Chapter | 04

1.4K 93 16
                                    

*****

“Kini, kita kembali menemukan jalan untuk pulang. Namun, apakah jalan itu bisa membuat takdir kita kembali bersinggungan?”

*****

Krieeet....

"Mami?" Disa mengalihkan perhatian dari ponsel, saat melihat Marisa membuka pintu kamarnya.

"Papi kamu sudah pulang," ujar wanita itu dengan senyum merekah.

Disa pun tak bisa menyembunyikan ke-antusiasannya. Dia menyibak selimut yang tadi membungkus tubuhnya. Dalam seperkian detik, gadis itu sudah berdiri di dekat Marisa.

"Semoga papi kamu bawa berita bagus."

"Iya, mi."

Marisa pun menarik putrinya untuk ikut ke ruang tamu, menemui Rafiq yang baru saja tiba dari Jakarta. Lelaki paruh bawa itu memang mengadakan perjalanan pulang pergi, meski harus menanggung lelah setelahnya.

"Mi," panggil Disa menginterupsi. "Kayaknya papi capek deh, Disa enggak enak kalo bahas itu sekarang."

"Kamu benar sayang. Mami rasa juga gitu." Mereka berdiri tak jauh dari tempat Rafiq. Hanya saja Rafiq membelakanginya, jadi ia tidak menyadari kehadiran anak dan istrinya itu.

"Udah jam sebelas juga, mungkin Disa tanya keadaan papi aja."

"Ya, udah. Ayo!" Merasa jika usulan Disa ada benarnya. Marisa pun mengurungkan niatnya untuk berceloteh seperti biasa.

"Pi! Apa papi udah makan?" tanya Marisa, lalu mengambil tempat di samping suaminya.

"Papi udah makan di perjalanan tadi," sahut Rafiq, lalu matanya pun tak sengaja bertubrukan dengan sang putri. "Eh, kamu belum tidur, sa?" tanya Rafiq heran. Putrinya jarang sekali tidur larut, alasannya karena sudah lelah seharian bekerja.

"Belum pi, terus pas denger papi pulang. Disa langsung keluar aja," tuturnya dengan jujur. Dia memang tidak bisa tidur, dan terus saja memikirkan sang papi.

"Kamu pasti enggak bisa tidur, ya?"

Disa tercenung mendengar perkataan Papinya, apalagi melihat rawut bersalah yang terpatri di wajahnya yang mulai mengeriput di makan usia.

"Maafin papi, ya?" lanjut Rafiq, seraya menepuk lutut gadis itu yang kebetulan duduk berhadapan dengannya.

Mendengar hal itu, Disa merasa sedih dan semakin bersalah. Dia menyulitkan kedua orangtuanya hanya untuk kepentingannya sendiri.

"Yang harusnya minta maaf itu Disa, pi. Disa selalu nyusahin papi sama mami."

"Papi enggak merasa di susahin kok, sama Disa. Justru papi merasa gagal jadi pahlawan buat kamu," Rafiq tak bisa membendung air matanya. Marisa dan Disa yang melihat itupun sangat terkejut.

"Pi, Jangan ngomong gitu." Gadis itu menyela, "papi enggak pernah gagal jadi pahlawan Disa. Disa aja yang enggak bisa ngertiin papi."

"Sayang," ada jeda antara ucapan lelaki itu. "papi ngizinin kamu kembali ke Jakarta," ucapan itu membuat Disa menatap Rafiq dengan lekat.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang