Tiga Puluh Empat

208 30 21
                                    

Jangan lupa vote dan komen terlebih dahulu ya. Terima kasih

♡ ♡ ♡

Denar menatap lurus ke depan. Pandangannya tajam. Ketika mendengar suara motor sport yang memasuki halaman rumahnya. Denar segera bangkit diikuti oleh beberapa anggota Betelgeuse. Ia berdiri tepat di teras rumah dengan kedua tangan melipat di dada.

"Hello Bro, gimana motor baru gua? Keren 'kan?"

Denar menatap tingkah tengil Arhan yang memamerkan motor barunya. Ia berjalan menuju motor sport milik Arhan. Melihat-lihat setiap detail dari motor itu dan saat melihat plat nomor motor Arhan. Denar mengusap dagu dan mengangguk-angguk 'kan kepala seperti orang yang sedang berpikir keras. Usai mengamati motor Arhan—Denar langsung kembali menghadap Arhan.

Detik terasa membeku. Tatapan mata Denar menampilkan kilatan kemarahan pada Arhan. Belum sempat Arhan menjelaskan apapun pada Denar. Cowok itu tanpa adanya kata basa-basi mendorong tubuh tegap Arhan. Dan memukul sudut bibir Arhan. Yang dengan cepat menimbulkan warna ungu di sudut bibirnya.

"Pergi lo. Pergi lo dari sini!" kelakar Denar.

"Lo—lo kenapa sih?!"

Denar mendengus. "Gak usah sok pura-pura gak tau deh lo!"

"Apa sih, gua bener-bener gak tau!"

"Lo 'kan yang udah buat ketua The Alpana masuk rumah sakit?!" teriak Denar. Ia menarik kaus hitam yang Arhan kenakan.

"IYA KAN LO?! DAN KARENA LO, KITA SEMUA TERANCAM DI PIDANA!"

Denar memejamkan mata sebentar lalu kembali memukul Arhan. Arhan yang sama sekali tidak siap hanya bisa pasrah saat Denar menghajarnya. Denar memukul Arhan bertubi-tubi menyalurkan perasaan marahnya. Bayangan wajah Mahera terus menghantuinya, maka Denar semakin berutal melayangkan rasa kesal dan marahnya pada Arhan.

Betelgeuse yang melihat Denar meluapkan emosi pada Arhan pun melerai mereka. Dengan Denar yang ditenangkan oleh Ryan dan Roky.  Sedangkan Arhan yang dijauhkan dari Denar oleh Sean Penampilan Arhan terlihat kacau sekali.

"LEPASIN GUA!" Denar berusaha untuk menepis tangan-tangan temannya yang menahan.

"TENANG-TENANG!" teriak Ryan. "Lo BISA TENANG GAK SIH?!" Ryan meraih kedua pundak Denar. "Kita gak bisa main hakim sendiri. Belum tentu memang Arhan yang melakukan. Bisa jadi, ini hanya akal-akalan The Alpana," jelas Ryan

Denar mengeleng. "Engga, lepasin gua."

Denar kembali menghampiri Arhan dan berniat untuk memukul kembali. Namun, tangan Denar dicekal oleh Hafi.

"Lo kenapa sih? Kenapa, lo lebih percaya musuh daripada temen sendiri!" bela Hafi.

"Gua gak paham lagi sama lo!" lanjut Hafi.

"ARGH...." Denar memukul dinding dengan tangan kosong.

Mendengar penjelasan Hafi— Denar menjadi bimbang. Denar memikirkan perkataan Ryan. Bisa jadi perkataan Ryan benar adanya. Denar yang merasa kesal sekaligus pusing tanpa berucap lagi ia masuk ke dalam rumah. Meyambar jaket beserta kunci motor  bergegas pergi menaiki motornya. Betelgeuse hanya bisa memandang punggung Denar yang kini perlahan menghilang dari tatapan mereka.

Denar melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Melajukan motor yang sebenarnya hanya berputar-putar. Bagi Denar mengendarai motor saat keadaan sedang marah adalah hal yang dapat mengurangi perasaan kesal sekaligus marahnya.

Setelah hampir satu jam berputar-putar mengelilingi Jakarta. Kini, Denar merasa lebih baik.  Hembusan angin malam dan keadaan langit yang saat itu bertabur bintang serta bulan bersinar terang. Menjadi salah satu alasan mengapa mood Denar cepat membaik.

Tepat pukul dua belas malam Denar pulang ke rumah. Ia membuka pagar rumah dan bergegas memasuk 'kan motor ke dalam garasi rumah. Suasana rumah sudah sepi, beberapa anggota Betelgeuse pun sudah sadar diri untuk pulang ke rumah masing-masing saat tahu Denar sedang kacau.

Denar menarik knop pintu yang menghubungkan antara garasi rumah dengan ruang tamu. Ia melepas jaket yang dikenakan. Melihat sekilas ternyata ada Roky dan Sean yang tertidur di atas sofa masih berada di rumahnya. Mereka tertidur sangat pulas sampai tidak menyadari kepulangan Denar. Denar melangkah menaiki anak tangga menuju kamar. Ketika melihat kasur tanpa pikir panjang ia langsung menjatuhkan tubuh di atas kasur tersebut. Membiarkan tubuhnya terpantul-pantul di atas kasur. Untuk sejenak ia memejamkan mata.

"Abis dari mana, lo?" tanya Hafi yang tiba-tiba saja sudah ada di ambang pintu kamar. Mata Denar terbuka langsung.

"Lo kalo masuk, gak bisa apa ketuk pintu dulu?!" protes Denar tak suka.

Hafi tidak mengubris perkataan Denar. Ia malah tersenyum menyungingkan bibir.

"Lebay lo." 

Hafi berjalan masuk ke dalam kamar Denar. Duduk tepat di pinggir tempat tidur Denar.

"Jadi gimana?"

"Apanya yang gimana?" tanya Denar.

"Lo percaya sama temen lo sendiri atau musuh kita?" selidik Hafi.

Denar menarik napas panjang kemudian mengembuskan kasar. Ia pikir dengan keluar sejenak dan pergi dari masalah tadi bisa menyelesaikan masalah. Namun ternyata, masalah itu tidak benar-benar selesai bahkan tidak selesai.

"Gua lagi pengen  sendiri. Tolong pergi dari kamar gua," pinta Denar.

Kalimat Hafi membuat Denar melededak. Ia pun berdiri menatap Hafi tajam. Nyali Hafi menjadi ciut.

"Oke ... Oke ..." Hafi pun melangkah mundur dan pergi dari hadapan Denar. Dan tidak menutup kembali pintu kamar Denar.

"WOY, GAK BISA APA TUTUP PINTU KAMAR GUA LAGI!" Hafi yang mendengar teriakan itu berbalik dan segera menutup pintu kamar Denar.

"Iya... Iya, Santai!"

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang