Chapter | 23

902 71 18
                                    

"Maaf, Bu Clara, pak Fandhi sedang berada di luar." Wina menghadang Clara yang tetap memaksa masuk dalam ruangan Faska.

"Kamu berani sama saya? Kamu tau, kan, saya siapa?" Clara malah memarahi Wina yang hanya menjalankan tugasnya.

"Tapi, bu, saya tidak bisa mengizinkan siapapun masuk ruangan pak Fandhi selagi beliau keluar."

"Saya tanya, kamu tau saya siapa enggak?!" bentak Clara.

Wina menunduk, jika begini ceritanya, dia sudah kehabisan kata-kata. Dengan terpaksa, dia membiarkan Clara untuk masuk. Kelihatannya perempuan itu juga sedang dalam mood yang buruk.

"Bu Clara mau minum apa?" Wina bertanya setelah Clara duduk di sofa yang tersedia dalam ruangan itu.

"Jus jeruk aja, jangan kasih gula," pinta Clara yang kini sedang fokus pada ponselnya.

"Mohon tunggu sebentar."

Perempuan itu keluar dari ruangan Faska dengan gondok, sebenarnya dia kurang menyukai Clara. Namun, apa boleh buat, perempuan manja itu adalah orang yang dekat dengan atasannya. Ya, sudah, ia hormati saja seperti peraturan.

"Loh, pak Keano? Anda mau bertemu dengan pak Fandhi juga?" Wina sedikit kaget dengan posisi Keano yang berdiri di depan pintu.

"Ya, saya sudah telpon Faska tadi. Kamu ngapain di dalam? Bukannya Faska tidak ada?" tanya Keano penuh selidik.

"Di dalam ada bu Clara, pak. Saya sudah melarangnya untuk masuk, tapi beliau memaksa," adu Wina, "kalo begitu, saya permisi."

"Iya." setelah melihat Wina pergi, Keano masuk dalam ruangan Faska. Benar, jika Clara memang berada di sana dan sedang bermain ponsel dengan santai.

"Ngapain kamu ke sini?" kalimat pertama yang keluar dari Keano, setelah ia masuk dalam ruangan Faska.

"Bukan urusan kak Keano juga, terserah aku dong mau ngapain." Clara menanggapinya dengan malas. Dia sebenarnya tidak suka dengan ketiga teman Faska, tetapi dia hanya cari muka saja.

"Kamu tau, kan, kalo Faska enggak suka ada orang yang masuk ke ruangannya tanpa izin kayak gini?" tanya Keano sarkas. Namun, tampaknya Clara tidak terpengaruh sama sekali.

"Aku ini udah dekat dengan kak Fandhi, dia enggak masalah tuh kalo aku masuk ke ruangan dia tanpa izin."

Satu sudut bibir Keano terangkat sebelah, lelaki itu tersenyum miring. Lalu ia berjalan mendekati Clara, tangannya bertumpu pada sofa yang perempuan itu duduki. Sehingga Keano tampak membungkuk di sampingnya.

"Lo beruntung, karna gue enggak ngeluarin kata-kata menyakitkan kayak Vano sama Angkasa. Tapi, gue cuma mau nanya, apa yang lo mau dari Faska?"

"Kalian kenapa, sih? Ngurusin hidup gue terus sama Faska? Kurang kerjaan? Iya? Mau gue kasih kerjaan?" Clara mulai terpancing emosi. Dia muak dengan sikap ketiga teman Faska.

Sementara Clara sangat emosi, Keano malah tertawa tanpa rasa bersalah. Dia puas melihat perempuan itu mengeluarkan sifat aslinya.

"Lo itu cuma parasit kecil dalam hidup Faska. Gue saranin, secepatnya lo revisi rencana lo buat dapetin Faska. Karna itu enggak mungkin terjadi."

Kini giliran Clara yang tersenyum miring, perempuan itu berdiri dari duduknya. Membuat Keano yang tadinya menunduk pun ikut berdiri, dan berhadapan dengannya.

"Asal kak Keano tau, gue enggak akan nyerah buat dapatin kak Fandhi. Karna cuma dia, cuma dia yang bisa bikin gue bertahan sampai sejauh ini!" Clara berucap dengan menekan kata-katanya. Kentara terlihat jika ia menegaskan pada Keano.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang