Chapter | 11

1.2K 76 15
                                    

"Astaga! Ini ruangan apa kapal pecah?!"

Angkasa yang baru saja masuk dalam ruangan Faska, mulut lelaki itu menganga lebar karena keadaan tempat itu yang kacau balau. Awalnya dia tak menyangka jika akan seperti ini, saat Wina melarangnya masuk tadi.

Siapa lagi pelakunya jika bukan sang empunya ruangan. Sedangkan Angkasa, lelaki itu kini celingak-celinguk mencari Faska. Ia mulai memindai setiap sudut ruangan, tetapi hasilnya nihil.

"Habis berantakin, kabur tuh bos besar," gumamnya sembari jalan dengan berjinjit diantara berkas-berkas yang berserakan.

Niatnya kemari hanya ingin membahas kerjasama, antara hotelnya dan juga perusahaan Faska. Namun, melihat kekacauan yang ada. Lelaki itu mengurungkan niatnya, karena tampaknya Faska lebih butuh bantuan saat ini.

Tanpa sengaja, Angkasa melihat siluet seseorang di balkon yang sengaja di design di sayap kiri ruangan ini. Ia yakin jika itu Faska, sahabatnya yang sedang tidak baik-baik saja.

Benar dugaannya, Faska berdiri dengan tangan yang menyangga pada besi pembatas. Angkasa pun mendekat, berdiri diam di samping Faska dengan memasukkan tangannya pada saku celana.

Sejenak ia pindai penampilan Faska yang sangat berantakan. Jasnya sudah ditanggalkan, kancing kemejanya sudah terbuka sampai dada. Jangan lupakan rambut yang selalu klimis itu, kini sudah acak-acakan.

"Lo ada masalah?" Angkasa akhirnya buka suara. Setelah beberapa menit melihat kekacauan sahabatnya itu dalam diam.

Bungkam, itulah yang Faska lakukan sekarang. Dia seolah tidak mengindahkan kehadiran Angkasa di sampingnya. Namun, Angkasa Wijaya tetaplah Angkasa Wijaya, dia tidak akan ikut diam seperti yang Faska lakukan saat ini.

"Come on, man, you can tell me anything," bujuk Angkasa.

"Apa yang harus gue ceritain? Semuanya udah berakhir," balas Faska dengan dingin. Lelaki itu bahkan tak memalingkan wajahnya dari jalanan ibukota di bawah sana.

Beribu tanda tanya muncul di kepala Angkasa. Ia yang notabenenya tidak tahu apa-apa, pastilah bingung.

"Apanya yang berakhir?"

"Disa, dia enggak mau gue perjuangin lagi."

"Apa?!" Angkasa tak dapat menyembunyikan keterkejutannya, "lo udah ketemu sama dia?"

Faska mengangguk sekali, "ia udah kembali. Sayangnya dia enggak kembali buat gue."

Angkasa berpikir sejenak, mengaitkan semua cerita dari dulu sampai yang terbaru. Sampai ia, menemukan kejanggalan yang mungkin terlewatkan.

"Bukannya lo udah putus ya sama dia?"

"Hubungan gue sama dia enggak benar-benar putus, kami cuma berpisah. Dia minta gue buat nungguin dia di sini,"

"Dan lo pergi ke Belanda," sambung Angkasa cepat.

"Enggak ada hubungannya," lelaki itu mendengus, melirik Angkasa lewat ekor matanya, "daripada lo bikin keadaan gue makin kacau, mendingan lo pergi," Faska menatap Angkasa dengan tatapan membunuh. Temannya itu memang tidak tahu waktu saat bercanda.

"Siapa bilang enggak ada hubungannya?" Angkasa masih mempertahankan argumennya, "Sekarang gue tanya, lo ngasih tau si Disa enggak kalo lo bakalan pergi ke Belanda?" tanyanya serius, berbeda jauh dari Angkasa yang biasanya bersikap slegean

Lagi-lagi Faska tidak bisa membalas ucapan Angkasa. Lelaki itu memilih diam dan mulai berselancar dipikirannya.

"Enggak, kan? Coba lo bayangin gimana perasaan dia pas tau, kalo lo ternyata pergi ke Belanda tanpa sepengetahuan dia?" Angkasa bertanya dengan sarkas, "kecewa, man," jawabnya sendiri dengan geram.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang