Chapter | 12

1.3K 86 9
                                    

Hari-hari telah terlalu, kiranya hampir dua minggu Disa kembali lagi ke Jakarta. Rasanya berat saat menjalani hidup di kota kenangan yang membuatnya selalu mengingat Faska. Namun, ini yang ia inginkan sejak awal. Jadi, dia harus menerima apapun konsekuensinya bukan.

Disa menjalani harinya seperti waktu di kota Malang dulu. Bekerja, bekerja dan bekerja. Ia bahkan menolak ajakan teman-temannya untuk sekedar hangout ataupun bertemu. Entahlah, Disa tidak ingin diganggu untuk beberapa hari ini.

Namun, teman-temannya tetap gigih untuk menemuinya. Bahkan mereka rela menjadi pasiennya agar bisa bertemu dengan Disa. Seperti Lala dan Salma contohnya, kedua perempuan itu sudah berada dalam ruangannya sekarang.

Disa pun merasa bersalah. Gara-gara dia, kedua temannya itu harus meninggalkan kesibukan mereka. Hanya untuk menyempatkan diri bertemu dengannya.

"Kalian kenapa, sih?" tanya Disa berpura-pura sibuk.

"Enggak salah lo nanya gitu, Sa?" Salma memutar kedua bola matanya. Malas melihat Disa yang mulai berakting. Dia bela-belain kemari bukan untuk melihat ini.

"Sa, kita itu khawatir sama lo," Lala berusaha lebih tenang. Meskipun dia juga geram melihat tingkah kekanakan Disa.

"Dengan menghindari kita, masalahnya enggak akan selesai," lanjut perempuan itu kembali.

Pergerakan tangan Disa terhenti, dia mengalihkan atensi pada dua orang di depannya. "Terus gue harus apa? Ngeratapin nasib karna Faska udah punya pacar?" keluhnya.

Kedua temannya diam, mereka memang sudah tahu permasalahannya. Disa sempat cerita secara garis besar saat mereka menelponnya.

"Tapi... gue enggak yakin kak Faska punya pacar. Soalnya kak Vano enggak pernah cerita apa-apa," sela Lala lagi.

"Terus kalo kak Vano enggak cerita, berarti itu enggak bener? Enggak, kan?" tanya Disa lagi. Rasanya muak saat membahas topik yang selalu ia hindari.

Melihat bagaimana frustrasinya Disa. Lala dan Salma merasa bersalah karena membuat keadaan lebih rumit. Mungkin benar kata Disa tadi, bertemu dengan mereka juga tidak akan menyelesaikan apapun.

"Sa, kita minta maaf karna gangguin lo. Tapi itu murni karena kita khawatir sama lo," Salma menatap Disa lama, jelas terpatri di wajahnya rasa bersalah yang amat dalam.

"Udah lah, enggak usah dibahas lagi. Lebih baik kayak gitu," kini Disa berdiri. Meminta pelukan pada temannya yang mungkin bisa ia jadikan sandarannya untuk saat ini. Jelas, Disa membutuhkan seseorang untuk menopangnya agar tidak terjatuh di masa-masa seperti ini.

Lala dan Salma dengan segera menyambut pelukan Disa. Hanya itu yang mereka bisa berikan untuk meringankan masalah Disa.

"Gimana kalo lo nemenin Lala fitting baju, ada di kantor gue," usul Salma setelah mereka mengurai pelukan itu.

"Hm... Boleh juga, lagian kerjaan gue udah selesai, sih," sahut Disa.

"Bagus, kalo gitu kita harus cepet biar enggak kejebak macet."

Ketiga perempuan itu keluar dari ruangan Disa sambil bercerita tentang aktivitas mereka. Seperti Lala yang sibuk dengan kantor kakeknya sebelum nanti menikah. Atau Salma yang mendapatkan banyak client dari kalangan atas bahkan selebritis ibukota.

Dari Faska [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang