34. Sebuah Keinginan

3.1K 261 11
                                    

Nacha tersenyum senang bisa kembali mengobrol dengan ayahnya walau pria paruh baya itu masih terbaring lemah di atas kasur rumah sakit dan beberapa alat masih menempel di tubuhnya. Walau begitu, rasanya Nacha sangat bersyukur bisa mendengar suara ayahnya lagi.

Mereka mengobrol tentang kenangan Nacha dan ayahnya ketika di taman safari dan yang lainnya, tentu saja Farel senang melihat Nacha seceria ini. Entah tuhan akan memanggilnya kapan Farel berharap bisa melihat Nacha memakai gaun pengantin dan bersanding dengan suaminya nanti. Semoga saja.

"Papah cepet sembuh ya, jangan sakit lagi," Nacha menggenggam erat tangan Farel dan sesekali menciumnya.

Tubuh itu rapuh, dan dingin. Nacha belum menceritakan tentang perbuatan Devi, ia takut ayahnya drop ketika mendengar kenyataan pahit yang sedang menimpa keluarganya.

"Demi kamu, papah bakal berusaha sembuh," Farel mengelus rambut Nacha dengan sayang.

"Kenapa kamu gak cerita?" Pertanyaan itu membuat Nacha menyerngit tidak mengerti.

"Cerita apa Pah?"

"Mamah tiri kamu yang udah ambil semua harta papah."

Nacha mematung, ayahnya ternyata sudah mengetahui kelakuan Devi. Siapa yang memberitahunya? Apa Daren? Tapi sepertinya bukan, karena Daren pun pasti takut jika kondisi Farel semakin memburuk ketika mendengar hal itu.

"Papah tau dari mana?" Tanya Nacha dengan hati-hati.

"Sebelum papah kecelakaan. Kenapa kamu gak cerita kalau kamu sering dapat perlakuan buruk dari mamah tiri kamu?"

Nacha bungkam, semuanya sudah di ketahui Farel, walau gadis itu sudah menutup rapat akhirnya semuanya sudah terkuak. Tanpa di sadari air mata Nacha kembali jatuh, ia memeluk tubuh Farel dari samping.

"Nacha gak mau papah kepikiran Nacha. Nacha gak mau papah sakit. Sekarang Nacha cuman punya papah," Nacha menangis meluapkan segala kerinduannya dengan Farel.

Hati Farel terasa remuk mendengar penuturan putrinya, dia masih dalam keadaan amnesia hingga sekarang. Sengaja Farel menyembunyikan semuanya agar Nacha tidak sakit dan trauma setelah kecelakaan.

Nacha teringat sesuatu, ia tidak bisa menjamin bahwa ayahnya mau menjawab tapi otak dan hatinya terus mendorong Nacha untuk mengungkapkan isi hatinya yang paling dalam kepada Farel.

"Pah,"

Farel menoleh ke arah putrinya. "Kenapa?"

"Nacha pengen ketemu sama mamah kandung Nacha."

Deg!

Itu adalah keinginan Nacha satu-satunya yang belum bisa Farel wujudkan. Farel belum bisa mewujudkan hal itu, ia tidak mau Nacha bertambah sakit hati nantinya.

"Apa papah gak ada niat buat bersatu lagi sama mamah?" Pertanyaan Nacha tidak ada satupun yang Farel jawab.

Mulut pria itu tampak enggan untuk mengeluarkan suara sedikitpun mengenai ibu kandung Nacha. Tapi mau bagaimanapun Nacha harus tahu siapa ibu kandungnya.

"Nacha pengen punya keluarga utuh pah, kayak Nathan, Dira sama temen Nacha lainnya."

Daren yang duduk di Sofa hampir mengeluarkan air matanya. Drama yang ada di hadapannya itu sungguh tidak bisa ia lihat lagi.

"Nanti papah pasti akan berada dekat dengan mamah kamu," jawab Farel hanya itu jawaban yang bisa ia berikan.

"Walau Devi udah ambil semua, tapi papah masih ada harta yang di simpan sendiri. Semua buat kamu, papah gak mau kamu kerja lagi. Papah kerja buat kamu, apa artinya papah kerja kalau kamu gak menikmati hasil dari keringat papah?" Nacha kembali menangis dan memeluk ayahnya dari samping.

"Nacha udah lupa rasanya kasih sayang dari seorang ibu, Nacha gak mau lagi kehilangan rasa kasih sayang dari seorang papah. Jangan pernah tinggalin Nacha."

**

Nacha menaiki anak tangga dengan tenang sembari mendengarkan musik lewat earphone-nya. Lagu Strongest yang ia sukai terus di putar dari dirinya memasuki sekolah hingga kelas.

"Eh?" Nacha terlonjak kaget saat seseorang menarik sebelah earphone-nya.

"Ka Ziyan ngagetin!" Nacha sedikit eksal dengan kakak kelas yang tengah terkekeh itu.

Ziyan, lelaki itu yang mencopot sebelah earphone milik Nacha. "Tadi di panggil gak nyahut," balas lelaki itu.

"Eh maaf kak, gak kedengeran."

Ziyan mengangguk lalu berjalan beriringan dengan Nacha untuk sampai lantai 2. Sebenarnya kelas Ziyan ada di lantai 3 dan ada tangga yang bisa lebih cepat membawanya langsung ke lantai 3, tapi lelaki itu melihat Nacha ketika di koridor dan langsung menghampirinya.

"Gimana ulangannya?" Tanya Ziyan.

"Lancar-lancar aja sih kak," Ziyan mengangguk mendengar jawaban dari Nacha.

Lelaki itu terkadang mencuri pandang pada Nacha yang sangat cantik. Rambut coklat gelapnya itu selalu di ikat.
"Pulang bareng, mau?" Nacha terkejut dengan penawaran Ziyan yang tiba-tiba.

"Eh dalam rangka apa nih?" Nacha bertanya sembari terkekeh.

"Gue denger lo suka banget sama novel, gue pengen cari novel yang bagus buat tambah koleksi."

Mata Nacha tampak berbinar ketika mendengar kata koleksi. Berarti Ziyan punya lebih dari satu novel?

"Kak Ziyan koleksi novel juga?" tanya Nacha.

"Enggak banyak, gue cuman koleksi novel-novel yang isinya kumpulan kata atau motivasi dan buku tentang sastra bahasa."

"Yah...Tapi Nacha taunya novel remaja gitu, kalau yang kaya kata-kata kaya gitu Nacha kurang hapal," Balasnya.

"Makannya gue mau coba beli satu buat baca, siapa tahu rame kan, gimana lo mau anter?" Ziyan mengulangi.

"Boleh kak," Ziyan tersenyum.

"Oke pulang sekolah tunggu di parkiran."

Setelah itu Ziyan berpisah dengan Nacha karena harus ke lantai 3 letak kelasnya berada. Nacha membalas senyuman Ziyan. Ziyan itu baik dan tampan.

Nacha terkadang kagum dengan sosok Ziyan karena kepintarannya dalam bidang sastra dan bahasa. Puisi lelaki itu selalu di jadikan pajangan di mading sekolah dan sudah sangat terkenal.

"Idih si Eneng ngapain senyum-senyum sendiri kayak orang lagi kasmaran aja," tiba-tiba Vallen datang dan langsung menggoda Nacha.

"Ih apaan sih enggak juga!" elak Nacha dan langsung melanjutkan langkahnya untuk sampai di kelas.

Vallen malah tertawa, ia menyusul Nacha. "Cha, mana pajak jadian lo sama Nathan?" Nacha menyerngit bingung.

"Pajak jadian apaan sih Vallen, gue tuh gak pacaran sama Nathan!" tegas gadis itu agar Vallen tidak terus menggodanya.

"Ah masa sih. Kemarin Nathan yang ngaku sendiri kok. Pendengaran gue masih bagus ya gak budeg, nih kalau gak percaya coba cek sendiri."

Nacha memutar bola matanya malas. "Serah Vallen aja deh!" Karena Vallen sudah sampai depan kelasnya ia hanya berteriak kepada Nacha.

"Moga langgeng ya sama Nathan!" Vallen berteriak dari depan kelasnya karena Nacha yang mulai menjauh untuk pergi ke kelasnya.

"Amin!" seseorang membalas teriakan doa dari Vallen. Tapi bukan Nacha, melainkan Nathan yang berdiri di persimpangan koridor sembari memakai topi hitam bertulisan Brave Solidarity bersama teman-temannya yang lain.

**

8 MISI RAHASIA

VOTE+COMEN

8 Misi Rahasia [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang