Chapter | 06

1.3K 79 10
                                    

Meski waktu datang
Dan berlalu sampai kau tiada bertahan...
Semua takkan mampu mengubahku
Hanyalah kau yang ada di relungku
Hanyalah dirimu...
Mampu membuatku jatuh dan mencinta...
Kau bukan hanya sekedar indah
Kau tak akan terganti...

Gadis dengan rambut cokelat itu, merasa hanyut saat mendengar lagu yang di lantunkan oleh salah satu musisi Indonesia, lewat earphone yang ia pakai. Meski keadaan jalanan yang macet, dan suasana cukup berisik, tetapi lagu itu terdengar jelas di rungunya.

Mungkin karena lagu itu yang memang menggambarkan perasaannya pada Faska. Meski waktu dan jarak memisahkan mereka, di hati Disa tetap terukir nama Faska. Namun, setelah mendapat berita mengenai Faska yang kuliah di Belanda tanpa sepengetahuannya. Ada rasa kecewa yang terpatri di relungnya. Walaupun ia coba untuk menyangkalnya, rasa itu tetap saja menggerogoti pelan-pelan.

Kemarin, kedua temannya memang tidak melanjutkan pembicaraan itu lagi. Namun, tetap saja ia terus saja kepikiran.

Ah, memikirkan itu membuat Disa ingin segera bertemu dengan Faska kembali. Kira-kira, kapan dia akan di pertemukan dengan sosok lelaki yang sepuluh tahun terakhir ini mengisi hatinya. Kenapa sangat sulit, padahal mereka sudah berada dalam satu kota yang sama.

"Nona, sudah sampai."

Disa tersadar, dan benar jika rumah sakit yang akan menjadi tempat ia bekerja sampai tiga bulan ke depan memang sudah di depan. "Terimakasih, pak," tuturnya dengan sopan.

Sebelumnya, Disa sudah di beritahu oleh dokter Tania untuk menemui dokter Tama. Kepala dokter di rumah sakit pusat ini, sekaligus kakak dari dokter tersebut.

"Permisi, sus," ujarnya sesampai di loby rumah sakit.

"Oh, apa anda dokter Faradhisa Aurora?" balas suster itu. Disa awalnya mengernyit karena bingung, bagaimana suster ini bisa tahu? pikirnya.

"Dokter Tama sudah menunggu anda di ruangan," ucapan suster itu selanjutnya, langsung menjawab kebingungan gadis itu.

"Ah! Begitu? Di mana ruangan dokter Tama?"

"Ruangan dokter Tama ada di lantai lima, ruangan kedua setelah lift," jawab suster itu, sembari menunjuk lift yang ada di sebelah kiri meja resepsionis.

Disa mengangguk, setelah mengucapkan terimakasih. Gadis itu mulai mengayunkan langkahnya menuju lift yang akan membawanya ke lantai lima.

Ting

Langkahnya kembali mengayun di koridor lantai lima, keadaan lorong itu tampak sepi dari lalu-lalang orang lain seperti lantai dasar. Tanpa susah payah mencarinya, Disa sudah bisa melihat nama dokter Tama di pintu ruangannya.

Tok, tok, tok...

"Masuk."

"Selamat pagi, dokter Tama," ujar Disa sesaat setelah masuk dalam ruangan itu

Seorang lelaki yang terlihat seumuran dengan papinya, menyambut Disa dengan senyuman ramah. "Dokter Fara?" tanyanya. "Silakan duduk," lanjutnya saat melihat Disa masih setia berdiri.

"Terimakasih, dokter."

"Selamat datang di Jakarta, dokter Fara," seru dokter Tama saat mereka sudah duduk berhadapan. "Jadi, saya selaku kepala dokter di sini langsung menyambut dokter Fara. Saya dengar, anda pernah tinggal di sini sebelumnya. Apa itu benar?"

"Iya, dokter Tama. Sejak kecil saya berada di Jakarta, sampai kelas sebelas SMA. Lalu pindah ke kota Malang, karena ikut orang tua," jawab Disa seadanya.

"Saya banyak mendengar mengenai anda dari beberapa dokter di rumah sakit cabang kota malang. Menurut mereka anda cukup kompeten, dan bertanggungjawab. Semoga kepindahan anda ke rumah sakit pusat membuat progres lebih baik lagi untuk karir anda," lagi-lagi ucapan dokter Tama di balas anggukan, dan senyuman tipis oleh Disa.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang