"ARGHH!"
Berkali-kali ia mengerang kesal, sampai memukul setir mobil sebagai bentuk pelampiasan. Faska, lelaki itu baru saja membaca pesan dari mamanya, yang mengatakan bahwa papanya telah menyuruh orang untuk mencelakai Disa. Tentu dia tidak bisa diam saja setelah membaca pesan itu.
Dihubunginya seseorang untuk menjaga Disa sebelum ia sampai ke sana. Faska terus saja melajukan mobilnya memasuki jalan menuju rumah Disa. Dari jauh, lelaki itu bisa melihat beberapa orang suruhannya yang berjaga di sekitar rumah Disa.
"Selamat malam, tuan," dua orang berseragam hitam itu membungkukkan sedikit badannya saat melihat Faska datang.
Faska hanya mengangguk, berdiri dengan angkuh di depan mereka dengan memasukkan tangannya dalam saku celana. Siap menunggu laporan apa mengenai keadaan Disa.
"Keadaan sudah aman, tuan. Kami akan berjaga di sini dua puluh empat jam."
"Bagus, usahakan agar anak buahnya tidak mengetahui keberadaan kalian, paham?"
"Siap, tuan."
"Saya mau ke sana dulu, kalian jaga agar tidak ada yang mengintai rumah Disa," ujar Faska langsung diangguki oleh kedua orang suruhannya.
Lelaki itu melenggang pergi, menuju rumah Disa yang sangat sepi. Padahal ini baru menunjukkan jam sembilan malam, tetapi keadaan sudah sesunyi ini. Tangannya pun terangkat untuk mengetuk pintu itu beberapa kali. Sampai derap langkah dari dalam membuat Faska mengulaskan senyuman tipis.
"Selamat malam," ujarnya saat pintu itu sudah terbuka lebar.
"Kamu? Ngapain kamu ke sini malam-malam?" tanya Disa dengan nada jengkel yang dibuat-buat. Tentu saja keadaan itu terdengar jelas di telinga Faska.
"Aku mau ngomong," Faska berujar sembari menarik tangan Disa untuk keluar dari rumah.
Mereka memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia depan rumah. Sejenak, Faska menatap bunga-bunga tulip yang masih ada di pekarangan rumah Disa. Keduanya tampak di selimuti keadaan hening, nyatanya Disa banyak berubah. Tidak lagi seperti dulu yang suka bertanya dan mengoceh sampai membuat telinganya pengang.
"Kamu bilang kamu mau ngomong, aku ngantuk mau tidur," sindir Disa. Mengusir Faska dengan cara halus.
"Sa, beberapa hari ini kamu harus hati-hati, ya."
Dahi Disa mengernyitkan, dia bingung dengan penuturan Faska yang menurutnya sangat ambigu.
"Mungkin, beberapa hari kedepan keadaan kamu bisa enggak baik-baik aja," lanjut lelaki itu lagi.
"Sekarang profesi kamu berubah jadi cenayang?" balas Disa dengan sarkas.
Faska tidak marah, lebih tepatnya tidak bisa. Lelaki itu memutar badannya ke samping agar menghadap Disa. Diambil tangan gadis itu yang berada atas pangkuannya sendiri.
"Aku rela jadi cenayang, asal bisa nerawang masa depan aku sama kamu."
"Halah, sejak aku pergi kayaknya kamu udah pinter ngegombal. Pasti banyak, nih, cewek-cewek yang berhasil kamu gaet, kan?" tanya Disa dengan gesture posesif, lagi-lagi balasan yang ia dapat adalah senyuman menawan dari Faska.
"Kamu, kok, jadi pencemburu gini, sih?" tanya Faska dengan suara lembut.
"Kamu ke sini cuma buat buang-buang waktu aku aja, kan?" Disa menarik tangannya dari Faska, "mendingan kamu pulang, aku enggak mau jadi perusak hubungan orang," tandas Disa sebelum akhirnya masuk dan mengunci pintu dalam dalam.
Saat Disa masuk tadi, Faska sempat berdiri dan ingin mencegahnya. Namun, perkataan Disa yang terakhir membuatnya berpikir keras.
Enggak mau jadi perusak hubungan orang, batin Faska mengulang-ulang ucapan itu. Dia sendiri bingung dengan perkataan Disa, tetapi dia yakin telah terjadi sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Faska [TAMAT]
RomansaSekuel cerita UNTUK DISA (DI SARANKAN UNTUK MEMBACA CERITA SEBELUMNYA TERLEBIH DAHULU. DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKUN SAYA JUGA. Wkwkwkw) ***** Mungkin orang mengira jika perasaan Disa saat kembali bertemu Faska-mantan kekasih yang terpaksa berpisah-ad...