Chapter | 35

799 69 9
                                    

"Clara, apa kamu liat HP aku? kayaknya tadi di sini." Faska terus saja mengobrak-abrik meja kerjanya. Mencari ponsel yang belum sempat ia cek sejak dari pagi tadi. Itu semua terjadi karena Clara yang tiba-tiba datang, dan meminta bantuannya.

"Oh? Hp kak Fandhi? Tadi aku charger di ruangan itu. Baterainya tinggal lima persen lagi," sahut Clara yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya di sofa. Dia sedang mengurus beberapa masalah di kantornya.

"Oh gitu?" Lelaki itu pun beranjak, ingin mengambil ponselnya dalam ruangan yang ditunjukkan oleh Clara tadi. Ruangan itu khusus dibuatnya untuk menginap jika sewaktu-waktu dirinya lembur. Atau untuk istirahat sejenak kala lelah bekerja.

Faska mendapati banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari Disa. Lelaki itu langsung mendesah kesal karena tidak mengaktifkan ponselnya sejak tadi. Dia langsung cemas saat Disa berkali-kali menelponnya. Dia takut jika perempuan itu kenapa-napa.

"Kayaknya aku telpon balik aja," gumam Faska.

Dia baru saja ingin men-diall nomor Disa. "Aduh! Mataku!" teriakan Clara di luar ruangan tadi membuat Faska menoleh. Dia berjalan mendekati perempuan itu.

"Kamu kenapa?" tanyanya

"Kelilipan, Kak! Bisa tiupin enggak?
Perih banget, nih," pinta Clara. Perempuan itu tampak kalang kabut karena matanya yang terasa perih.

"Kamu diem dulu," seru Faska. Lalu dia memegang pipi perempuan itu agar bisa meniup matanya.

Tanpa diduga, Clara malah mengalungkan tangannya ke leher Faska. Menarik lelaki itu agar lebih dekat dengannya, hal itu tentu saja membuatnya terkejut tak tak sempat menghindar.

BRUK!

Dengan cepat Faska menoleh, dia mendapati Disa yang berdiri dengan air mata yang berlinang di pipinya. Dia memperhatikan Faska dan Clara secara bergantian.

"Kak Fandhi," rengek Clara yang bergelayut di tangan Faska. "Kenapa enggak dilanjutin? Aku belum puas ngerasain ciuman pertama kita."

Faska menatap Clara tajam. Tubuhnya seketika panas dan ingin menonjok perempuan itu sekarang juga. Namun, untung saja Faska belum lupa jika Clara adalah seorang perempuan. Selain itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia selesaikan. Menjelaskan kesalahpahaman ini pada Disa.

"Disa—"

Perempuan itu terlihat sangat kecewa. Sorot matanya sudah menjelaskan bagaimana dia kesakitan karena kesalahannya ini.

"Disa—"

"CUKUP!" bentak Disa. Lalu gadis itu pergi meninggalkannya.

Sebelum Faska mengejar Disa, dia menatap Clara dengan sorot mata kebencian.

"Mulai sekarang, jangan pernah menginjakkan kaki di sini lagi," ucap lelaki itu dengan amarah yang berusaha ia redam.

Clara tak kenal takut. Dia masih bisa-bisanya menarik tangan Faska agar tidak pergi.

"Kak Fandhi enggak bisa ngelakuin ini sama aku. Kakak enggak lupa, kan, sama balas budi kakak?" tuding Clara.

"Aku rasa, semua pengorbanan aku selama ini udah cukup. Kamu emang enggak pantes ngedapatin kasih sayang dari orang lain."

Dengan kasar, Faska menyentak tangan Clara. Lelaki itu berlari untuk mengejar Disa. Dia sudah kalut, begitu banyak kekhwatiran dalam dirinya. Bagaimana jika Disa tidak mau mendengar penjelasannya? Bagaimana jika Disa pergi untuk keduakalinya? Bagaimana jika Disa memilih orang lain? Bagaimana hidupnya tanpa Disa setelah ini?

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang