar. Hingga tak lama pintu terbuka menampilkan dokter Sita.

"Gimana dok?" Daren  menghampiri dokter itu.

"Saya punya kabar buruk dan baik, kabar baiknya sudah ada donor mata untuk Nacha tapi buruknya sampai saat ini rumah sakit belum mempunyai donor hati yang cocok." Jawab Dokter Sita.

Daren serta yang lainnya mengacak rambut frustasi. "Kita harus cepat mendapatkan donor hati, kalau tidak nyawa Nacha tidak bisa terselamatkan." Lanjutnya.

**

Nathan di persilahkan pulang oleh Daren karena besok dirinya harus pergi ke sekolah. Baru saja Nathan masuk ke dalam rumahnya suara tegas dan dingin menginterupsi-nya.

"Nathan!"

Nathan menoleh ke arah kakeknya yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama ayahnya, Aldran. Entah apa yang sedang mereka bicarakan Nathan memilih menurut dan duduk di dekat Aldran.

"Kenapa kek?" Tanya Nathan.

Tama menyodorkan sebuah surat peringatan Nathan akibat ulahnya dan Fael waktu itu. "Kakek kecewa sama kamu!" Ucap Tama dengan penuh rasa kecewa.

Nathan menatap amplop putih tersebut tanpa berniat menyentuh-nya. Mungkin memang Nathan sudah melanggar perjanjian dan membuat kakeknya marah untuk pertama kali dalam hidupnya.

"Besok lusa kamu pindah ke Jerman!" Nathan terkejut dan menatap Tama dengan rasa tidak percaya.

"Bukannya Nathan sekolah di Jerman buat kuliah kenapa lusa?" Nathan meminta penjelasan lebih lanjut.

Nathan sangat ingik berkuliah di salah satu Universitas yang ada di Jerman dan Aldran mengetahuinya dan segera memberitahu Tama. Kebetulan  Tama mempunyai kenalan yang terhubung dengan Universitas tersebut. Dan beberapa bulan kebelakang Aldran sempat memberikan sebuah amplop dengan isi kertas bahwa Nathan bisa berkuliah di Universitas tersebut nanti. Bukan tanpa alasan Nathan memang sangat cerdas membuat Aldran yakin bahwa lelaki itu pasti bisa bersekolah di sana.

Tapi, karena kekecewaan Tama saat ini, ia merubah keputusannya. "Kamu melanjutkan masa SMA kamu di sana." Tama memberikan jawaban yang sudah mewakili semuanya. Antara kecewa, dan sayang.

"Tapi kek-"

"Kalau kamu bersekolah di Danendra II tapi tetap saja jadi berandalan maka kamu harus mendapatkan pendidikan yang bisa membuat kamu sadar akan semua kesalahan kamu!" Tegas Tama.

Nathan menatap ke arah Aldran meminta pertolongan. Aldran yang di tatap seperti itu hanya menghela nafas Tama tidak bisa ia bantah. "Demi kebaikan kamu Nathan." Aldran memegang pundak putra bungsunya itu.

Nathan kecewa dan langsung pergi ke kamarnya di susul ibunya. Nara perlahan masuk ke dalam kamar Nathan. Kamar yang selalu rapih karena Nathan paling tidak suka ada barang yang berserakan.

Terlihat lelaki itu terbaring di atas kasurnya sembari menutup kedua mata dengan tangannya. Nara mendekat dan duduk di samping putra bungsunya itu.

"Nathan." Panggil Nara.

"Kakek se-kecewa itu ya sama Nathan?" Tanya Nathan tapi posisi lelaki itu masih sama.

Nara merapihkan rambut Nathan dengan tangannya. Gaya rambutnya sama seperti Aldran masih muda hingga teringat akan kisah mereka ketika SMA dulu.

"Baru kali ini kan kakek marah sama kamu? Dia sebenarnya sayang sama kamu, enggak mau kamu semakin jauh dalam pergaulan yang dapat menjerumuskan kamu ke dalam masalah yang lebih sulit. Ini jalan terbaik Nathan." Nara mencoba memberikan nasihat untuk anaknya.

Nathan menurunkan tangannya dari wajah dan menatap langit-langit kamar. "Tapi, Nacha masih sakit bun bahkan kritis. Masa iya Nathan harus pergi gitu aja." Bingunya.

"Kamu suka ya sama Nacha?" Nara menggoda Nathan.

"Tapi Nathan nggak tahu perasaan Nacha. Emang harus ya lanjut SMA di Jerman?" Nathan melirik Nara.

"Mungkin ini jalannya Nath. Kalau kamu emang jodoh sama Nacha pasti nanti ketemu lagi kok." Nara mencoba meyakinkan.

"Huft...Bunda jadi keinget masa muda sama papah kamu deh Nath banyak banget cobaannya. Bahkan sampai sekarang bunda masih enggak nyangka bisa membangun rumah tangga sama papah kamu."

**

Nathan berjalan gontai ke arah kantin baru kali ini ia tidak menyukai jamkos. Teman-temannya yang lain sudah berada di kantin sedari tadi. Masih di perjalanan menuju kantin tiba-tiba seseorang menghadang jalannya.

"Apa?" Nathan benar-benar malas menanggapi Shelin yang merentangkan tangannya di depan Nathan sekarang.

"Gue bawain ini buat lo. Ini gue bikin sendiri loh Nat." Shelin menyodorkan kotak bekalnya pada Nathan.

"Dalam rangka?"

"Eum...Bukti kalau gue serius sama lo?"

"Bucin." Nathan melenggang pergi tanpa menerima bekal yang di buat Shelin untuknya.

Bukan tidak menghargai tapi Nathan sedang tidak ingin meladeninya. Apalagi gadis itu terus menerus mengejarnya padahal sudah di tegaskan oleh Nathan bahwa lelaki itu tidak memiliki perasaan khusus untuknya.

"Nathan sampai kapan sih lo kayak gini?" Shelin kembali menyusul Nathan.

"Maksud lo?" Nathan menaikkan sebelah halisnya.

"Sampai kapan lo ngejar Nacha yang enggak peka sama lo?" Shelin mulai geram.

"Lo sendiri sampai kapan ngejar gue. Padahal gue udah tegasin. Gue nggak punya rasa sama lo." Jawab Nathan dengan santai.

"Nath gue suka sama lo dari awal kita ketemu di sekolah ini. Sebelum lo kenal Nacha!" Shelin tetap bersikukuh.

"Gue nggak pernah nyuruh lo buat suka."

Nathan kembali berjalan melewati Shelin tetapi perempuan itu malah mencengkeram pergelangan tangan Nathan.

"Weh-weh ada apaan nih?" Dari awal berlawanan Aldo dan ketiga sahabatnya yang lain datang mendekat ke arah Nathan dan Shelin.

"Waduh neng Shelin pegang-pegang tangan Nathan. Suka ya?" Goda Reza.

"Udah lama." Shelin tersenyum sembari menatap Nathan, sedangkan lelaki itu menatap malas ke arah Shelin.

Aldo berbisik pada Reza, Oki dan Zivar seperti sedang menyusun sebuah rencana hebat lalu mereka tersenyum kecuali Oki yang setia dengan earphone walau tidak menyalakan musik.

"Gimana, di terima sama Nathan? Kapan jadiannya dong?" Tanya Aldo.

"Doain aja Do." Jawab Shelin.

Mereka mengangguk, Nathan mulai jengah berada di dekat Shelin. "Emang yakin?" Pertanyaan Zivar membuat Shelin diam seribu bahasa.

"Gue cuman mau kasih tau, harga diri itu tinggi. Jangan jatuhin harga diri lo cuman buat Cinta. Malu." Ucapan tajam Oki menjadi pisau yang menusuk hati Shelin.

"Yaelah padahal jangan langsung nyelekit gitu ya kan biar rame," Aldo berbisik pada Reza dan Zivar.

"Mending lo balik ke kelas Shel. Nathan punya pilihannya sendiri lo nggak usah atur dia." Akhir Oki.

Lalu mereka berempat pergi menuju kantin lagi karena niat mereka awalnya mencari Nathan dan makan siang di kantin sekolah.

Gue enggak perduli, apa yang gue pengen harus gue dapetin! Shelin menatap kepergian mereka.

**

8 MISI RAHASIA

VOTE+COMEN

Gimana sama Chapter kali ini? Comen yaapp;)

8 Misi Rahasia [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang