Now playing | Ragu - Rizky Febian
*****
“Di ujung senja waktu itu, aku mengucapkan salam perpisahan. Kemudian berharap bisa bertemu kembali di awal fajar. Layaknya bumi dan mentari bertemu di esok hari.”
*****
"Makasih, Pak."
"Jangan lupa tekan bintangnya, ya, Mbak," pinta supir taksi online itu, sedangkan Disa hanya tersenyum tipis.
Perempuan itu melangkahkan kakinya ke area kota tua. Meskipun hari sudah petang, ia tetap terus berjalan. Melangkah masuk lebih jauh, sampai menemukan tempat yang pas.
Langkah itu terhenti di pelabuhan Sunda kelapa. Sudah hampir sepuluh tahun berlalu, tetapi tempat itu tak banyak berubah. Ternyata, hanya dia yang banyak berubah di sini.
Disa duduk di salah satu bangku panjang di sana. Dari tempatnya, ia bisa melihat langsung sang mentari yang hampir ke peraduannya di sebelah barat.
Entah kenapa dia malah ke kota tua, jika seperti ini caranya, maka akan terus teringat pada Faska. Tempat ini, kan, penuh dengan kenangan mereka berdua. Baru saja Disa memikirkannya, sekelebat bayangan mereka tiba-tiba muncul di depannya.
"Bos! Fotoin gue dong." Disa yang masih remaja, memberikan kameranya pada Faska. Dia sudah siap berpose di depan.
Faska mengangkat kamera itu, membidik beberapa gambar Disa. Gadis itu sangat antusias bergaya di sana dengan wajah sumringah.
"Coba gue liat."
Faska menunjukkan hasil bidikan kamera polaroid itu, "wah keren!" seru Disa yang kagum saat beberapa lembar foto yang sudah ada di tangannya. "Foto berdua yuk?" Ajak Disa setelahnya.
Bayangan itu terasa nyata untuk Disa, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana raut bahagianya. Air mata pun kembali menetes saat dia mengingat bagaimana hubungan mereka sekarang. Semuanya terasa berat untuk dijalani, apa memang mereka tidak ditakdirkan bersama?
Awalnya Disa pikir, dengan kembalinya dia ke Jakarta, membuat semuanya lebih mudah untuk mereka. Namun, nyatanya tak seperti itu. Justru semuanya terasa semakin sulit. Kini, bukan hanya restu orang tua yang menghalangi mereka, tetapi ada Clara yang selalu bergantung pada Faska.
Ia ingin mengerti keadaan lelaki itu, juga tidak ingin egois hanya dengan memikirkan kecemburuannya. Namun, semua terasa sulit saat harus menjalani keadaan yang seperti itu.
Apa aku berhenti saja?, batin Disa. Namun, dia sendiri tidak tahu bagaimana keadaan kedepannya jika dia melepaskan Faska. Tidak ada jaminan jika hidupnya akan baik-baik saja.
Disa menundukkan kepalanya, memperhatikan ujung sepatu pantofel yang menginjak tanah itu. Tetesan air mata pun tak dapat di bendung, langsung mengenai ujung sepatu karena keadaannya yang masih menunduk.
Ia menangis dalam diam sampai beberapa menit, dia kembali memgambil jalan akhir dengan menangis. Lagi-lagi seperti itu, dan sampai kapanpun akan seperti itu.
Sampai sebuah sapu tangan tersodorka ke arahnya. Sapu tangan dengan bordiran huruf 'F', bolehkah dia berharap jika ia adalah Faska?
"Jangan menangis di tempat umum."
Sayangnya dia salah, lagi-lagi ekspektasinya tak sesuai dengan realita. Disa mendongak, mendapati seorang anak perempuan kisaran umur sembilan tahun yang masih berdiri di sampingnya.
"Jangan menangis di tempat umum lagi, ya, Kak," ulang anak itu lagi, saat melihat Disa masih belum memberikan respon.
Perempuan itu tersadar, dia mengambil sapu tangan tadi. Tak lupa mengucapkan terimakasih sebelum anak perempuan itu pergi. Namun, Disa hanya menatap sapu tangan itu. Enggan untuk mengusap pipinya, untuk apa ia menghapusnya jika sebentar lagi akan menangis kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Faska [TAMAT]
RomanceSekuel cerita UNTUK DISA (DI SARANKAN UNTUK MEMBACA CERITA SEBELUMNYA TERLEBIH DAHULU. DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKUN SAYA JUGA. Wkwkwkw) ***** Mungkin orang mengira jika perasaan Disa saat kembali bertemu Faska-mantan kekasih yang terpaksa berpisah-ad...