Chapter | 36

844 70 14
                                    

Disa masih saja berada di atas ranjangnya. Tubuhnya masih lemah karena terkena demam kemarin. Hari ini, dia hanya tidur seharian juga karena tidak berangkat kerja. Sejak tadi, dia terus saja memeluk boneka beruang yang sudah menemaninya beberapa tahun terakhir ini. Rasanya nyaman, sehingga membuat Disa sedikit melupakan sakit hatinya.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Rumahnya masih berantakan. Bahkan untuk membersihkan bekas makanannya saja dia tidak kuat. Namun, Disa tetap memaksakan diri untuk bangkit. Dia akan semakin lemah jika tidur secara terus-menerus.

Tok tok tok

Baru saja keluar kamar, Disa mendengar suara ketukan pintu. Nama Faska langsung teringat di otaknya. Dia tidak mau membuka pintu jika lelaki itu yang datang. Luka di hatinya masih basah, dan dia harus bertemu dengan lelaki itu lagi?

Tok tok tok

Perempuan itu pun menyibak tirai di jendela samping pintu sedikit. Disa bisa bernapas lega karena yang datang adalah Lala dan Salma. Tumben sekali mereka mampir secara bersamaan.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu kembali terdengar, diikuti dengan panggilan oleh Salma.

"Sebentar," sahut Disa yang merasakan suaranya tercekat, dan begitu parau.

Setelah pintu itu terbuka, tampak jika Salma dan Lala yang melebarkan senyumannya. Namun, detik berikutnya senyuman itu luntur, tergantikan dengan raut kekhawatiran karena melihat wajah Disa yang pucat.

"Ya, ampun! lo sakit, Sa?" Salma spontan memeriksa dahi dan leher Disa. Sedangkan Lala langsung merangkul perempuan itu agar masuk ke dalam.

"Iya, gue demam," pungkas Disa. Mereka bertiga sudah duduk di sofa. "Kalian tumben mampir, lagi senggang?"

"Ini, nih, si Lala tiba-tiba nyeret gue ke rumah lo. Pas gue tanya, dia malah diem aja," sungut Salma menatap Lala sebal. Padahal tadi dia sedang sibuk, bahkan ingin lembur.

"Lo tau? Suami gue tiba-tiba nelpon dan nyuruh gue ke sini. Katanya Disa sakit, ya gue panik lah." Lala membela diri. Tentu saja dia panik, mengingat keadaan Disa yang hanya sendirian di rumah.

"Kak Vano tau dari mana kalo gue sakit?" tanya Disa. Dia menjadi bingung sendiri. Perasaan yang tau dirinya sakit hanya Reyhan dan Gladis, itu pun karena mereka mampir kemarin.

"Ya jelas dari kak Faska, lah," sahut Salma disertai kekehannya. Dia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan tidak paham situasi.

Sementara Lala langsung menempeleng kepala perempuan itu, dia sadar jika raut wajah Disa  tiba-tiba menjadi mendung.

"Apasih?" Salma masih sempat-sempatnya protes, sampai Lala memberi isyarat lewat ekor matanya.

"Sa—"

"Kalian pasti laper ya?" potong Disa saat dia melihat pergerakan mulut Lala, "tapi gue enggak punya apa-apa. Kita pesan aja gimana?" usul perempuan itu, yang masih saja memanipulasi wajah sedihnya dengan cengiran.

"Sa, lo baik-baik aja?" tanya Salma prihatin.

Disa menggeleng lemah, "enggak. Gue sakit."

"Siapa yang nyakitin lo? Ngomong sama gue," serbu Lala. Dia bahkan pindah dari tempatnya untuk duduk di dekat perempuan itu.

Kini Disa malah terkekeh kecil, lagi-lagi menyembunyikan kesedihannya, "lo ngomong apa sih? Gue sakit, ya karna demam," alibinya.

Salma menghela napas gusar, sedangkan Lala langsung mendengus sebal.

"Sa, lo enggak pinter nipu," ujar Salma dengan sarkas.

"Lo boleh bohong sama kita, tapi lo enggak boleh ngebohongin diri Lo sendiri," sambung Lala lagi.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang